Share

BERTEMU

Author: Putri putri
last update Last Updated: 2025-07-09 13:51:19

Hani berjalan pelan melewati lorong rumah sakit yang penuh orang berlalu-lalang. Dia jan besuk seperti sekarang ini biasanya area rumah sakit cenderung ramai karena banyak orang yang datang untuk menjenguk sanak saudaranya. Setelah berpikir semalaman, Hani memutuskan untuk memenuhi permintaan Arif menemui Danish demi kesembuhan anak tersebut. Arif memang tak pernah memaksa hanya saja ia akan merasa berdosa jika sampai keadaan Danish terus memburuk bahkan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Setelah menanyakan pada resepsionis perihal kamar yang ditempati Danish, kini Hani melangkah pasti menuju area beberapa ruang perawatan VVIP yang harga per malamnya setara dengan setengah gajinya kerja di toko tempat kerjanya kemarin.

Hani berdiri sejenak di depan pintu setelah menemukan ruangan yang ia cari. Keraguan mendadak datang saat tangannya terulur hendak mengetuk pintu. Ia takut kehadirannya di sini akan membawa masalah baru dalam hidupnya yang kini sudah sangat rumit. Belum juga mengetuk, Hani terperanjat saat pintu tiba-tiba terbuka menampakkan sesosok lelaki yang raut wajah lelah dan kacau.

“Hani,” sapa Arif setengah tak percaya jika akhirnya Hani mau datang.

“A-aku mau jenguk Danish,” ucap Hani ragu.

Tanpa aba-aba Arif langsung meraih tangan Hani dan menyeretnya pelan.

“Danish, coba lihat siapa yang datang,” ucap Arif setengah berteriak.

Seorang anak yang tadinya sedang asyik bermain ponsel seketika menoleh.

“Mama ... “ pekik Danish dengan wajah yang berbinar.

Hani tersenyum kecil dan berjalan mendekati bocah yang kini tersenyum padanya. Jika saja tangannya tak terpasang selang infus, sudah tentu ia akan turun dan berlari ke arahnya.

“Mama kenapa baru datang,” tanya Danish yang kini sudah berada dalam pelukan Hani.

“Ma-Mama kerja, Sayang.” Hani beralasan.

“Aku udah nunggu mama dari kemarin, tapi papa bilang mama enggak akan datang. Tapi aku enggak percaya, terus aku berdoa biar mama cepat datang dan sekarang mama beneran datang.”

Seketika nafas Hani terasa sesak mendengar pengakuan Danish, sebegitu pentingkah dirinya hingga anak itu menyelipkan namanya dalam doa. Mata Hani mengembun saat merasakan pelukan hangat dari tangan kecil nan lemah dari seorang anak yang kata ayahnya begitu merindukannya.

“Cepat sehat ya, sayang, jangan sakit lagi.” Hani membingkai wajah Danish yang kini terlihat pucat dan semakin ciut.

“Mama enggak usah kerja lagi, ya. Aku janji enggak akan minta mainan atau jajan banyak-banyak lagi yang penting aku sama mama terus.”

“Iya, Sayang.” Sekali lagi Hani membawa Danish ke dalam pelukannya.

Entah dia terjebak atau sengaja menjebakkan diri, yang jelas kini ia tak ingin lari meninggalkan Danish lagi.

Arif mengembuskan nafas lega melihat pemandangan di depannya, ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Danish jika Hani tetap tak mau datang. Entah bagaimana hubungannya dengan Hani ke depannya, yang jelas wanita itu sudah menyelamatkan hidupnya juga anaknya.

“Nenek, ini mama Danish sekarang. Ya kan, Pa?” Dengan bangga Danish memperkenalkan Hani pada wanita bergamis lebar yang sedari tadi menatap mereka dengan mata berkaca-kaca.

Hani yang terkejut karena tak tahu ada orang selain Danish dan Rahman dalam ruangan itu seketika mengangguk dan tersenyum pada wanita yang wajahnya sangat mirip dengan Arif.

“Saya Hani, Bu ... “ Hani mencium takdim tangan wanita berkaca mata itu.

“Saya Rohmah, Ibunya Arif,” jawab wanita yang ternyata mempunyai suara begitu lembut.

Hani mengangguk malu, ia tak menyangka bisa berkenalan dengan orang tua mantan pelanggannya itu. Untung saja hari ini ia berpakaian cukup sopan yaitu kaos oblong berwarna putih dipadukan dengan sweater juga celana jeans panjang yang kini menjadi setelan pakaian ternyaman yang sering dipakainya setelah memutuskan pensiun menjadi wanita penghibur.

