Senin pagi, Vanya telah rapi mengenakan baju kerjanya. Atasan dress putih selutut dipadukan dengan blazer hitam. Ia kemudian duduk di depan meja rias dan memoles make up.
"Kamu mau ada acara di kantor?" tanya Charles saat melihat Vanya memoles blush on di pipinya. Tampak sedikit lebih merona dari biasanya. "Acara apa?" tanya Vanya bingung. Perasaan ini bukan hari ulang tahun kantornya. "Itu, kamu dandannya terlalu … manis," ucapnya dengan nada pelan di akhir katanya. Vanya berdiri dan menoleh ke arah Charles. "Kenapa pendek gitu?" tanya Charles lagi saat melihat pakaian Vanya. "Pendek datang dari mana? Ini sudah standar kali, lima centi di atas lutut," sahut Vanya. “Perasaan Senin kemarin, aku juga pake baju ini, kenapa sekarang dia baru komentar” gumam Vanya sambil menyisir rambutnya. "Kamu gak ada niatan buat ganti baju?" "Mana sempet lagi, udah jam segini," ucap Vanya sambil melirik jam tangannya. "Lagian kamu ada-ada aja deh." Vanya mengambil tasnya dan berjalan keluar kamar. Ia meletakkan tasnya di ruang tengah dan melangkahkan kaki menuju ruang makan. "Mi … Mi … " ucap Charlos saat melihat Vanya duduk di sampingnya. "Ami pergi kerja dulu ya," ucap Vanya sambil membersihkan sisa makanan dari bibir Charlos. Setelah selesai sarapan pagi, Vanya pamit dan mencium tangan Frans dan Erin bergantian, di ikuti oleh Charles. *** Selesai morning briefing, Vanya menuju lantai dua, yang sekarang menjadi tempat kerjanya. Ia menempati meja nomor dua, yang tampak kosong dan rapi di tinggal petugasnya yang juga sudah rotasi ke unit lain. Saat jam telah menunjukkan ke angka delapan, ia sudah siap bekerja. "Mbak, usernya kan belum mau, jadi apa nih yang harus dikerjain?" tanya Vanya pada Priska yang sudah tampak siap di mejanya menatap komputer. "Ah, itu aja. Beresin berkas di meja ujung. Biar enak nanti aku inputnya," "Oke deh, Mbak." Vanya berjalan menuju meja ujung dan mulai memilah milah berkas yang menumpuk di meja. Sedang serius memisahkan berkas-berkas, seorang laki-laki berdasi biru dengan usia sekitar empat puluh tahunan datang menghampirinya. "Gimana, user kamu sudah aktif?" "Belum Pak, tadi sudah di infokan ke unit akunting, katanya lagi di follow up," jawab Vanya. "Pris, saya ajak Vanya aja ya," ucap Pak Tri, atasan mereka. "Iya Pak," sahut Priska. "Kamu keruangan saya ya, sekalian panggil Andri juga." Perintah Pak Tri seraya berbalik dan berjalan menuju ruangannya. "Mbak Pris, emang mau kemana sih?" tanya Vanya. "Itu, ada acara sosialisasi di kantor pelayanan pajak. Harusnya sih Ridwan yang ke sana. Tapi, dia ternyata sudah ada janji sama salah satu pengembang." Terang Priska. Setelah memanggil Andri, mereka bergegas menuju ruangan Pak Tri. Andri meletakkan beberapa lembar kertas yang berisi materi presentasi di meja Pak Tri, yang langsung di cek olehnya. "Sudah oke," ucapnya sambil mengangguk-anggukan kepala. Pak Tri kemudian memerintahkan Andri dan Vanya untuk memastikan bahwa perlengkapan yang dibawa ke kantor pelayanan pajak telah siap. Sementara Andri mempersiapkan laptopnya, Vanya mengambil beberapa formulir aplikasi kredit dan tabungan serta membawa brosur produk tabungan maupun kredit. "Jadi, entar aku di sana ngapain Mas?" tanya Vanya sambil berjalan beriringan menuruni tangga bersama Andri. "Presentasi lah," jawab Andr santai. Seketika Vanya menghentikan langkahnya dan menatap wajah Andri yang beberapa detik kemudian tertawa lebar. “Kenapa harus kantor pelayanan pajak sih? Bakal ketemu Wisnu kalau gini” gumam Vanya saat mobil kantor baru saja jalan menuju arah kantor pelayanan pajak yang jaraknya tidak begitu jauh. Setibanya di kantor pelayanan pajak, mereka langsung menuju aula tempat acara sosialisasi akan digelar. Sementara Andri dan temannya