Share

PENYESALAN

Author: Putri putri
last update Last Updated: 2025-07-10 14:08:06

“Selamat jalan, Hani, semoga suatu saat nanti kita bisa bertemu lagi. Jangan lupa hubungi aku kalo nanti kamu sudah punya ponsel.”

Ica melepas kepergian Hani dengan derai air mata. Meski baru kenal sebentar tapi Hani telah memberinya banyak pelajaran hidup dan bantuan yang sangat bermanfaat untuk keluarganya. Mengetahui wanita itu akan segera pindah, Ica sengaja mampir untuk sekedar mengucapkan selamat jalan dan berterima kasih.

“Salah buat keluarga kamu, ya. Tetap semangat, oke! Yakinlah semua akan indah pada waktunya.” Hani memeluk Ica sekilas kemudian berjalan menyeret kopernya.

Di tepi jalan, Arif sudah berdiri di samping mobilnya menyambut Hani yang berjalan semakin mendekat. Ia benar-benar sangat bahagia karena akhirnya Hani memutuskan untuk mau berpura-pura menjadi mama Danish juga tinggal bersamanya meski hanya sebagai pengasuh.

“Siap?” tanya Arif setelah duduk dibalik kemudi sembari memandang wajah Hani yang kini duduk di sebelahnya.

“Ya,” jawab Hani singkat.

Mobil melaju pelan di jalanan yang cukup ramai, sesekali mereka terlibat obrolan ringan mengenai Danish atau hal-hal tak penting yang dilihatnya di jalan. Perjalanan dari rumah kontrakan Hani menuju rumah sakit sebenarnya bisa ditempuh dalam waktu setengah jam, namun kali ini lebih lama karena ada perbaikan jalan yang membuat mereka beberapa kali terjebak macet.

Arif melirik Hani yang kini terlihat mengantuk. Semalam ia memang terpaksa ikut menunggu Danish di rumah sakit karena anak itu tak mau sekalipun lepas darinya. Ia merasa Hani sekarang sudah benar-benar berbeda dengan Hani yang dikenalnya dulu terutama dari segi penampilan. Ia yang dulu sering berpakaian seksi kini terlihat tomboy dengan kaus oblong yang selalu melekat di badannya dan rambut yang dicepol asal. Meski begitu bukan berati ia tak cantik, Arif malah semakin terpesona melihat Hani yang sekarang.

“Ayo turun,” ajak Arif setelah mereka sampai di rumah sakit dan hanya dibalas anggukan oleh Hani.

Danish memang dijadwalkan pulang hari ini, namun sebelum itu, ia harus menunggu dokter untuk pemeriksaan terakhir.

Untuk menghilangkan suntuk, Hani mengajak Danish keluar untuk mencari udara segar karena dokter baru akan datang dua jam lagi. Ia membawa anak itu duduk di sebuah bangku yang terletak di taman kecil sebelah koridor sembari melihat orang yang berlalu lalang.

“Mama beneran mau pulang sama Danish, kan?” tanya Danish memastikan.

“Iya dong, kan bajunya udah di bawa di mobil papa.”

Bagi Hani tak terlalu sulit untuk berpura-pura manis di hadapan Danish. Meski rasa bersalah tetap menyeruak dihatinya, paling tidak ia bisa membuat anak itu bahagia.

Setelah puas duduk, Hani memutuskan untuk membawa Danish kembali ke dalam kamar. Namun di tengah koridor Hani menangkap sesosok wanita yang baru saja turun dari mobil dan kini tengah berlari menuju ruang gawat darurat. Bukan wanita itu yang menjadi perhatian Hani melainkan sesosok bayi berbungkus selimut dalam dekapannya yang ia yakin sebagai anak kandungnya.

“Nara?” gumam Hani pelan.

Merasa penasaran Hani berhenti sembari memperhatikan Nara serta dua orang berseragam baby sitter serta seorang laki-laki yang ia kenal sebagai sopir pribadinya. Hani memutuskan duduk dengan memberi alasan sedang menunggu papa yang tengah mengurus administrasi pada Danish.

Dari jarak yang cukup jauh serta berlindung tanaman hias, Hani yakin Nara tak akan sadar jika sedang diperhatikan. Melihat tingkah Nara yang terlihat panik dan gelisah membuat Hani berpikiran jika bayinya sedang tak baik-baik saja.

Lagi-lagi perasaan aneh hinggap di hati Hani. Rasa bersalah sekaligus menyesal menyeruak saat ia tak bisa berbuat apa-apa melihat bayi yang keluar dari perutnya berada di rumah sakit. Saat ia rela begadang semalaman menunggu anak orang, ia malah membiarkan anak sendiri kesakitan bersama orang lain.