Sejenak semua yang ada di ruang itu terdiam, tak terkecuali dengan Hani yang merasa sungkan berada di tengah keluarga Arif. Ditambah tatapan Bu Rohmah yang membuatnya mati kutu. Ia tak tahu harus menjelaskan apa jika ditanya masalah panggilan mama yang disematkan oleh Danish. Juga ketakutannya saat wanita itu tahu jika dirinya adalah pernah menjadi teman kencan anak lelakinya.

“Terima kasih sudah mau datang, Nak. Maaf kalo kami selalu merepotkan. Tapi yang jelas ibu mohon agar kamu bisa membantu Danish. Segala cara sudah kami lalukan tapi tak bisa membuatnya melupakan mendiang ibunya kecuali saat ia antusias jika ingin memiliki mama lagi seperti teman-temannya. Mungkin kamu adalah wanita yang dikirimkan Tuhan untuk merawat dan mengasuh Danish jadi tolong pikirkan penawaran Arif.”

Kali ini otak Hani terasa ngeblenk, ia tak tahu maksud akan pernyataan Bu Rohmah barusan. Saat ia selalu mengutuk dirinya sendiri sebagai wanita kotor, Bu Rohman malah menganggapnya seorang penolong. Lalu penawaran apa yang ia maksud, apa mungkin penawaran menjadi mama Danish seperti yang Arif minta sebelumnya? Hani merasa dirinya sudah benar-benar terjebak di lubang dalam dan sangat sulit untuk keluar.

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DILEMA WANITA PENDOSA   KEMBALI

    Hani terdiam mengamati kerlap kerlip lampu jalan yang kini dilewatinya. Semenjak berangkat beberapa saat yang lalu, jantungnya terus berdebar tak karuan memikirkan tentang pertemuan keluarga yang akan dilakukan nanti. Saat ini Hani dan keluarga sedang dalam perjalanan menuju sebuah restoran untuk memenuhi undangan Amel dan keluarganya. Meski hanya makan malam biasa namun Hani merasa ini pertemuan tak biasa. Arif menggandeng Hani menelusuri lorong yang dihiasi banyak lampu cantik berwarna-warni memasuki restoran bertema outdoor dengan banyak kolam di areanya. “Itu mereka di sana, Pa, ma.” Danish menunjuk ke sebuah ruangan privat yang dibatasi dengan kaca. Amel dan Danish sengaja memilih ruangan itu agar mereka bisa nyaman mengobrol. Keduanya juga tahu pertemuan ini pasti akan dijadikan ajang reuni oleh orang tua mereka. Hani terkesiap saat pandangan matanya menangkap sosok lelaki berbadan tegap yang duduk memunggunginya. Tanpa melihat

  • DILEMA WANITA PENDOSA   MENGAPA

    “Rokok terus! Kopi terus!” Sambil menyiram bunga Hani melirik pada lelaki yang kini tengah duduk di teras samping sambil terus terbatuk.“Iya besok dikurangi, Sayang!”“Bilangnya setiap hari mau ngurangin tapi nyatanya setiap hari habis dua bungkus,” sindir Hani.Arif hanya tersenyum sambil mengerlingkan mata pada Hani. Sudah menjadi kebiasaan jika ia batuk, maka istrinya pasti akan terus menyindirnya.Hani yang melihat tingkah suaminya hanya mendengkus kesal, di usianya yang lebih dari 45 tahun Arif masih saja kuat merokok. Sebenarnya tak apa jika badan lelaki itu selalu sehat tapi pada kenyataannya Arif sering sekali menderita batuk yang membuat Hani sangat geram karena susah dinasihati.“Udah tahu batuk begitu, ngerokok terus!” Hani masih terus mengomel meski tahu itu hanya dianggap angin oleh Arif.“Jangan ngomel terus, mama, nanti cantiknya ilang.” Danish yang baru saja keluar langsung mengecup lembut pipi Hani.“Gimana enggak marah, papamu itu susah

