Kupu kupu pun berterbangan di dalam perutku.
Pernah juga, ketika pulang dari asrama putri, aku memutuskan untuk memutar melewati depan asrama menuju ndalem.Kulihat sebuah mobil mewah terparkir di halaman. Aku tahu betul mobil siapa ini.Namun bukan itu fokusku, melainkan kang Faiq yang sedang menatap tajam ke arah mobil itu.Bukannya itu mobil juragan Harja, lantas kenapa kang Faiq memperhatikannya hingga sedemikian rupa?Tanpa sengaja tatapan kami bersirobok, sebuah senyuman tipis terukir di sudut bibirnya. Reflek saja jantungku berdetak seperti halnya bedug di malam hari raya. Aku bingung harus berbuat apa. Hanya dengan senyumannya saja sudah berhasil memporak porandakan pertahananku."Murahan sekali perasaan ini," geramku dalam hati.Kenangan satu tahun yang lalu itu masih saja melekat di benakku hingga saat ini. Bahkan ketika aku duduk bersebelahan dengan laki laki pilihan Abah.Ya, hari ini adalah satu minggu setelah lamaran juragan Harja.Doa² ku ternyata belum dikabulkan. Buktinya ijab qobul yang tak pernah aku harapkan itu terjadi."Saya terima nikah dan kawinnya Monalisa Adzkia binti kyai Ahmad Baharudin dengan mas kawin tersebut di bayar tunai, "SahSahTeriakan sah dari mereka seperti dengungan ribuan lebah di telingaku. Airmataku menetes begitu saja. Bukan karena terharu apalagi bahagia.Harapanku pupus.Rasa yang ku pelihara selama setahun ini, kini sudah haram untukku. Bisa atau tidak semua yang kumiliki kini menjadi hak lelaki yang mengucapkan ijab qobul beberapa menit yang lalu."Tangan suaminya disambut nduk,"Ucapan ummi membuyarkan lamunanku. Entah sejak kapan tangan itu berada di hadapanku.Ku sambut uluran tangannya, ku kecup sebagai awal tanda baktiku sebagai istri.Tidak ada usapan di kepala, atau doa yang ditiupkan ke ubun ubun seperti impianku.*******Sore harinya, aku langsung dibawa oleh suamiku ke rumahnya.Ummi memelukku dengan erat, tangisnya tidak berhenti mengalir dari kedua netranya.Sedangkan abah?Aku tahu abah peka akan keresahan hatiku, terlihat dari tatapannya yang berkaca kaca. Ku dekati cinta pertamaku itu, ku ambil tangannya untuk ku kecup."Mona pamit ya bah,""Do'a abah selalu menyertaimu nduk, maafkan abah belum bisa memberikan yang terbaik untukmu,"Aku hanya mengangguk. Suaraku seperti tercekat di tenggorokan untuk menjawabnya.Mobil mewah yang ku tumpangi melaju meninggalkan halaman ndalem. Sempat ku lihat dari spion, seorang laki laki yang dulu sering ku sebut namanya dalam doa itu berdiri di pojokan samping pohon nangka. Tepatnya di sebelah jendela kamarku.Aku berusaha menghapus bayang bayangnya dari ingatanku."Mas, rumahnya jauh gak sih? " tanyaku mengusir keheningan dalam mobil yang hanya terisi aku dan mas Arya.Sedangkan keluarga besarnya sudah pulang terlebih dahulu setelah selesai akad tadi.Mas Arya diam. Sepertinya ia tidak berniat menimpali pertanyaanku."Mas, soalnya aku terkadang mengalami mabuk kendaraan,""Kampungan."Satu kata yang terucap dari bibirnya berhasil menarik atensiku."Kan mas emang tahu kalau aku berasal dari kampung. Lagian aku juga jarang kok bepergian jauh, ""Diem bisa gak sih, pusing aku denger kamu ngomong mulu dari tadi,"Eh, beginikah suamiku? Aku memilih diam. Mungkin karena dia sedang lelah saja.Mobil yang ku tumpangi berhenti, di antara ruko ruko yang berjejer. Mas Arya turun tanpa mengajakku. Kulihat saja pergerakannya dari dalam mobil. Dan mengapa ia menghampiri seorang wanita dengan pakaian yang kurang bahan menurutku.Belum reda rasa penasaranku, kini kedua bola mataku melotot saat suamiku dan si wanita itu bercepika cepiki.