menyiapkan LCD proyektor, Vanya menemani Pak Tri berbincang dengan beberapa pejabat di kantor pelayan pajak. Setelah alat dan bahan presentasi siap, Vanya membantu Andri untuk membagikan konsumsi. "Selamat pagi, terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada kami di pagi ini. Dalam kesempatan ini, izinkan saya memperkenal diri," ucap Andri berdiri di tengah aula, membuka acara sosialisasinya, yang kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Pak Tri. Vanya kemudian berjalan menuju meja pinggir aula tempat laptop berada. Sekitar tiga puluh menit sesi tanya jawab, Andri menutup presentasinya. Andri kemudian menyerahkan mic kepada Pak Tri yang melanjutkan dengan memberi sambutan akhir yang diikuti dengan sambutan dari pejabat kantor pelayanan pajak. "Eh," ucap Vanya membalikkan badan saat ada yang menyentuh bahunya. Siapa lagi kalau bukan Wisnu. Dari beberapa hari yang lalu, sebelum sosialisasi dilaksanakan, Wisnu sudah mendengar bahwa akan ada salah satu bank yang akan melakukan sosialisasi dilanjutkan dengan kerjasama dengan kantor tempatnya bekerja, tapi ia tidak tahu bahwa bank yang di maksud adalah bank tempat Vanya bekerja. Sampai pada saat tadi pagi, salah satu temannya memberitahu. Ia buru-buru menyelesaikan pekerjaannya dan bergegas ke ruang aula kantor. "Kenapa gak info kalau mau ke sini?" tanya Wisnu pada Vanya. "Mendadak juga tadi, Bang," sahut Vanya. Ia memundurkan langkah kakinya, memberi jarak antara ia dan Wisnu. Di tengah aula, seluruh peserta sosialisasi telah berkumpul untuk melakukan sesi foto. "Ayo Wisnu, sama Mbaknya ikut foto bersama," salah seorang peserta sosialisasi yang merupakan atasan Wisnu memanggil. Wisnu dan Vanya berjalan beriringan menuju ke tengah aula. Saat Vanya merapatkan diri ingin foto bersama, Wisnu malah berdiri di samping. *** Dari jam setengah lima kurang sepuluh menit, Charles telah standby menunggu Vanya pulang di depan kantornya. Laporan yang masih belum selesai, dilimpahkannya pada anak buahnya. Perasaannya sedikit tak karuan saat melihat foto Vanya dengan Wisnu. Saat tengah makan siang, teman kerja Charles yang memiliki istri yang bekerja di kantor pelayanan pajak, memasang foto bersama saat acara sosialisasi di status WA nya. Kalau saja temannya tidak menunjukkan foto itu, pasti Charles adem ayem saja. “Tumben dia udah nongkrong di sini” gumam Vanya saat melihat mobil Charles telah terparkir manis di halaman depan kantor. "Masih ada yang ditungguin ya?" tanya Vanya karena mobil tak bergerak. Charles memandang Vanya dari atas sampai bawah. Vanya meraih tasnya dari kursi belakang dan menaruh di pangkuannya, ia merasa tak enak dipandang seperti itu oleh Charles. Dengan perlahan, Charles menginjak pedal gas dan meninggalkan kantor Vanya. Masih sama, Charles kembali memandangi Vanya. "Kenapa? Ada yang salah?" tanya Vanya risih. Ia menatap dirinya dan melihat wajahnya di cermin. "Pantes aja, kamu dandan dan pakai baju kayak gitu, ternyata ada yang ditemui," ucap Charles sambil memandang Vanya lagi. Kening Vanya berkerut mendengar tudingan Charles. "Hah? Setiap hari, kalau aku kerja juga kaya gini. Perasaan biasa aja," sahut Vanya. "Perasaan kamu biasa, tapi yang aku lihat kamu gak biasa. Pake acara foto bareng lagi sama Wisnu!" Kalimat terakhir yang diucapkan Charles menyadarkan Vanya bahwa ini sedang membahas pertemuan Vanya tadi pagi dengan Wisnu di kantornya. "Kenapa diam? Berarti memang benarkan?" "Terus aja kamu mikir jelek tentang aku. Kalau aku jelasin sekarang, pasti percuma juga. Kamu gak bakal percaya," ujar Vanya. Sesampainya di rumah, mereka masih saling diam. Ia menyapa Charlos yang sedang bermain di ruang tengah bersama Sandra, kemudian masuk ke kamar. Ia tak menghiraukan