“Mama kenapa?” tanya Danish polos.

Hani menggeleng sembari menyeka air matanya yang hendak terjatuh.

Percuma saja menyesal, karena semua tak akan berubah. Hani tetap bertekad untuk tak menemui bayi yang kini sudah menjadi anak Nara. Lagi pula ia yakin jika bayinya pasti bahagia bersama Nara. Dari raut wajah yang berantakan itulah Hani tahu jika Nara sangat menyayangi anaknya.

“Keluarga Amelia Sanjaya.”

Hani mendengar dengan jelas saat perawat menyebutkan sebuah nama yang ia yakini sebagai nama anaknya.

“Amelia Sanjaya,” gumam Hani pelan.

Setelah beberapa bulan berlalu, baru kali ini ia tahu nama bayinya itu pun karena tak sengaja, sebuah nama cantik yang ia yakin secantik wajahnya. Dari nama itu, Hani sadar jika anak itu bukan lagi miliknya. Nama Sanjaya yang tersemat padanya cukup menunjukkan jika Amel adalah cucu seorang konglomerat yang tak lain adalah ayah Rahman Sanjaya yang artinya orang lain tak akan percaya dan menganggapnya gila saat mengakui anak itu lahir dari rahimnya.

Hani memutuskan untuk membawa Danish kembali ke kamar. Tega tak tega, Hani telah bertekad untuk melupakan dan merelakan bayi itu. Jika suatu saat nanti Tuhan menakdirkan bayi itu tahu ibu kandungnya, bukan sebuah pengakuan atau panggilan mama yang ia harapkan, melainkan kata maaf untuk seorang ibu yang tega menukar bayinya dengan uang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DILEMA WANITA PENDOSA   PENYESALAN

    “Selamat jalan, Hani, semoga suatu saat nanti kita bisa bertemu lagi. Jangan lupa hubungi aku kalo nanti kamu sudah punya ponsel.”Ica melepas kepergian Hani dengan derai air mata. Meski baru kenal sebentar tapi Hani telah memberinya banyak pelajaran hidup dan bantuan yang sangat bermanfaat untuk keluarganya. Mengetahui wanita itu akan segera pindah, Ica sengaja mampir untuk sekedar mengucapkan selamat jalan dan berterima kasih.“Salah buat keluarga kamu, ya. Tetap semangat, oke! Yakinlah semua akan indah pada waktunya.” Hani memeluk Ica sekilas kemudian berjalan menyeret kopernya.Di tepi jalan, Arif sudah berdiri di samping mobilnya menyambut Hani yang berjalan semakin mendekat. Ia benar-benar sangat bahagia karena akhirnya Hani memutuskan untuk mau berpura-pura menjadi mama Danish juga tinggal bersamanya meski hanya sebagai pengasuh.“Siap?” tanya Arif setelah duduk dibalik kemudi sembari memandang wajah Hani yang kini duduk di sebelahnya.

  • DILEMA WANITA PENDOSA   BERTEMU

    Hani berjalan pelan melewati lorong rumah sakit yang penuh orang berlalu-lalang. Dia jan besuk seperti sekarang ini biasanya area rumah sakit cenderung ramai karena banyak orang yang datang untuk menjenguk sanak saudaranya. Setelah berpikir semalaman, Hani memutuskan untuk memenuhi permintaan Arif menemui Danish demi kesembuhan anak tersebut. Arif memang tak pernah memaksa hanya saja ia akan merasa berdosa jika sampai keadaan Danish terus memburuk bahkan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.Setelah menanyakan pada resepsionis perihal kamar yang ditempati Danish, kini Hani melangkah pasti menuju area beberapa ruang perawatan VVIP yang harga per malamnya setara dengan setengah gajinya kerja di toko tempat kerjanya kemarin.Hani berdiri sejenak di depan pintu setelah menemukan ruangan yang ia cari. Keraguan mendadak datang saat tangannya terulur hendak mengetuk pintu. Ia takut kehadirannya di sini akan membawa masalah baru dalam hidupnya yang kini sudah sangat rumit. Belum juga