🌹Cinta itu lebih dari sekedar kata kata manis, ia harus dibuktikan dengan tindakan nyata. **************Pov MonalisaAku terkejut mendengar pertanyaan mas Arya. Pak Hanan siapa? Tapi melihat pandangan mas Arya kepada kang Faiq aku jadi teringat sesuatu. Bukankah nama belakang kang Faiq adalah Hanan, lalu? "Bagaimana bisa anda berada di sini?" mas Arya mengulang pertanyaannya. "Apakah bapak tidak tahu jika saya berada di sini sedari tadi? bahkan saat ibu dan kekasih anda ini menghina ning Mona dan keluarganya." Aku masih belum bisa mencerna apa yang terjadi. Apalagi saat melihat wajah mas Arya yang tiba tiba memucat. "Dia siapa mas?" tanya Alea. Pertanyaannya mewakili rasa penasaranku. "Dia pak Hanan, calon CEO penerus sekaligus putra pak Ghozi." CEO? Hanan? Pak Ghozi? Kalimat itu terngiang ngiang di otakku. Tinggal di kota lumayan lama, membuatku sering mendengar celotehan teman temanku tentang CEO yang jadi tumpuan kehaluan mereka. Tidak salah lagi, Ghozi Al Hanan pemilik
Pov Faiq Aku dibesarkan dalam lingkup kemewahan. Apa yang aku pinta akan terkabul dalam hitungan menit. Hingga di umur yang ke 23, bunda keberatan dengan sikapku yang cenderung manja. Memang benar. Sebagai anak dari pengusaha sukses Ghozi Al Hanan pemilik perusahaan besar HNN Groub, watak seorang atasan sudah melekat di jiwaku. Bahkan banyak yang bilang jika menatap wajahku pun sudah menunjukkan sebuah wibawa sendiri. Entah, aku pun tak paham seperti apa maksudnya. Namun untungnya selain didikan ayah yang keras, aku juga dibandingi dengan sifat lembut milik bunda. Bunda adalah wanita yang selalu mengingatkanku untuk menunduk ke bawah, begitu juga dengan harta dan raga yang kita punya hanyalah titipan sang pencipta. Entah tidak ada angin atau hujan, ayah tiba tiba memasukkanku ke dalam sebuah pesantren yang berada di pelosok desa. Ayah juga melarangku untuk membongkar identitasku yang sebenarnya. Apalagi bunda, beliau terlihat begitu bersemangat mengamini keputusan ayah. Yang ter
🌹Kadang jatuh cinta itu unik. Semakin kamu berusaha melupakan, semakin erat pula rasa itu berpegangan di hatimu. **********"Tadi umimu mendengar perbincanganmu dengan suamimu,"Aku terpaku mendengar perkataan abah. Pantas saja tadi umi menatapku dengan pandangan nanar. Aku bingung, apakah harus jujur saja tentang rumah tanggaku selama ini? Tidak, aku tidak mau menambah beban pikiran beliau lagi. Aku mencoba tersenyum, agar abah mengerti jika keadaanku tidak seburuk itu. Yang harus aku syukuri sekarang adalah, perasaanku yang belum mencintai suamiku. "Gakpapa bah, Mona baik baik saja kok. Doakan Mona ya," ucapku. Abah mengangguk, tapi dengan pandangan yang tak yakin. ********Kami bertiga duduk melingkar di meja makan. Abah belum juga mulai memimpin doa. "Kemana Faiq? kenapa gak ikut makan bersama kita?" "Tadi udah Mona suruh, tapi katanya baru saja makan di pesantren tadi." Jawabku. "Panggilkan kesini ! wong tadi sebelum berangkat aja dia masih tidur kok, makan dalam mimpi
