🏵️🏵️🏵️
“Iya, Buk, masuk aja.” Mas Bimo mempersilakan wanita itu masuk.
“Ibu mau minta tolong sama kamu.” Ibu mertua langsung duduk di samping anaknya.
“Minta tolong apa, Buk?”
“Ibu kasihan lihat Kakak kamu.”
“Memangnya ada apa, Buk?”
“Kak Mira sekarang lagi kesusahan. Untuk makan aja kadang bingung harus cari duit dari mana.” Wanita itu selalu saja sangat menunjukkan perhatiannya terhadap anak perempuannya walaupun telah memiliki keluarga.
“Jadi, maksud Ibu gimana?” tanya Mas Bimo.
“Bantulah keponakan kamu untuk beli beras.”
“Kan, ada Mas Fajar, Buk.”
“Fajar sekarang nggak bisa diharapkan.”
“Kenapa jadi Ibu yang bingung? Kak Mira, kan, udah punya keluarga. Suaminya harusnya usaha untuk memenuhi kebutuhan istri dan anaknya.” Sepertinya Mas Bimo tidak setuju dengan sikap ibunya yang terlalu mencampuri rumah tangga Kak Mira.
“Jangan pelit sama kakak sendiri. Tuh, istri kamu pegang duit banyak.” Ibu mertua melihat uang dalam genggamanku yang belum sempat aku simpan.
🏵️🏵️🏵️
Sepertinya ibu mertua tidak bisa terlepas dari ketamakannya. Ada saja alasannya jika menginginkan sesuatu. Apa mungkin dia telah mengetahui rencana Mas Bimo? Sejak kapan dia berada di depan pintu kamar? Apa dia menguping pembicaraanku dengan anaknya?
Jika dia memang tidak setuju dengan niat Mas Bimo yang ingin membelikan kalung untukku, harusnya dia bilang saja terus terang. Aku juga tidak ingin dianggap sebagai menantu yang lebih mementingkan diri sendiri saat keluarga suami sedang dalam kesusahan.
Aku ikhlas menyerahkan uang pemberian Mas Bimo kalau Kak Mira memang benar-benar membutuhkannya. Namun, jika ibu mertua hanya menjadikannya sebagai alasan, aku tidak ikhlas. Bagaimana caranya agar aku mengetahui yang sebenarnya? Aku sangat tahu pasti sifat Kak Mira yang sama persis seperti ibunya.
Bisa saja mereka bekerja sama untuk mendapatkan uang Mas Bimo agar aku tidak memiliki kesempatan untuk menggunakannya. Aku tidak bermaksud menuduh, tetapi itu kenyataan. Mereka selalu berusaha agar Mas Bimo melakukan apa pun yang sesuai dengan keinginan mereka.
“Jangan, Buk. Itu duit Clara.” Mas Bimo memberikan balasan kepada ibunya.
“Sejak kapan dia punya uang? Kamu yang mati-matian kerja, kenapa harus dia yang menikmatinya?” Sepertinya bukan hanya ketamakan yang mengalir dalam darahnya, tetapi rasa dengki juga.
“Uangku, ya, uang Clara. Dia istriku, ibu dari anakku. Apa Ibu ingin menyamakan Clara dengan Ibu? Karena Ibu hampir tidak pernah terima uang dari Bapak, jadi Ibu berharap agar Clara juga mengalami hal yang sama? Itu nggak akan aku biarkan karena aku bukan suami tidak bertanggung jawab.”
Sungguh, aku benar-benar terkejut mendengar penuturan Mas Bimo. Ini untuk pertama kali, dirinya mengungkapkan kelakuan bapaknya yang sebenarnya. Apa mungkin kesabaran Mas Bimo sudah mulai terkikis? Atau dia sengaja ingin menyadarkan ibunya?
Wajah mertua tampak memerah, beliau pun langsung berdiri. “Ternyata ini balasanmu sebagai anak? Kamu udah terpengaruh dengan istrimu untuk menghina bapakmu sendiri!” Beliau meninggikan suara.
