Setelah bertemu Briana, Gian datang ke kantor karena panggilan dari ayahnya. Hari ini, ayahnya akan mengumumkan kepada seluruh karyawan bahwa Gian akan menjadi direktur utama menggantikan ayahnya.
Setelah acara selesai, Gian langsung menduduki posisinya. Ia mulai dihadapkan dengan pekerjaan dan tanggung jawab yang tidak main-main. Namun, yang pertama kali Gian lakukan malah memasang foto Briana saat SMA yang berhasil ia dapatkan dari teman kelas Briana.
"Kamu masih cantik, Bri, dan aku masih jadi pengecut yang tidak bisa mengungkapkan perasaan aku," ucap Gian yang berbicara dengan potret lama Briana.
"Kalau saja dulu kamu tidak pacaran dengan Saga, aku pasti tidak akan mengganggumu dan membuatmu kesal padaku. Aku memang bodoh, Bri, semua yang kulakukan malah membuatmu membenci aku. Malam itu juga, kalau saja aku tidak mabuk, dan tidak melihat kamu bersama laki-laki tua itu, aku pasti tidak akan melakukan hal bodoh itu, Bri. Maafkan aku."
Gian memejamkan mata sambil mengepalkan tangan. Lalu, ia membuka mata dan berkata lagi, "Tapi, Bri, sekarang kamu sudah punya kehidupan baru. Apa sekarang aku harus merebutmu dari laki-laki itu? Terutama Ethan." Kepalan tangan Gian semakin kuat saat mengingat Briana yang mengkhawatirkan pria bernama Ethan, tanpa ia tahu bahwa Ethan adalah nama putranya sendiri.
Pintu ruangan Gian tiba-tiba diketuk. Gian yang terkejut, langsung menyembunyikan foto Briana di laci mejanya. Lalu ia menyuruh masuk dan berpura-pura sibuk dengan menyalakan laptop.
"Selamat siang, Bos," sapa seorang laki-laki yang membuat Gian semakin terkejut.
"Cepat banget. Udah dapat info?" tanya Gian yang kini semakin bersemangat. Ternyata Faris yang datang ke ruangannya.
"Sabar dong, Gi. Bapak masih di luar negeri sekarang, besok pagi baru sampai rumah," ucap Faris yang kini duduk di hadapan Gian.
"Lama banget."
"Ya ampun. Nggak sabaran banget sih. Emang itu cewek siapa sih?" tanya Faris.
"Kepo. Ngapain kamu ke sini?" tanya Gian yang kini menatap tajam sepupunya itu.
"Aku kerja di sini, sudah dua tahun. Dan sekarang aku dipekerjakan oleh papa kamu untuk mengawasi kamu. Jadi, hati-hati sama Faris." Faris menepuk pundaknya dengan bangga.
"Sialan. Jadi, papa nyuruh kamu buat mengawasi aku?" tanya Gian memastikan.
"Yup. Siapa cewek itu?" tanya Faris lagi.
"Kepo!" sahut Gian.
***
Briana datang ke kantor seperti biasa. Meski ia dan Dirga kemarin mengalami sedikit masalah, tapi Briana tetap bersikap profesional.
Hari ini Dirga ada kunjungan ke luar kota. Ia sebenarnya sudah berpamitan pada Briana, tapi wanita itu tidak mau menjawab panggilan telepon maupun membalas pesannya. Briana masih marah dan kecewa karena ia pikir Dirga sengaja mengundang neneknya kemarin.
Dirga tak habis akal. Ia mendatangi ruangan Briana untuk berpamitan sekaligus bertemu langsung dengan kekasihnya itu.
"Ada apa, Pak?," tanya Briana, masih tersenyum meski terlihat dipaksakan.
"Aku mau ke luar kota hari ini. Aku minta maaf atas sikap nenek kemarin. Aku juga nggak tahu kalau nenek tahu kita di sana." Ucap Dirga meminta maaf.
"Maaf, Pak. Saya banyak pekerjaan. Kalau tidak ada hubungannya dengan pekerjaan, lebih baik kita tidak usah bicara," balas Briana.
"Oke. Kalau begitu, aku pergi dulu. Kamu jaga diri baik-baik, dan titip salam buat Ethan." Kata Dirga.
Briana hanya mengangguk, lalu Dirga meninggalkan ruangan kerja Briana. Wanita itu kembali melanjutkan pekerjaannya karena ia memang benar-benar sibuk.
***
Gian baru saja sampai di kantornya. Ia langsung menghubungi Faris untuk menanyakan informasi mengenai Briana.
