Hembusan napas lega terdengar saat dia melihat Al tidur dengan posisi tengkurap. Pria itu pilih tak mengenakan atasan. Hingga bekas luka yang ditutup perban itu terlihat jelas. Satu lagi cidera yang bakal menambah koleksi bekas luka yang Al miliki. Tangan Serena sempat gemetar ketika tadi diminta mengambil proyektil yang tenggelem di punggung Al. Benda itu sudah merobek kulit Al, tapi tertahan oleh lapisan daging di bawahnya. "Bakal sakit," kata Serena ragu. "Lebih sakit waktu benda itu menembus kulitku. Kalau tidak diambil justru nyeri bisa bikin infeksi. Lakukan." Al cuma meringis ketika Serena sedikit menyeruak area kiri dan kanan peluru. Serena ingin berhasil dalam sekali percobaan. Dan iya, dia sukses mengambilnya. "9 mm Luger Parabellum, Glock 19," gumam Serena tanpa sadar, seperti orang kerasukan. Al cukup terkejut mendengar pengetahuan Serena. "Beita sudah mengajarkan hal itu padamu?" "Belum," Serena menggelindingkan benda tadi di atas meja. "Terus kamu tahu dari man
Bola mata Anthony nyaris keluar dari tempatnya. Ucapan Ravi sama sekali tak masuk akal untuknya. "Omong kosong! Tempat ini milik kami, keluarga Hernandez," tegas lelaki yang masih mempertahankan keangkuhannya."Sejak kapan tempat ini jadi milik kalian?" Serena bertanya setelah diam sejak tadi."Kau tidak akan bisa mengambilnya," cibir Anthony."Kalau begitu Anda harus melihat ini." Pria yang dikenal sebagai pengacara keluarga Alexander bergerak, dia meletakkan sebuah dokumen di meja.Berkas yang langsung dibaca oleh Anthony. Mata pria tersebut melebar. Detik setelahnya, kertas tadi sudah berakhir di lantai jadi serpihan kecil. Anthony baru saja merobeknya "Sekarang tidak lagi, Eternal Diamond milikku. Milik keluarga Hernandez," tegas Anthony."Tidak masalah, yang tadi hanya salinan. Yang asli ada di kantor Alexander Grup. Intinya, Nyonya Nereida Alexander mewariskan Eternal Diamond pada Nyonya Serena Valencia. Kalian tidak berhak ada di sini."Jawaban santai dari sang pengacara memb
"Serius cuma sampai sini? Tidak mau mampir ke rumah." Ravi bertanya ketika dia menghentikan mobil di tepi jalan. Tempat di mana Serena minta diturunkan. Dari jauh Serena bisa melihat Lalita telah menunggu. "He em. Ada yang menjemputku. Dan maaf, aku tidak suka ke rumahmu. Trauma." Terus terang Serena berujar. Ravi tertawa dengan ucapan minta maaf mengiringi. Meski setelahnya pria itu mengganti topik. "Suamimu membuatku penasaran," cetus Ravi blak-blakan pada akhirnya. "Dia ... cuma pria biasa. Tidak suka bertemu banyak orang." Ravi mendengus tidak percaya. Mana ada "pria biasa" yang memberi dua triliun dollar cuma-cuma. Cuma modal laporan keuangan bulanan dengan sistem bagi bagi hasil yang sangat menguntungkan Alexander Grup. "Bikin kepo. Apa kami bisa bertemu dengannya? Bagaimanapun kami ini keluargamu. Papa adalah walimu." "Kak, aku minta maaf soal itu. Pernikahan kami karena ulah keluarga Hernandez. Saat itu aku tidak berani memberitahu kakak, aku takut mereka akan
