Apakah tuduhan Yuda benar terhadap Nayla?
🏵️🏵️🏵️ Aku berusaha kembali melepaskan diri darinya hingga berhasil. “Jangan sok tahu kamu. Aku membencimu!” Aku pun beranjak dari tempat tidur lalu keluar kamar menuju ruang keluarga. Aku mendapati Kakek dan Nenek yang masih menikmati acara televisi. Aku pun menghempaskan tubuh ke sofa cokelat di ruangan itu. Kedua orang tua tersebut secara bersamaan melihat ke arahku. Entah apa yang mereka pikirkan. “Suami kamu mana, Nak?” tanya Nenek kepadaku. “Masih pantaskah dia disebut sebagai suami, Nek?” Aku kesal karena Nenek menyematkan kata suami saat menanyakan Mas Yuda. “Dia tetap suamimu, Nak.” Kakek pun turut membuka suara. “Tapi dia udah meninggalkan Nay saat acara pernikahan kami, Kek.” Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran Kakek. “Yuda sudah cerita semuanya pada kami. Dia terpaksa melakukan itu.” Kakek seolah-olah melakukan pembelaan terhadap Mas Yuda. Aku merasa sedih karena orang-orang yang aku sayangi seakan-akan berpihak kepada Mas Yuda. Kakek dan Nenek seharusnya mem
🏵️🏵️🏵️ Pagi kembali menyapa, tetapi aku menyambutnya tidak dengan hati gembira, sebab hati ini sangat sakit mengingat apa yang Papa dan Mama katakan kepadaku melalui telepon tadi malam. Mereka sama sekali tidak merasa kesal atau melarang aku agar tidak kembali lagi menerima Mas Yuda. Kedua orang tua tersebut justru berharap agar aku memberikan maaf kepada Mas Yuda dan menerima dirinya kembali dalam hidupku. Sungguh, aku tidak mengerti kenapa orang-orang yang aku sayangi berpihak kepada laki-laki itu. Rasa kesal ini belum mampu aku tepiskan hingga tadi malam saat Mas Yuda ingin masuk kamar, aku tidak bersedia membukakan pintu untuknya. Ia pun tidur di sofa ruang keluarga. Aku melewatinya saat hendak menuju dapur, tetapi Nenek dengan lembut membangunkannya. “Nak Yuda, bangun. Kenapa tidur di sini?” Aku mendengar suara Nenek meminta Mas Yuda untuk bangun. “Iya, Nek. Maaf, saya ketiduran di sini.” Aku benci mendengar alasannya yang sok bijak, padahal sudah jelas kalau aku tidak ber
🏵️🏵️🏵️ “Kita cek kandungan kamu.” “Nggak perlu karena aku kemarin baru cek sama Mama.” Aku menolak ajakannya. “Tapi aku juga ingin tahu kondisi anakku.” “Aku lebih berhak tahu tentang dia.” “Tapi dia juga anakku. Dia ada karena aku.” “Seenaknya kamu ngomong seperti itu. Ini akan membuatku semakin membencimu! Dasar nggak punya perasaan!” Aku menaikkan suara, Mas Yuda segera menepi lalu menghentikan mobil. “Aku mohon, Sayang, ampuni aku. Apa aku salah karena ingin mengetahui kondisi anakku?” “Aku bilang, diam!” Aku tidak kuasa menahan amarah, aku pun mendaratkan tamparan di pipinya. Entah kenapa aku sangat kesal, juga marah saat Mas Yuda mengatakan bahwa anak dalam kandunganku ini ada karena dirinya. Tanpa ia memberitahukan kebenaran itu, sudah jelas aku sangat tahu. Ia mengingatkan diriku atas perbuatan tidak pantas yang kami lakukan beberapa bulan lalu. Jika saat itu aku mampu menjaga dan menguasai diri, mungkin perbuatan itu tidak akan terjadi. Namun, nasi sudah menjadi b
🏵️🏵️🏵️ “Tapi kamu udah dikhianati Yuda, Sya. Untuk apa kamu tetap bertahan? Kalian juga belum melakukan apa yang sepantasnya suami istri lakukan.” Tasya tidak tahu kalau saat ini aku sedang mengandung anak Mas Yuda. “Kamu salah, Sya. Saat ini aku sedang hamil anak Mas Yuda.” Aku pun memberitahukan yang sebenarnya kepada Tasya. “Apa? Bagaimana mungkin, Nay?” Terdengar kembali suara terkejut Tasya. “Aku udah bilang, ceritanya panjang. Kamu ke sini aja, nanti aku ceritakan semuanya.” Aku tidak mampu berbohong kepada Tasya karena ia sudah kuanggap seperti saudari sendiri. “Nanti tunggu waktu senggang, aku mampir. Bagaimana kalau Wisnu tahu tentang hal ini?” “Untuk sekarang dia nggak perlu tahu, Sya. Cukup kita yang tahu.” Setelah meminta Tasya agar tidak menceritakan tentang kehamilanku kepada Wisnu, kami pun mengakhiri pembicaraan, dan aku mematikan telepon. Aku tidak mengerti kenapa Wisnu masih saja menyimpan rasa terhadap wanita yang telah memiliki suami seperti diriku. Setel