Charles yang mengikutinya. Melihat Charles yang sedari tadi tampak mengesalkan, Vanya mempersingkat waktunya berada di kamar berdua dengan Charles. Setelah mengambil baju ganti di lemari, ia langsung masuk ke dalam kamar mandi dan tak lupa menguncinya. "Bisa-bisanya dia seperti itu." Charles memandang pintu kamar mandi yang baru saja ditutup Vanya. Ia melepas seragamnya dan duduk di kursi meja rias Vanya. Memindah-mindahkan posisi make up dan juga skincare Vanya, seraya menunggu Vanya keluar dari kamar mandi. "Seharusnya aku yang marah, kenapa jadi kamu?" ucap Charles saat melihat Vanya keluar dari kamar mandi dan langsung hendak keluar kamar. Vanya menghentikan langkahnya dan berbalik memandang Charles. "Siapa yang marah," ucap Vanya. Ia memandang Charles. 'Nih orang, bikin emosi aja sih' batin Vanya. "Eh, mau kemana?" Charles menarik tangan Vanya. "Mau keluar lihat Charlos. Kamu mandi sana," ucap Vanya seraya melepas pelan tangan Charles. "Aku gak suka ya kamu dekat-dekat sama dia," ucap Charles sambil melepaskan pegangan tangannya. "Itu kerjaan. Ketemu juga gak berdua. Lagian aku bingung, kamu tau dari mana? Perasaan di sana aku gak ketemu dia," "Kamu lupa omongan aku dulu? Kalau kamu ketemu sama laki-laki … " "Bapaknya Charlos!" seru Vanya sambil menarik telinga Charles kesal. "Terus aja kamu ulang-ulangan omongan kamu itu." "Sakit tahu!" seru Charles mengelus telinganya yang memerah. "Ingat ya, aku gak suka," ucap Charles lagi sambil memegang tangan Vanya. Lama dipegangnya tangan Vanya sebelum dilepasnya.Dengan sigap Charles menarik Vanya sebelum Vanya benar-benar terjatuh dari tempat tidur."Kamu tidur kayak main kungfu aja. Kalau gak cepet aku tarik, pasti sudah jatuh kamu," ucap Charles."Untung cuma mimpi." Vanya mengatur nafasnya. "Mimpi apa?" tanya Charles."Gak mimpi apa-apa kok.""Kalau gak mimpi apa-apa kenapa sampai mau jatuh dari tempat tidur?" Charles tetap ngotot bertanya. Penasaran."Bukan apa-apa," jawabnya sambil berbalik membelakangi Charles. Mencoba untuk tidur lagi, karena jam baru menunjukkan pukul setengah dua belas malam."Atau jangan-jangan kamu mimpiin aku ya," goda Charles sambil mencolek telinga Vanya."Enggak. Pede banget sih kamu," ucap Vanya seraya memuk pelan tangan Charles."Terus mimpi apa? Mimpi hamil ya?" tebak Charles."Enggak, enggak, enggak." Dengan cepat Vanya membantah."Jadiin kenyataan aja mimpi kamu yuk." Perkataan Charles membuat Vanya bergidik geli. Ia meronta saat Charles telah menyergapnya. Masuk dalam pelukan Charles. Merasakan kokohnya
Sedikit kesal sih karena pagi-pagi Charles sudah pamit pergi kerja duluan, dan menyuruh Vanya untuk ikut dengan Sandra. Tak ada kata-kata yang berarti keluar dari mulut Charles pagi ini, pada hal hari ini adalah tepat satu tahun mereka menikah. Entah lupa atau sengaja, Vanya tak tahu. Ia memutuskan untuk tidak ambil pusing dengan sikap Charles dan menyimpannya dalam hati saja. Setelah siap dengan pakaian kerjanya, ia mengajak Charlos keluar dari kamar. Semenjak Vanya resmi menjadi Aminya Charlos, yang biasanya Charlos jarang bangun pagi, kini berubah. Ia selalu bangun pagi seolah ingin selalu mengantarkan Vanya pergi bekerja."Happy Anniversary yang pertama ya Aminya Charlos. Semoga kalian selalu bahagia, Amin," ucap Erin saat Vanya tiba di ruang makan."Amin." Frans pun turut mengamini ucapan Erin."Makasih ya, Mama, Papa. Semoga kita semua selalu bahagia, Amin," ucap Vanya. Ia menarik kursi dan duduk di samping Charlos yang telah anteng di atas kursi bayinya."Tadinya sih mau ajak d