"Turun!""Enggak mau! Kau bilang aku bau! Asal kau tahu, kau lebih bau!" Balas Serena geram.Al menggeram. Posisinya terjepit. Tubuhnya menegang kaku. Dada kenyal Serena menekan dada berototnya. Belum lagi napas hangat Serena ribut menerpa lehernya.Gawat! Gadis yang memeluknya macam koala adalah bencana yang tidak bisa ditangani badan penanggulangan bencana nasional."Lepas atau kau akan menyesal!" Ancam Al sekali lagi.Serena menggeleng. Dia pandangi paras Al yang menawan dengan garis rahang tegas dan bibir mengatup rapat. Rambut setengah basah yang ehem seksi. Belum lagi kemeja putih yang telah jadi transparan. Gila! Tampilan Al seketika membuat Serena hampir kehilangan kewarasannya.Namun semua buyar ketika Serena dibawa menyelam oleh Al. Dia tidak siap, hingga dia kembali menelan air. Serena tahu Al sedang mengujinya.Dia tidak akan kalah. Dia tidak salah untuk apa mengalah. Lima menit Al muncul ke permukaan, dengan Serena merosot turun.Al sigap menahannya. "Kapok?""Enggak! Ak
Serena baru menginjakkan kaki di Royal Diamond. Moge Al barusan menghilang di belokan menuju basement pribadi pria itu. Meski semalam mereka gelut tidak jelas. Paginya pria itu masih sudi membawanya naik motor ke kantor.Benar-benar pasangan absurb yang membuat geleng-geleng kepala Max dan kawan-kawan. Sekali lagi cukup menciptakan kerut tambahan di wajah Ara.Dan hari masih pagi ketika satu tamparan mendarat di pipi Serena. Perempuan itu cuma tertawa kecil, tidak membalas perbuatan Thalia padanya."Dasar anak haram! Beraninya kau mengambil apa yang jadi milik kami!" Bentak Thalia tanpa ragu.Serena tersenyum tipis. Istri Al masih terlihat tenang. Kalem dengan mata memandang lurus pada Thalia."Milik kalian? Berikan bukti padaku kalau Eternal Diamond milik kalian. Sejak awal tertulis jelas kalau pemiliknya Nereida Alexander, ibuku." "Di sana juga tertulis jika ibuku meninggal, hanya aku yang ditunjuk jadi penerus. Hanya namaku, tidak ada nama kalian. Jadi, di bagian mana Eternal Diam
"Ibu," lirih Serena seraya memeluk makam Nereida.Hari ini dia merasa rindu dengan ibunya. Jadi dia putuskan mengunjungi makam Nereida. Sebuket besar mawar dia bawa. Dia letakkan di atas makam Nereida.Tidak banyak kata yang terucap. Serena lebih banyak menghabiskan waktu dalam diam. Hingga akhirnya dia mulai bicara. "Ibu, ED sudah kembali ke Alexander Grup. Paman dan kak Ravi akan mengurusnya dengan baik. Ibu tidak perlu cemas. Rena juga hidup baik belakangan ini."Serena yang tadinya hanya bungkam. Kini mulai cerewet, dia luapkan apa yang ada dalam pikirannya. Dia katakan isi hatinya. Tidak terasa hampir satu jam Serena berada di sana.Namun Serena seolah tak ingin beranjak dari sana. Padahal tempat itu sepi. Apa yang bisa diharapkan dari sebuah komplek pemakaman. Meski masih masuk dalam area mansion Alexander. Tetap saja tempat itu terpisah jauh dari kediaman utama.Bahkan tidak ada penghuni mansion yang tahu kalau Serena mengunjungi makam Nereida. Dia masuk melalui pintu belakan
Serena berontak, dia coba melepaskan diri dari siapapun yang kini menyeretnya menjauh. Dia tidak peduli apapun selain ingin menghabisi Frans saat itu juga. Dendam dan sakit hatinya hanya bisa diakhiri dengan kematian Frans. Begitu pikir Serena."Cukup Ren! Cukup, membunuhnya hanya akan membuatmu sama dengannya."Suara itu, aroma yang mulai familiar di hidung Serena, sekarang melingkupinya. Alterio Inzaghi muncul dalam jangkauan pandangan Serena begitu dia mendongak.Tatapannya bersua dengan manik sekelam malam sarat peringatan. Bunyi pisau terjatuh di lantai membuat kesadaran Serena pulih. Al biarkan Serena terduduk dengan derai air mata mulai mengalir.Pria itu memandang tajam pada Frans yang jelas menunjukkan ekspresi terkejut. Diakah Alterio Inzaghi, sosok yang begitu ditakuti di dunia bawah kini muncul di hadapannya.Al lantas mendekat ke arah Frans."Tu-tu-an ...." Frans tak berdaya berhadapan dengan Alterio. Aura lelaki di depannya begitu kuat. Menekan mentalnya hingga ke titik