"Ya ampun, urusan sama kamu seribet ini. Nggak sabaran banget sih jadi orang." Faris menarik kursi untuk duduk di hadapan Gian.
"Gimana? Bayarannya mahal loh, jadi ya harus sesuai dong." Kata Gian.
"Aku nggak minta tolong bokap, tapi tadi malam aku suruh orang buat selidiki Briana. Dari info yang mereka dapat, Briana udah pernah nikah dan suaminya ngilang entah ke mana pas Briana udah hamil." Ucap Faris.
"Kalau kamu mau sabar nunggu, nanti malam kita akan dapat gambar lengkapnya. Ethan itu anaknya Briana, bukan cowoknya. Nah, bosnya si Dirga ini yang membantu mereka sejak awal." Lanjutnya.
"Apa Briana beneran suka sama Dirga? Atau jangan-jangan Ethan itu anaknya Briana sama Dirga?" tanya Gian memastikan.
"Nah itu masih dicari tau, kamu nggak sabaran. Infonya nggak lengkap deh," oceh Faris yang mulai kesal.
"Apa jangan-jangan anak itu anakku sama Briana? Tapi, aku cuma sekali melakukannya, tidak mungkin 'kan sekali tembak langsung melendung?" batin Gian.
"Udah nggak usah dipikirin. Tunggu info nanti malam aja. Sekarang mending kamu kerja, biar laporan ke papamu jadi mudah." Gerry berdiri, lalu ia meninggalkan ruangan Gian.
Gian masih memikirkan kemungkinan Briana hamil anaknya. Jika memang hamil, kenapa Briana tidak meminta pertanggung jawabannya. Apa keluarganya pernah menolaknya?
Gian tidak bisa berkonsentrasi. Ia terus memikirkan Briana dan anaknya. Gian mengacak rambutnya, frustrasi. Ia benar-benar tidak sabar dan ingin bertanya langsung pada Briana.
Laki-laki itu akhirnya pergi ke kantor Daffa. Jalanan yang macet saat makan siang begini menghambat waktunya untuk menemui Briana. Ia baru saja sampai di perusahaan Daffa saat jam makan siang hampir habis. Setelah membujuk dan meyakinkan Daffa, akhirnya Gian berhasil menemukan ruangan Briana.
Briana baru saja selesai makan siang dan kembali ke ruangannya. Ia sangat terkejut melihat Gian.
"Kamu ngapain di sini? Tau dari mana aku kerja di sini?" tanya Briana dengan kesal.
"Itu nggak penting, Bri. Sekarang aku butuh jawaban kamu karena ini lebih penting. Apa hubungan kita malam itu membuat kamu hamil?" tanya Gian langsung to the point.
Plak!
Briana menampar Gian dengan keras. Seharusnya dari awal ia melakukan ini. Ia bukan wanita yang lemah seperti dulu. Setelah menjadi ibu, Briana berubah menjadi wanita yang kuat.
"Pertama, aku tanya sama kamu. Kamu siapa emangnya berani nanyain kehidupan pribadiku? Yang kedua, aku nggak merasa punya hubungan apa pun sama kamu dan aku tidak perlu menjawab pertanyaanmu. Yang ketiga, aku nggak sudi nyimpen apa pun dari orang yang aku benci. Yang keempat, ini tempat kerja, aku nggak peduli kamu di sini mau apa, tapi kalau kamu ganggu aku lagi, aku akan suruh satpam buat nyeret kamu!" jawab Briana dengan tegas.
Teman-teman satu timnya di bagian administrasi melihat kejadian Briana menampar Gian.
Tidak lama, Briana menelepon satpam untuk mengusir Gian, beruntung Daffa melihat keributan itu dan membawa Gian ke ruangannya.
"Lo kenapa sih cari ribut sama dia? Untung Kak Dirga nggak ada, kalau dia ada dan tau lo bikin ribut sama Briana, pasti lo dilarang ke sini lagi." Ucap Daffa.
"Gue penasaran sama anaknya Briana," jawab Gian. Ia meneguk minuman soda yang disuguhkan oleh Dirga.
"Itu lagi. Kemarin di rumah juga ribut karena nenek menolak anaknya Briana. Kata nenek, itu anak haram yang nggak jelas bapaknya, makanya nenek nggak setuju Kak Dirga nikahi Briana." Kata Daffa.
"Apa? Briana sama Dirga nggak dapat restu? Terus anak Briana?" tanya Gian.