Vanya memandangi kalender yang ada di atas meja dan membolak tiap lembar. Ia tampak memikirkan sesuatu. Kalau dihitung-hitung, ini sudah hampir satu tahun mereka menikah. Tepatnya, tiga hari lagi, genap satu tahun usia pernikahan mereka. Sebenarnya ia tak berekspektasi yang berlebihan di hari jadi mereka ini. Charles ingat saja, itu sudah hal yang luar biasa. Syukur.Belakangan ini, Vanya merasa kalau hubungannya dengan Charles jauh lebih baik dari sebelumnya. Walau kadang masih sering berdebat kecil.“Kamu mau cuti? Dari tadi liatin kalender terus," ucap Tyas."Gak sih, belum ada rencana," jawab Vanya cengengesan."Terus?""Liatin kapan gajian, udah menipis soalnya, hahahaha …." ucap Vanya."Ah, kayaknya kamu termasuk golongan orang yang uangnya gak berseri deh.""Amin Ya Allah," sahut Vanya seraya menengadahkan tangannya. Vanya mengamini saja ucapan Tyas, meski tahu yang dimaksud Tyas adalah mertuanya.Setelah membereskan meja, Vanya, Tyas, dan yang lain menuju aula kantor untuk me
Pencarian hari ketiga, akhirnya membuahkan hasil. Setelah sebelumnya, Charles menyerahkan foto diri orang yang menipu keluarganya, Charles mendapatkan kabar, bahwa orang yang diduga mirip dengan ciri-ciri yang dicari, terlihat di salah satu rumah makan di daerah Bandung siang ini. Setelah mendapatkan izin dari atasannya. Charles dan seorang temannya meluncur ke sana.Aku ke Bandung dulu. Ada yang diurus. Nanti Sandra yang jemput, karena aku mungkin pulang tengah malam.Isi pesan yang dikirim Charles pada Vanya. Sepertinya semesta mendukung rencana Charles untuk memburu tukang tipu itu. Setibanya di Bandung, Charles langsung menuju ke sebuah rumah kontrakan tempat orang itu berada, sebelumnya Charles telah minta tolong pada temannya di salah satu polsek di daerah Bandung untuk mengikuti kemana orang itu pergi. Charles memarkir jauh mobilnya, kemudian berjalan menuju rumah yang dimakasud."Mana?" tanya Charles pada temannya yang telah lebih dulu menunggu tak jauh
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Vanya hanya diam. Sedari tadi ia terus memegang perutnya dengan posisi sedikit membungkuk. Ini dilakukannya agar sakit datang bulannya sedikit berkurang. Sudah lama ia tidak merasakan sakit yang lumayan menyiksa seperti ini."Kamu sakit? Wajah kamu pucat? Sudah makan?" tanya Charles bertubi-tubi. Vanya mengangkat wajahnya dan tersenyum kecut. "Aku baik-baik aja," ucapnya dengan nada tertahan."Kalau baik-baik aja, kenapa sampai pucat kayak gitu?""Sakitnya udah biasa. Setiap bulan pasti kaya gini. Masalah wanita.""Tapi selama kita sama-sama, baru kali ini aku lihat kamu sakit sampai pucat kayak gini," ucap Charles lagi. Vanya tak menjawab, berharap Charles berhenti menanyainya. Karena gerakan bibir saat menjawab setiap pertanyaan dari Charles, menambah rasa nyeri di perutnya."Kalau gitu, sekarang kita ke dokter. Kita periksa. Supaya jelas kamu ada riwayat sakit apa. Aku gak mau kamu kaya Kirana dulu yang punya kista di
Pagi ini Vanya bangun karena suara tangisan Charlos. Ia meraba sampingnya dan tak merasakan keberadaan Charlos. Ia beranjak dari ranjang dan menggendong Charlos, keluar dari box bayinya."Sshhh sshhhh shhhhh," Vanya coba menenangkan Charlos. Ia melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul lima pagi. Di balik selimut Charles juga masih terlelap tidur. Setelah Charlos tenang dan kembali tidur, dengan perlahan ia meletakkan Charlos ke dalam box bayinya. Vanya mencuci muka, menyikat gigi, dan merapikan rambutnya, sebelum keluar dari kamar.Hannya mereka bertiga yang ada di rumah. Paling tidak, ia harus menyiapkan sarapan untuk Charles dan juga Charlos. Ia membuka kulkas dan melihat apa yang dapat dimasak pagi ini. Ia mengeluarkan ayam yang telah dibumbui dari dalam freezer dan mengeluarkan beberapa jenis sayuran. Sinar matahari mulai mengintip dari balik celah-celah jendela. Ia lalu mematikan kompor karena masakannya telah selesai. Tak perlu waktu lama untuk