“Saya nggak habis pikir, kenapa Ibu dibutakan oleh cinta hingga tidak pernah menganggap Bapak bersalah. Padahal sangat jelas kalau beliau tidak pernah peduli terhadap keluarga. Bapak hanya mementingkan diri sendiri. Tahunya hanya makan dan tidur.”
Mas Bimo makin menjelaskan kelakuan bapaknya yang tidak pernah memedulikan apa pun yang kurang di rumah ini. Jangankan untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak, untuk beli rokoknya saja tidak mampu.
Baru kali ini aku melihat orang tua yang masih sehat, tetapi tidak memiliki niat untuk mencari nafkah istri dan anaknya. Dia bahkan sangat santai menikmati makanan yang aku masak tanpa berpikir apakah penghuni rumah ini sudah makan atau belum. Hal itu sering terjadi saat makan siang.
Jika orang tua itu melihat lauk masih banyak, dirinya seolah-oleh berpikir kalau semua yang dihidangkan itu hanya untuknya. Aku sering mengingatkan agar dia tidak lupa dengan orang-orang yang belum makan. Mungkin dia tidak terima, dia pun langsung merengut.
“Iya, Bapak tahu!” jawabnya dengan nada ketus.
Aku ingin tertawa setiap melihat tingkahnya yang kekanakan. Aku sangat sering berpikir, entah apa yang ibu mertua harapkan dari suami seperti itu. Melihat wajah dan tingkahnya saja membuatku ingin berkata kasar. Dia berhasil menambah berat dosaku.
“Berani kamu bicara seperti itu tentang Bapak kamu?” Ibu mertua kembali membuka suara. Kali ini, jari telunjuknya di arahkan ke wajah Mas Bimo.
“Aku hanya ingin Ibu sadar.” Mas Bimo tetap memberikan jawaban.
“Jangan jadi anak durhaka kamu, Bimo.” Ibu mertua menatap sinis ke arahku lalu keluar kamar.
Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana saat ini. Apa Mas Bimo akan tetap mengajakku ke toko emas untuk membeli kalung yang dia janjikan? Apa kata ibu mertua nanti jika perhiasan itu tergantung di leherku?
🏵️🏵️🏵️
Mas Bimo benar-benar menepati janjinya malam ini. Dia tampak sangat bahagia setelah mewujudkan harapannya untuk membeli barang yang belum pernah dia berikan sebelumnya kepadaku. Kami pun segera keluar dari toko emas lalu menuju tempat makan.
Kami sengaja tidak mengisi perut di rumah tadi karena Mas Bimo ingin mengajakku makan di tempat favorit kami saat masih menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Kami paling suka nasi goreng yang tempatnya di sekitar Ampera.
Akhirnya malam ini, aku kembali menikmati nasi goreng yang menurutku enak di kota ini. Kalau di Samarinda, Papa lebih sering mengajak makan ke restoran mewah walaupun kadang, aku ingin merasakan kesederhanaan seperti teman-teman lain. Namun, Papa tidak memberikan izin.
Aku sangat tahu kalau keluarga Papa sejak dulu memang sudah hidup berkecukupan. Tambang batubara milik Opa diwariskan kepada Papa sebagai anak tunggal. Oleh karena itu, Opa ingin punya menantu yang status sosialnya sepadan dengan keluarga mereka.
Keluarga Mama adalah pemilik salah satu mal terbesar di Samarinda. Oleh karena kehidupan yang serba mewah dan berkecukupan, Papa dan Mama tidak membiarkan aku bergaul dengan orang yang mereka anggap tidak pantas. Terus terang, aku lelah dengan kehidupan seperti itu.
Saat aku masih sekolah, tidak sedikit laki-laki yang mendekatiku bahkan mengutarakan cinta kepadaku. Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang masuk kriteria Papa. Beliau langsung memintaku menjauhui mereka, padahal salah satu di antaranya merupakan cinta pertamaku. Kami satu sekolah sejak SMP hingga SMA.