🏵️🏵️🏵️ Aku pun mengangguk. Mas Yuda mendekatkan wajahnya ke perutku lalu menciumnya. “Terima kasih, ya, Nak. Kamu pasti yang bujuk Mama supaya bersikap baik ke Papa. Papa sayang kamu.” Ia berbicara kepada bayi kami. “Mas istirahat, ya. Aku tungguin kamu di sini.” Aku membantu Mas Yuda untuk berbaring. Tiba-tiba terdengar nada panggilan masuk dari ponselku di nakas. Aku pun meraih benda tersebut, terdapat nama Wisnu di layar. Aku bingung harus berbuat apa karena Mas Yuda sangat mengenal Wisnu. “Siapa, Sayang? Kenapa nggak diangkat?” tanya Mas Yuda kepadaku. “Wisnu, Mas.” Aku pun menyebutkan nama yang ada di layar. “Untuk apa dia menghubungimu?” Aku melihat perubahan di wajah Mas Yuda. “Aku juga nggak tahu.” “Apa dia ingin sok perhatian pada wanita yang sudah menikah?” “Kenapa kamu berpikiran seperti itu?” “Tapi kenyataannya dia sudah lama menyimpan rasa untukmu.” “Itu, kan, dulu. Sekarang nggak mungkin lagi. Kamu pikir dia akan melirikku dengan perut besar seperti ini?” Ak
🏵️🏵️🏵️“Aku ingin ….” Aku mendorong pelan tubuhnya sebelum ia melanjutkan apa yang hendak ia sampaikan.“Aku mau coba tidur. Kamu juga, Mas.” Aku pun kembali membelakanginya.Akan tetapi, apa yang terjadi? Mas Yuda meraih tubuhku hingga kembali menghadapnya dan aku tidak mampu untuk menolak. Akhirnya, apa yang seharusnya dilakukan oleh sepasang suami istri terjadi malam ini.Ini untuk pertama kalinya, aku menunaikan tugasku sebagai seorang istri sejak kami resmi terikat dalam pernikahan. Entah kenapa hatiku tidak merasakan penyesalan sama sekali, justru perasaan lega itu muncul dengan sendirinya.“Terima kasih, Sayang. Aku sangat mencintaimu.” Mas Yuda mendaratkan kecupan di keningku setelah kami selesai memadu kasih.Perasaan dingin yang tadi sangat mencekam, kini berubah menjadi hangat. Aku dan Mas Yuda mencoba memejamkan mata hingga akhirnya memasuki alam mimpi.🏵️🏵️🏵️“Pagi, Sayang.” Aku terbangun dan mendapati Mas Yuda sudah rapi dan duduk di samping tempat tidur.Aku meman
🏵️🏵️🏵️ Aku tidak pernah menyangka kalau hasil dari perbuatan zina yang kulakukan bersama Mas Yuda, kini sudah tidak ada. Walaupun ia ada karena sebuah kesalahan, tetapi aku tetap sedih dan belum mampu menerima apa yang terjadi. Sudah seminggu berlalu, tetapi hatiku masih sangat sedih menyadari calon anakku sudah tidak berada dalam rahimku. Apa mungkin ini jalan terbaik walaupun sebenarnya aku belum sanggup untuk ikhlas? Saat masih hamil, aku selalu saja memikirkan tentang nasab. Aku tidak kuasa membayangkan sang buah hati tidak masuk dalam nasab ayahnya. Sekarang, ia telah menemukan ketenangan walaupun hatiku masih sakit. Apakah aku harus tetap bertahan mendampingi Maa Yuda yang sudah pernah menyakiti hati dan perasaanku? Beberapa bulan yang lalu, aku bersedia kembali menerimanya demi anak kami. Akan tetapi, saat ini tidak ada lagi alasan untuk tetap bertahan dengannya, meskipun aku masih memiliki cinta untuknya. Masih pantaskah Mas Yuda menjadi imamku? “Kamu yang sabar, ya, S
🏵️🏵️🏵️ Aku heran melihat tatapan Mas Yuda. Ini untuk pertama kali, dirinya memandangku dengan tajam. Selama ini, ia selalu menunjukkan kalau ia sangat mencintaiku. Apakah ia sangat marah mengetahui Wisnu tadi saat melihat ke arahku? “Kamu bahagia dengan tatapan cowok itu?” Mas Yuda langsung melontarkan pertanyaan kepadaku. “Apaan, sih, Mas. Kamu kenapa? Aku baru dilihat cowok lain aja, kamu udah marah banget. Gimana dengan apa yang kamu lakukan terhadap cewek lain?” Aku kembali mengingatkan Mas Yuda bersama wanita lain saat itu. “Aku ingin jelasin semuanya padamu, tapi kamu selalu menolak. Aku udah bilang kalau aku terpaksa. Berbeda denganmu dan Wisnu. Sengaja ingin berpandang-pandangan.” Aku tidak menyangka kalau Mas Yuda tega memberikan tuduhan seperti itu kepadaku. “Maksud kamu apa, Mas?” “Bukannya kamu menikmati pandangan Wisnu tadi?” “Tega kamu, Mas. Kamu menuduhku dengan sesuatu yang tidak kulakukan.” Aku menggeser posisi duduk dari Mas Yuda. “Itu yang kurasakan saat k