Degup jantung Frans meningkat drastis. Dia ingat betul kalau kecelakaan Clarisa terjadi karena rem blong. Hingga mobil menabrak pembatas jalan. Clarisa meninggal saat itu juga.Kesedihan dan kesibukan mengurus dua buah hati membuat Frans tidak mengusut lebih lanjut laporan soal kecelakaan sang istri. Ditambah, hati kecil Frans merasa bersyukur, Clarisa meninggal. Toh dia memang tidak cinta. Pikiran pria itu selalu mengarah pada Nereida, sampai dia mengabaikan Soraya. Teman Clarisa waktu itu. Saat Frans sibuk dengan pekerjaannya, ada Soraya yang merawat Anthony dan Thalia. Usia Soraya memang masih muda. Entah kenapa dia bisa begitu akrab dengan Clarisa yang notabene lebih tua umurnya.Awalnya Soraya dengan senang hati merawat dua anak Frans. Sampai suatu hari Frans membawa pulang Nereida. Seorang wanita yang sangat cantik dalam pandangan Soraya.Bahkan lebih cantik dari Clarisa. Segera perhatian Anthony dan Thalia teralihkan pada Nereida. Apalagi Nereida memiliki kelembutan dan penuh
Alterio mendengus kesal. Dia berjalan keluar dari ruangan dengan langkah tergesa, tapi tidak mengganggu tidur Serena. Perempuan tersebut tak terusik sedikitpun oleh suasana hati Al yang buruk.Al benci, dalam sehari dia mendapat dua kali ceramah dengan materi sama. "Max sama Ravioli punya telepati kali ya," gerutu Al.Menyoroti nasihat Max dan Ravi yang sama intinya. Serena itu menarik di mata pria lain."Siapa yang berani melirikmu," tanya Al pada Serena yang telah berpindah ke kursi penumpang. Pria itu bisa naik lift yang membawanya turun ke lantai dekat parkiran. Hingga dia tidak perlu menghadapi dua petugas keamanan songong tadi.Dua sosok yang ternyata menunggu Serena dan Alterio turun dari ruangan Ravi. Siapa sangka jika Alterio membawa Serena melalui jalan lain. Hingga di tunggu sampai lebaran monyet pun, mereka tidak akan bertemu Serena dan Al.Tidak ada respon atas pertanyaan Al. Serena agaknya terlalu lelap untuk diganggu tidurnya. Al belum ingin pulang. Jadi dia membawa Se
Alterio kalang kabut waktu mendapati Serena tak ada di rumah. Saat makan siang dia menyempatkan diri untuk pulang. Felix berkata Serena belum masuk kantor. Jadi dia pikir sang istri pasti di rumah.Namun dia tak mendapati siapapun di rumah utama. Bahkan Beita yang tadi pagi lukanya terbuka lagi, sudah berada di kantor.Al langsung naik ke rumah pohon, tapi Serena tidak ada di sana. Pria itu kembali mencari, kali ini dia langsung menemukan keberadaan Serena.Satu lokasi yang membuat Alterio diserang kesal. Dalam hitungan menit, Alterio sudah berjibaku dengan dua petugas keamanan yang kali ini yakin kalau mereka bertindak benar.Alterio tidak punya kartu akses, juga bukan petinggi ED. Dia tidak diizinkan masuk."Aku memang bukan orang penting di sini, tapi aku bisa membuka lift dengan sidik jari. Jadi apa itu dianggap layak untuk bertemu bos kalian."Tumben Alterio bersikap kooperatif. Padahal dia bisa saja menerobos masuk tanpa peduli bakal memicu keributan. Atau sekalian Al ledakkan s