Briana benar-benar mengusir Gian, tidak mau menjelaskan apa pun pada Gian meski laki-laki itu melibatkan Daffa. Briana bahkan mengancam akan menghubungi Dirga kalau Gian terus mengganggunya di jam kerja.Gian akhirnya kembali ke kantor dan menunggu waktu pulang untuk kembali menemui Briana. Saat perjalanan ke kantor, tanpa sengaja ia bertemu Davira dan Ethan yang sedang menyeberang di lampu merah, tepat di depan mobil Gian.Tentu saja Gian sangat syok melihat wajah Ethan yang sangat mirip dengannya waktu kecil. Akan tetapi, saat melihat Davira, ia jadi ragu karena ia tidak pernah mengenal Davira. Gian menepikan mobilnya, lalu mengejar Davira yang masih menunggu taksi."Maaf, permisi," Gian berusaha menetralkan napasnya yang tersengal-sengal.Davira melihat wajah Gian dan langsung menyembunyikan wajah Ethan yang ada dalam gendongannya."Ya, ada apa?" tanya Davira dengan tenang, ia sudah sangat pandai berakting. Apalagi, sekarang ia mendapat tawaran
Briana menatap Gian dengan pandangan benci saat ia dengan seenaknya mengakui Ethan sebagai putranya. Meskipun dia adalah ayah biologisnya, selama ini dia telah absen dari hidup mereka. Tiba-tiba saja, Gian muncul dan mengklaim dirinya sebagai ayah biologis Ethan."Empat tahun ini, kamu kemana, Gi? Di mana kamu saat aku hamil? Di mana kamu saat aku dan Ethan harus menjalani hidup tanpamu?" Briana melepaskan amarahnya dengan banyak pertanyaan yang selama ini hanya terpendam di dalam hatinya.Gian meraih tangan Briana, tetapi ia langsung menepisnya dengan kasar."Aku minta maaf, Bri. Saat itu aku sempat datang ke rumahmu, tapi kamu tidak ada. Lalu, aku pergi kuliah dan bekerja di LA. Ketika aku kembali, kamu sudah tidak tinggal di rumah itu, dan aku tidak sempat mencarimu karena aku..." jelas Gian."Semua itu hanyalah alasan, Gi. Aku tahu kamu sangat membenciku, tapi tindakanmu sangat keji. Apa yang telah kulakukan sehingga kamu bersedia menghancurkan hidup
Setelah Briana memberi tahu Dirga bahwa Gian sudah kembali, Dirga merasa semakin bingung. Dia belum mendapatkan restu dari neneknya, dan sekarang harus menerima perjodohan dengan wanita yang tidak dia cintai."Bri, ada yang ingin aku bicarakan," kata Dirga dengan ragu."Nanti saja, Pak. Saya memiliki banyak pekerjaan, dan saya sudah terlambat," jawab Briana sambil menyalakan komputernya, mengabaikan Dirga yang ingin berbicara serius dengannya."Silakan nanti siang, datanglah ke ruangan saya. Ini sangat penting!" Dirga memohon.Briana mengangguk, dan Dirga segera meninggalkan ruangannya.Sebenarnya, Briana memiliki perasaan terhadap atasannya itu, tapi dia lebih memprioritaskan hubungannya dengan Ethan di atas segalanya. Terutama jika keluarga Dirga menentang adanya Ethan, maka dia harus bersikap hati-hati.***Di kantor, Gian tampak sangat bahagia. Ia beberapa kali tersenyum bahagia.Faris, yang melihat sepupunya yang juga atas
Akhirnya, Briana menuruti permintaan Ethan untuk mengizinkan Gian ke rumah mereka. Ethan merengek, meminta Briana duduk di depan memangkunya. Ethan terus bertanya pada Briana, apa pun yang Ethan belum pernah lihat sebelumnya."Anak Daddy ternyata pintar banget ya," kata Gian saat mereka berhenti di lampu merah. Briana menatapnya dengan tidak senang."Seperti Mommy," tambah Gian dengan lirih."Mommy tadi di taman ada yang bilang Ethan ganteng, mirip Daddy. Ethan ganteng nggak, Mom?" tanya Ethan yang kini menatap ke belakang ke arah Briana.Briana menjawab, "Em, iya mungkin. Tapi buat Mommy, Ethan yang paling ganteng, di antara semua laki-laki di dunia ini.""Nomor satu?" tanya Ethan."Iya, nomor satu Ethan." Jawab Briana."Berarti nomor dua Daddy 'kan Mom?" tanya kembali Ethan."Daddy nomor seribu," Briana menatap sinis pada Gian yang kini meliriknya."Berarti Daddy jelek? Ethan juga jelek dong?" Ethan memasang raut muka
Gian masih mengakui dosa-dosanya pada mama dan neneknya. Meski sang mama sudah sangat geram ingin menghajar putranya itu, tapi masih berusaha ditahannya.“Kamu nggak berusaha cari dia?” tanya nenek.Gian menggeleng.“Jadi perempuan itu benar-benar wanita malam?” Mama kembali bertanya.“Dia masih suci saat aku ngelakuinnya, tapi sumpah Ma, aku nggak tau bedanya gadis suci sama nggak. Aku baru tau pas temenku di LA cerita, beneran aku nggak tau.” Jelas Gian.“Dasar anak nakal.” Mama memukul Gian dengan bantal, Gian menahannya, tapi nenek langsung mencubit pinggang dan menjewer telinga Gian bersamaan.“Ampun Ma, ampun Nek. Aku nggak sengaja, beneran nggak sengaja. Ampun.” Gian berusaha menghindar tapi mama dan neneknya terus menghajar Gian.Sampai akhirnya mereka lelah, dan mulai penasaran dengan Ethan, cucu mereka.“Jadi perempuan itu menikah dengan laki-laki lain?