Aku sering kecewa melihat sikap Papa. Status sosial selalu dijadikan sebagai acuan untuk menjalin sebuah hubungan. Beliau sangat tegas dan egois. Untung saja Kak Revan menemukan istri yang memang masuk dalam kriteria Papa. Kakak sulungku itu bahkan dijadikan perbandingan ketika aku memilih menikah dengan Mas Bimo.
=============
Terima kasih udah mampir.
🏵️🏵️🏵️ Satu kebenaran lagi yang membuatku terkejut, tetapi juga bahagia. Ternyata suami Bu Dewi adalah adik kandung papi mertua. Pantas saja sifatnya sangat mirip dengan Mas Bimo. Di samping itu, Bu Dewi juga menyayangi Bagas seperti cucu sendiri. Sebenarnya, beberapa petunjuk telah mengungkapkan kebenaran itu, tetapi aku tidak berani menyimpulkan. Bu Dewi sama sekali tidak mengetahui kebenaran tentang Mas Bimo dari awal karena mereka bertetangga sejak suamiku itu telah duduk di bangku SMP. Mungkin jika Bu Dewi bertemu Mas Bimo waktu masih kecil, pasti wanita itu akan mengenali keponakannya sendiri. Aku sangat bahagia karena ternyata Mas Bimo memiliki keluarga yang sifatnya tidak kasar seperti keluarga yang membesarkannya. Ini benar-benar anugerah yang aku harapkan selama ini. Akhirnya, aku berada di tengah-tengah orang-orang yang berhati mulia. 🏵️🏵️🏵️ Aku dan Mas Bimo berhasil mengajak Andrew pulang setelah kami memberikan penjelasan dan pengertian kepadanya. Dia berjanji
🏵️🏵️🏵️ “Ibu udah nggak ada, Sayang.” Aku tidak mengerti apa maksud Mas Bimo. “Nggak ada? Maksudnya apa?” tanyaku ingin tahu. “Ibu udah pergi untuk selamanya seminggu yang lalu.” “Apa?” Aku sangat terkejut. Walaupun wanita yang aku anggap sebagai ibu mertua selama ini sering menyakitiku, tetapi aku tidak pernah berharap agar dirinya pergi secepat ini. “Walaupun beliau bukan ibu kandungku, tetapi beliau yang telah merawat dan membesarkanku.” Mata Mas Bimo berkaca-kaca. “Ibu sakit apa, Mas?” Mas Bimo akhirnya menceritakan apa yang terjadi terhadap Bu Sukma—wanita yang telah menganggap dirinya sebagai anak selama ini. Bu Sukma disiksa habis-habisan oleh orang-orang suruhan istri laki-laki yang memiliki hubungan terlarang dengannya. Bu Sukma patah tulang dan tiba-tiba lumpuh hingga membuat dirinya tidak dapat bertahan hidup. Di samping itu, wajah wanita itu juga disiram menggunakan air keras. Beliau sempat dirawat beberapa minggu di rumah sakit. “Permintaan terakhirnya, tidak m
🏵️🏵️🏵️ Hari ini genap sebulan, aku dan Bagas berada di kota ini. Entah kenapa akhir-akhir ini, aku sering merasa pusing dan mual. Padahal, aku harus membantu Mama mempersiapkan acara ulang tahun Bagas. Walaupun hanya mengundang keluarga dan kerabat dekat, tetapi Mama ingin memberikan yang terbaik untuk Bagas. “Ini perayaan ulang tahun Bagas yang pertama kali di rumah ini. Sebelumnya, kamu tidak pernah menghubungi Mama atau Papa jika Bagas ulang tahun.” Aku sedih mendengar ucapan Mama. “Jadi, Mama ingin acaranya tampak meriah. Ini juga Papa yang ngusulin.” Ternyata Papa tetap sangat menyayangi Bagas walaupun pintu hatinya belum terbuka untuk memberikan maaf kepadaku. “Terima kasih, Mah. Maafin Cla.” Aku pun mencium pipi Mama. “Yang lalu biarlah berlalu. Yang penting sekarang kamu udah kembali pulang.” Beliau mengecup puncak kepalaku. Uek! Aku kembali merasakan mual seperti beberapa hari terakhir ini. Ada apa denganku? Apa mungkin … tidak! Aku belum siap hamil dalam status yang