  • DILEMA WANITA PENDOSA   PERMINTAAN TERAKHIR

    “Sayang, aku besok pergi ke luar kota dua hari kamu mau ikut?” tanya Arif sambil menikmati sarapannya.“Em .... mungkin enggak. Besok Danish ujian jadi aku harus standby buat dia.”“Tapi kamu enggak apa-apa ‘kan aku tinggal? Soalnya ini penting banget dan gak bisa diwakilkan.”“Iya, Mas, aku baik-baik aja. Paling kamu yang sebentar-sebentar telepon aku bilang kangen.” Hani mengerlingkan matanya.“Aku memang selalu kangen kamu.” Arif menjentikkan jarinya hingga berbentuk hatiSeperti biasa, obrolan hangat selalu tercipta setiap pagi di meja makan. Hani yang sudah menemukan kembali semangat hidupnya, kini sudah beraktivitas penuh menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri dan seorang ibu.“Sayang, ayo sarapan!” Sambil menata makanan di meja, Hani memanggil Danish agar cepat turun.“Jangan terlalu capek, Nak. Kalo repot, kamu bisa langganan catering untuk sarapan atau kami bisa makan roti setiap hari.” Bu Rohmah yang baru sa

  • DILEMA WANITA PENDOSA   KESEPAKATAN

    Tak ada yang spesial pada hari-hari Hani saat ini. Rumah mewah, makanan lezat serta uang yang ia miliki sudah tak berarti lagi. Wanita itu seakan kehilangan setengah jiwanya semenjak dinyatakan tak bisa hamil untuk selamanya.“Sayang, aku mau nongkrong. Ikut, yuk!” ajak Arif yang langsung bergelendot manja pada Hani yang kini duduk ranjang.“Aku lagi enggak pengen kemana-mana, Mas,” jawab Hani lirih.“Jangan begini terus, yakinlah semua akan baik-baik saja. Aku sayang kamu dan selamanya akan seperti itu. Aku bisa menerima masa lalumu jadi aku pasti bisa menerima keadaanmu sekarang. Aku dan kamu dulu memang pendosa jadi kita harus terima jika tuhan memberi karma.”Mendengar kata karma membuat air mata Hani perlahan luruh. Ya, dia kini memang tengah mendapatkan karma. Tapi jujur saja ia belum siap menanggung semuanya. Ketakutan jika Arif memilih menikah lagi terus saja terngiang di kepalanya.“Tapi seharusnya kamu tak perlu ikut menanggung karmaku, Mas! Biar aku saja yang menanggungnya.

  • DILEMA WANITA PENDOSA   TABUR TUAI

    “Kamu sudah sadar, Sayang? Jangan seperti ini lagi, aku takut.”Arif terus meracau sembari menggenggam erat tangan Hani dan berkali-kali mengecupnya. Ia sangat bahagia karena istrinya akhirnya membuka mata. Meski keadaannya masih sangat lemah, tapi bagi Arif hal itu sudah cukup membuatnya tenang.“Danish mana?” lirih Hani dengan suara yang hampir tak terdengar.“Seperti biasa, dia selalu menanyakanmu. Cepatlah sembuh, kami merindukanmu.”“Maafkan aku, maaf karena tak bisa menjaga diri.” Suara Hani terdengar parau.“Sttt ... jangan berpikir macam-macam. Aku hampir gila melihatmu begini.”“Bagaimana keadaan anak kita?”“Mereka—“Lidah Arif mendadal kelu, sebelum Hani dinyatakan koma, dokter telah memberitahu jika bayi dalam kandungan Hani tidak bisa diselamatkan. Bukan hanya itu, dokter juga terpaksa mengangkat rahim Hani karena luka akibat benturan keras dan ditakutkan bisa terkena infeksi jika tak segera di angkat.“Jawab, Mas!” Hani membentak meski suaranya masih terdengar lemah.“Me

  • DILEMA WANITA PENDOSA   SITUASI SULIT

    “Maaf, aku hanya mengecek. Tadi perawat bilang kalo Hani menunjukkan pergerakan dan aku di suruh masuk karena mereka pikir aku suaminya,” bohong Rahman.“Hani sadar?” tanya Arif antusias.Rahman menggeleng.“Terus?”“Mungkin dia kecewa karena bukan kamu yang masuk, Maaf.” Rahman menunduk, dadanya sedikit bergetar karena takut alasannya terlihat mengada-ngada.Tanpa pikir panjang, Arif bergegas masuk. Ia sudah tak sabar untuk menemui istrinya berharap Hani bisa segera membuka mata seperti apa yang baru saja dikatakan Rahman.“Kamu sadar, Sayang?” tanya Arif yang sudah berdiri disamping Hani.Raut wajah Arif berubah kecewa saat mendapati wanita yang begitu dicintainya masih sama seperti terakhir kali ia tinggalkan. Istrinya masih dalam posisi yang sama dan matanya tetap terpejam.“Maaf, Sayang. Tadi aku nganterin Danish dulu. Danish berharap kamu segera pulang. Anak itu akan susah tidur kalo kamu tak ada di rumah.”“Jangan siksa aku seperti ini, Say

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status