  • DILEMA WANITA PENDOSA   BIMBANG

    “Hani, kamu kerja di sini?”“Kenapa enggak balik aja sih, Han?”“Jangan sok suci, deh!”Hani sudah mulai terbiasa dengan pertanyaan-pertanyaan mengejutkan dari beberapa teman lamanya yang tak sengaja melihat pekerjaan barunya. Semenjak bertemu Mami Can tempo hari, banyak teman-temannya yang penasaran dengan perubahan hidup Hani. Ada yang datang untuk bertemu dan da beberapa yang sengaja datang hanya untuk melihat atau menunjukkan rasa peduli dengan menawarkan bantuan. “Cantik sih, tapi murahan.”Kasak-kusuk mulai terdengar dari teman kerja yang kini mulai tahu jika Hani adalah mantan wanita malam. Wanita berpakaian minim yang akhir-akhir ini sering datang cukup menunjukkan jati diri Hani yang sebenarnya. Belum lagi masalah Rahman dan Arif yang beberapa kali berusaha menemuinya dijadikan bahan gosip terhangat yang hampir di bahas setiap jam istirahat atau pulang.“Apa rumor yang beredar itu benar?” tanya seorang lelaki berusia cukup muda yang kini duduk tepat di hadapan Hani.“Ya, be

  • DILEMA WANITA PENDOSA   MAMA

    Hari-hari Hani berjalan seperti biasa, berangkat kerja di pagi hari, bekerja sepanjang siang dan pulang menjelang petang sangat berbeda dengan pekerjaannya sebelumnya. Namun ada hal yang paling ia suka sekarang yaitu setiap hari bisa tidur dengan puas sepanjang malam. Ditempat kerja Hani juga merasa senang karena bisa bertemu banyak orang dengan berbagai karakter. Terkadang ada seseorang pembeli yang baik dan ramah hingga tak mau menerima uang kembalian atau malah bertemu tante-tante judes yang selalu memarahinya dan hal itu cukup membuat hidupnya sedikit berwarna. Semua itu sangat berbeda dengan pekerjaannya dulu yang setiap hari bertemu orang-orang sok manis namun mempunyai tujuan terselubung.“Yakin enggak mau balik? Om Hari sering nanyain kamu.”Hani mengingat perkataan Mami Can-mantan bosnya dua hari yang lalu saat mereka tak sengaja bertemu di toko. Meski Hani memilih merantau di berbeda kota, namun dunia ini terlalu sempit untuk menghindari orang-orang dari masa lalunya. Nyata

  • DILEMA WANITA PENDOSA   SALAH ATAU BENAR

    “Jadi kamu mantan wanita penghibur?” tanya Ica antusias.“Ya bisa dibilang seperti itu,” jawab Hani santai.“Udah dapet apa aja kerja begituan?”“Uang, mobil, rumah, jalan ke luar negeri dan banyak lagi.”Mata Ica membelalak saat mendengar semua hal yang disebutkan oleh teman barunya. Ia bahkan tak percaya gadis berwajah manis nan lugu seperti Hani pernah melakoni pekerjaan hina seperti itu.“Kenapa berhenti? Biasanya wanita seperti itu akan berhenti saat berhasil menemukan lelaki yang bisa menerimanya dan membuatnya bahagia.”Hani tersenyum kecut, omongan Ica memang tak sepenuhnya salah. Rata-rata temannya pensiun setelah berhasil menikah dengan lelaki kaya yang atau lelaki yang benar-benar menerimanya. Bahkan tak jarang mereka mau dijadikan istri kedua, ketiga bahkan keempat asalkan orang itu kaya dan mampu memenuhi kebutuhannya. Namun itu hanya sebagian besar, karena banyak juga yang memilih tak menikah sampai akhir hayat mereka dan Hani merasa ia akan menjadi golongan itu.“Apa

  • DILEMA WANITA PENDOSA   JODOH SANG PENDOSA

    “Selamat bekerja, semoga betah, ya!” Hani tersenyum menyambut pelukan seorang wanita berambut pirang yang baru saja membatunya untuk agar bisa bekerja di sebuah toko roti langganannya. Wanita itu adalah salah satu seniornya di lokalisasi yang kini telah berhasil keluar dan berhasil membangun sebuah keluarga yang bahagia.Kini giliran Hani yang sedang berjuang. Meski sedikit terlambat, tapi ia tetap bersyukur Tuhan memberinya kesempatan dan membuka matanya meski dengan cara yang sangat menyakitkan. Tak ingin mengecewakan, Hani berusaha bekerja sungguh-sungguh meski ia tahu gaji yang dapatkan hanya cukup untuk makan dan membayar kontrakan rumah. Berbeda dengan pekerjaannya dulu yang dalam sekali bayaran bisa untuk membeli sebuah sepeda motor.“Bekerja keraslah, Hani! Perut kamu butuh makan,” batinnya.Awal merantau ke kota, Hani juga bekerja menjadi pelayan cafe. Dari situlah awal mula ia mengenal dunia hitam yang sempat mengubah hidupnya. Ia yang saat itu sangat membutuhkan uang unt

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status