🏵️🏵️🏵️ Suara telepon masuk mengagetkanku, juga membuyarkan lamunanku tentang Mas Bimo. Aku melihat nama Andrew di layar. Kenapa pria itu meneleponku malam-malam? Apa mungkin ada hal penting yang ingin dia sampaikan? Walaupun aku telah berusaha menghindarinya, tetapi tidak membuat dirinya untuk menjauhiku. Terus terang, aku merasa bersalah dan kasihan melihat pengorbanannya yang tetap setia mencintaiku. Namun, aku tidak memiliki balasan untuk itu. “Halo.” Aku pun mengangkat teleponnya. “Maaf, ganggu kamu malam-malam.” Dia tetap bersikap sopan terhadapku. “Ada apa?” tanyaku singkat. “Mami minta foto suami kamu.” “Untuk apa?” Aku penasaran. “Tadi mereka melihat laki-laki yang mirip denganku. Papi dan Mami udah cerita tentang kemiripan aku dengan suamimu. Pantes aja Bagas cepat dekat denganku. Kenapa kamu nggak ngomong selama ini, Cla?” Ternyata Andrew baru tahu kebenaran tentang kemiripan dirinya dengan Mas Bimo. Dia tidak tahu kalau aku baru menyadarinya setelah kembali berte
🏵️🏵️🏵️ Bukan hanya aku yang merasa heran, tetapi Mama juga. Wanita itu justru berharap kalau anak Om Rio dan Tante Marisa yang hilang saat masih kecil adalah Mas Bimo. Beliau mengaku yakin kalau hal itu memang benar, Papa akan memberikan maaf kepadaku. Aku tidak tahu harus bersikap seperti apa karena Mama tidak tahu pasti permasalahan yang aku hadapi dengan Mas Bimo. Jika laki-laki yang masih berstatus sebagai suamiku itu memang benar anaknya Om Rio dan Tante Marisa, tidak menutup kemungkinan kalau kami akan diminta kembali bersatu. Apakah perbuatan Mas Bimo akan makin nekat jika memiliki banyak uang dan harta? Saat dia masih hidup apa adanya, dirinya berani bermain api dengan wanita lain. Aku tidak sanggup membayangkan hal itu akan terulang kembali. Mungkin aku lebih baik mencoba menerima kenyataan jika kami tidak memiliki hubungan lagi. Jadi, aku tidak akan melarangnya bergaul dengan wanita mana pun jika ikatan kami telah terputus. Aku tidak akan memaksa dirinya untuk tetap me
🏵️🏵️🏵️ “Cla! Tante Marisa minta kamu ke sini. Katanya beliau kangen!” Aku mendengar teriakan Mama. “Iya, Mah.” Aku tidak mampu menolak ataupun mengelak. Aku segera berjalan menuju ruang tamu lalu duduk di samping Mama. Sementara Bagas duduk di pangkuan Papa. “Anak kamu, Cla?” tanya Tante Marisa kepadaku sambil menunjuk Bagas. “Iya, Tante.” “Tampan, ya. Tapi, kok, mirip Andrew?” Apa? Apa yang kurasakan dan Bagas, ternyata keluar dari bibir Tante Marisa. Sejak awal melihat Andrew, aku juga merasa kalau dirinya memiliki kemiripan dengan Mas Bimo. Apa mungkin hal ini hanya kebetulan saja? Aku pernah dengar bahwa manusia memiliki tujuh kembaran tidak sedarah. Atau setidaknya mempunyai orang yang benar-benar mirip dengan dirinya. Menurut sains, hal ini memang sangat mungkin terjadi karena kemiripan susunan genetik yang dimiliki tiap manusia. Itu artinya, aku telah menemukan satu orang yang mirip dengan Mas Bimo. Aku tidak tahu apakah itu fakta atau mitos. Namun, waktu masih duduk