Serena melipat tangan, melihat dua petugas keamanan yang sumringah melihat asisten Ravi. Mereka pikir ini waktunya mengusir Serena.Namun sapaan dari asisten Ravi membuat mereka tertegun. Pria yang sebelas dua belas dengan Ravi dinginnya, tampak hormat pada Serena."Nyonya, kenapa tidak bilang kalau mau ke sini?"Ha? Paras dua petugas kebersihan tadi berubah kecut. Asisten Ravi menyapa dengan santun, itu artinya pria dengan tampilan formal itu kenal baik dengan Serena."Aku sedang luang. Bolehkah aku bertemu Ravi Alexander?"Makin tercengang dua petugas tadi. Serena bahkan tidak perlu memanggil Ravi dengan sebutan tuan. Apa hubungan bos mereka dan perempuan cantik di depan mereka.Mungkinkah wanita itu adalah kekasih tuan mereka. Saat kepala mereka masih dipenuhi tanya. Asisten Ravi sudah menjawab dengan antusias."Tentu saja. Kantor ini milik Anda, Nyonya bebas datang kapan saja. Mari." Sang asisten menunjukkan jalan.Serena sempat melihat wajah dua petugas tadi berubah pias. Baru ta
Serena kesal sekaligus sedih di waktu bersamaan. Fakta kalau Lisa adalah dalang dibalik kejadian beberapa waktu lalu, cukup memukul mentalnya.Padahal Lisa punya tempat tersendiri di hati Serena. Sekarang Lisa sudah tidak ada. Ada hampa juga kecewa yang Serena rasakan. Perempuan itu meringkuk di bantal besar yang terhampar di lantai.Serena tanpa Al duga pergi ke rumah pohon. Dia melamun sambil memandang ranting pohon yang jadi atap tempat itu.Dia tidak tahu apa yang akan dia hadapi besok. Apa mereka masih akan menghujatnya, atau semua sudah berhenti. Apa yang harus Serena lakukan.Haruskah dia pergi ke kantor atau tetap bersembunyi seperti hari ini. Helaan napas berat jadi hal terakhir yang Serena lakukan sebelum memejamkan mata.Dia berniat kabur dari Al malam ini. Dia marah pada sang suami. Namun rencana kabur Serena tinggal rencana saja. Sebab lima belas kemudian, suara langkah mendekat terdengar. Diikuti hembusan napas penuh kelegaan. Al menemukan Serena. Pria itu duduk bersila
Lisa pikir masih bisa menyelamatkan diri. Dia akan mencobanya. Tidak peduli Gaston hanya memanfaatkannya atau sungguh menyayanginya. Lisa akan urus nanti. Yang penting kabur dulu.Dia melihat celah saat semua orang orang fokus pada Serena. Istri Alterio? Ini di luar perkiraan. Gaston bilang, Serena hanya salah satu wanita yang sedang dekat dengan pria itu.Jadi Serena adalah target yang tepat jika ingin mengusik Al. Siapa sangka jika posisi Serena lebih dari itu.Serena masih sibuk berdebat dengan Al. Dua orang itu sepertinya punya hubungan rumit. Suami istri tapi kesannya jauh dari itu. Dalam pikiran Lisa, Serena adalah sasaran yang bisa mengacaukan konsentrasi Alterio dan yang lainnya.Maka ketika dia berhasil merebut senjata Felix. Benda itu langsung terarah pada Serena."Mati kau!" Letusan peluru terdengar. Serena ditarik menghindar. Gadis itu terkejut, dia pun menoleh. Serena langsung syok mendengar tembakan kembali terdengar. Lisa ambruk di tanah, dengan Beita menekan lengann
Awalnya Serena memang berniat tidur. Tapi kemudian dia terjaga dan sulit memejamkan mata kembali. Kejadian hari itu, meski Al dan pamannya menunjukkan sikap bahwa semua baik-baik saja.Tetap saja Serena merasa terganggu. Dia tidak tahu bagaimana suasana di luar sana. Apa mereka masih menuduhnya sebagai pembunuh?Melihat ekspresi Al yang tenang macam biasa. Serena menduga kalau pria itu telah temukan jalan keluarnya. Namun Serena tetap tidak tenang.Pada akhirnya dia meraih jaket Al, memakainya lalu berjalan keluar kamar. Suasana The Palace sepi. Serena pikir sebab mereka pergi dinas bersama Al.Langkah Serena menuntunnya menuju rumah pohon. Tempat yang akhirnya Al bangun sedemikian rupa. Ada tangga yang memungkinkan Serena tak perlu memanjat kalau sedang malas.Dalam hitungan detik, dia sudah berdiri di atas rumah pohonnya. Ada lantai papan yang disediakan jika Serena ingin selonjoran di sana.Semua terlihat menyenangkan. Serena sesaat menutup mata. Dia nikmati semilir angin malam yan