🌹Jika kamu mencintai seseorang, maka biarkan dia pergi. Jika kembali, berarti dia milikmu. **********"Sebenarnya itu hanya seseorang yang tidak Mona kenal, bahkan wajahnya pun Mona tidak paham. Dia datang katanya kasihan sama Mona yang berteduh di gezebo rusak. Kalau abah gak percaya bisa periksa ponsel Mona kok," ucapku akhirnya. Entah ide dari mana bibirku bisa merangkai kebohongan semulus itu. Biasanya saat hendak berbohong pasti aku sudah gelagapan terlebih dahulu. Berulang kali aku mengucap istigfar di dalam hati dengan kebohongan yang ku buat ini. "Emangnya kamu gak pergi sama nak Arya?" tanya Abah lagi. "Em.. "Saya masih bekerja bah, Mona juga sudah izin jika mau keluar sebentar kok, " tiba tiba mas Arya menyela begitu saja. "Baiklah, abah harap diantara kalian tidak ada yang berbohong. Dan jika kamu sudah bosan dengan Mona, kamu bisa mengembalikannya baik baik kepada abah. Jangan sampai kamu sakiti dia." Mas Arya mengangguk mendengar penuturan Abah. Mungkin Abah belu
🌹Allah tidak akan menguji melebihi batas kemampuanmu. ***********Mataku terbelalak melihatnya. Bagaimana bisa ada fotoku yang sedang duduk di gazebo taman dengan kang Faiq yang memegang payung di belakangnya? tapi untungnya muka kang Faiz tidak terlihat jelas. Siapapun yang melihatnya pasti akan langsung salah paham. Aku buru buru menghubungi ummi untuk meluruskan kejadian yang sebenarnya. Namun sayangnya, nomor ummi tidak aktif. Saat aku kirim pesan pun hanya centang satu. Air mataku kembali tumpah. Membayangkan bagaimana keadaan abah dan ummi saat ini. Bagaimana jika foto itu tersebar sampai di tangan para wali santri. Menjelaskan pun percuma, mereka akan lebih mempercayai apa yang di lihatnya. Siapa sebenarnya yang mengambil gambar itu, dan bahkan mengirimnya kepada ummi. Tiba tiba fikiranku melayang kepada kejadian tadi. Bagaimana jika semua ini hanya akal akalan kang Faiq saja? Aku buru buru menepis pikiran buruk itu, kang Faiq tidak sepicik itu. Lagian untuk apa juga ia
🌹Adakah orang yang mencicipi manisnya cinta lalu menginginkan yang bukan halalnya. ***********"Yang pertama, aku menerima perjodohan ini karena warisan. Aku tidak akan mendapat warisan jika menolak perjodohan ini. Yang kedua, ayah menjodohkanku denganmu hanya untuk popularitas, ia ingin dikenal banyak orang jika putranya menikahi putri seorang kyai. Jadi so, jangan menganggap kamu penting di keluarga kami," ucap mas Arya sambil menyeringai dan berlalu pergi. Meninggalkan aku yang diam terpaku. Hatiku benar benar sakit, aku merasa menjadi perempuan tidak berguna. Ku usap dengan kasar air mataku yang mengalir begitu saja. Aku beranjak keluar dari rumah. Jangan sampai mas Arya melihatku menangis atau aku akan lebih dihinakan. Ku langkahkan kakiku tak tentu arah. Hingga akhirnya sebuah taman menjadi pilihanku untuk berhenti. Aku duduk di sebuah gazebo yang jauh dari kebisingan. Meratapi betapa sulitnya takdir yang ku dapatkan. Bulir bulir air hujan yang menerobos lewat lubang atap