Gian sangat ingin menyampaikan pendapatnya dan menjelaskan perspektifnya mengenai situasi ini. Namun, tangan neneknya menghalanginya untuk berbicara, sehingga ia terpaksa diam dan mendengarkan apa yang Briana katakan.Gian menggeser kotak tisu yang terletak di depannya, karena Briana tengah menunduk, sehingga wanita itu tidak dapat melihatnya dengan jelas. Neneknya bertanya, “Apa yang terjadi setelah dia menodaimu?” sambil meraih tisu untuk membantu Briana menghapus air mata.Briana menjawab dengan suara yang parau karena menangis, “Saya sengaja tidak pergi segera karena saya tahu dia dalam keadaan mabuk, dan saya berharap dia akan bertanggung jawab atas perbuatannya. Tetapi, keesokan paginya, dia malah menawarkan untuk mengganti pakaian yang telah dirusaknya. Padahal, harga diri saya juga telah rusak, tetapi dia sama sekali tidak merasa bersalah. Saya tahu, dia sangat membenci saya. Tetapi, apakah pantas dia menghancurkan hidup saya hanya karena saya
Briana tertawa sinis mendengar penawaran Gian. Menikah? Semudah itu sakit hatinya diselesaikan dengan menikah?"Tidak, Gi. Aku tidak bisa, bahkan demi Ethan. Suatu hari nanti, Ethan juga akan mengerti mengapa orang tuanya seperti ini," tolak Briana."Kamu bisa melaporkan aku ke polisi, Bri. Asalkan kamu mau memaafkanku, sungguh, aku tidak tahu bahwa semuanya akan berakhir seperti ini," mohon Gian."Aku tidak sekejam itu, Gi. Itu hanya akan menyakiti hati Ethan. Penyesalan selalu datang di akhir." Ucap Briana dengan bijak."Apa yang harus aku lakukan lagi, Bri? Bagaimana aku bisa menebus kesalahanku padamu?" tanya Gian yang sudah prustasi."Jangan tanyakan padaku, pikirkan sendiri!" Briana meletakkan kotak berisi kenangan masa lalu di meja di samping Gian. Lalu, Briana berjalan masuk untuk melihat Ethan.Ketika sampai di kamar Gian, Briana melihat mama dan nenek Gian berada di sana."Tadi mama melihat kamu sedang berbicara dengan Gian,
Davira merasa bingung harus memberikan jawaban yang tepat. Dia memberikan isyarat kepada Briana untuk menjelaskan situasinya sendiri. Namun, Briana juga merasa kebingungan dalam menanggapi pertanyaan Ethan."Tante, kenapa Tante diam saja? Apakah Tante tahu kenapa Daddy tidak tinggal di rumah Ethan?" tanya Ethan lagi."Ethan, makan dulu!" perintah Briana, yang langsung mendapat tatapan protes dari anaknya."Mommy, Ethan masih ingin ngobrol sama Tante," rengek bocah itu."Ethan, tidak melihat bahwa Tante juga bingung. Sekarang, makanlah, Mommy akan memberimu makan. Jangan pikirkan itu lagi, yang penting Ethan sudah bertemu Daddy, bukan?" kata Briana."Iya, Mommy," jawab Ethan sambil turun dari pangkuan Davira."Maaf ya, Ethan Sayang. Tante tidak tahu," kata Davira sembari mengusap pipi Ethan. Ethan membalasnya dengan anggukan lemah, padahal ia sangat penasaran.Setelah Ethan selesai makan, ia bermain game di ponsel Briana. Sementara itu