"Tidurlah."Alterio mengusap punggung Serena yang terbaring di atas dadanya. Mereka sudah pulang dari mansion Alexander dua jam lalu.Keduanya menolak saat diminta untuk menginap. Alterio menjawab dengan santai kalau kewajibannya sebagai menantu keluarga Alexander setidaknya sudah dia penuhi.Jadi perkara menginap atau tidak akan diurus lain kali. Nandito tak bisa mencegah Alterio, terlebih pria itu berujar masih punya masalah yang harus diurus.Dari ekspresi Al, Nandito langsung tahu kalau persoalan yang harus dibereskan Al adalah perkara Thalia."Enggak bisa.""Masih mikirin Thalia. Dia sudah mati. Langsung dikubur tadi.""Ngapain mikirin mayat. Serem.""Lalu?" Al sejatinya sangat terganggu dengan tingkah Serena yang mendadak jadi kelinci imut yang menggemaskan.Serena yang biasanya tantrum kalau dia sentuh, kini tiba-tiba jadi pasrah. Diam saja saat pria itu menariknya dalam pelukan."Terima kasih buat dua triliun itu."Akhirnya Serena tahu kalau Al adalah orang yang membantu keuan
Ekspresi Elle berubah tegang. Sama halnya dengan Nandito. Bedanya pria itu dengan cepat bisa mengendalikan diri."Bukan hal besar. Hanya saja dulu ibumu sangat baik pada tantemu. Tapi dia justru berlaku buruk padamu. Om jadi malu."Serena mengulas. Dia sangat senang sikap Nandito tak berubah padanya. Meski di luaran sana banyak orang blak-blakan mencacinya."Kapan kamu datang? Kenapa tidak kasih tahu. Datang sama Lalita atau Sergie? Atau sama suamimu?"Pertanyaan beruntun Nandito berikan. Pria itu aslinya sangat cemas dengan pemberitaan soal Serena. Takut Serena terpengaruh lantas tak mampu bertahan."Aku datang sama Lalita. Sergie lagi ada urusan. Tahu sendirilah."Nandito tersenyum merespon jawaban Serena. Sang keponakan sengaja tak menjawab soalan seputar suaminya."Turunlah makan sebentar lagi. Tante siapkan makan malam." Elle pilih menghindar dari situasi yang menyudutkan dirinya. Serena mengangguk, tidak merespon berlebihan. Setelahnya suasana hening menyelimuti ruangan dengan
Kejadiannya persis seperti Nereida. Serena merekam dengan apik di benaknya. Seperti apa ibunya saat terjatuh dari tangga, lalu berhenti dengan kepala terus mengucurkan darah.Akibatnya, tak lama kemudian Nereida meninggal. Serena mematung di tempatnya berdiri, menyaksikan beberapa orang mulai berdatangan memberi pertolongan pada Thalia.Jiwa Serena serasa terhisap kembali ke masa itu. Saat dia menangis histeris saat Lalita dan Sergie mencoba menyelamatkan ibunya. Namun gagal."Ibu, mereka sudah mendapat balasannya. Ibu bisa tenang di sana.""Dia yang mendorongnya!" Suara itu membuat Serena tersadar. Saat itu Serena merasa ada tangan yang menyentuh bahunya. Lalita ada di sana. Jelas untuk melindunginya."Jangan sembarangan menuduh. Memangnya kamu lihat kejadiannya?" Seru yang lain. Tubuh Thalia sudah diangkut menuju rumah sakit. Yang tersisa di sana tinggal staf umum RD. Kenapa disebut umum, sebab mereka murni karyawan biasa.Kalau mereka merangkap anggota Black Diamond. Mana berani