Pulang dari kantor Vanya melajukan mobilnya menuju toko bayi, membeli kado untuk teman kantornya yang baru saja melahirkan. Berjalan perlahan menyusuri beberapa rak, bibirnya mengulas senyum saat melihat seorang bayi yang tengah berada di dalam kereta tak jauh dari posisinya berdiri. Bayi laki-laki yang begitu menggemaskan.
“Lucu banget sih,” ucap Vanya penuh senyum tapi tetap menahan diri untuk tidak mencolek anak bayi sembarangan. Seolah senang dengan keberadaan Vanya, bayi mungil itu mengeluarkan suara lucu sambil menggapai mainan yang berada di atasnya hingga mengeluarkan bunyi. Reflek seorang wanita yang berada tak jauh dari tempat itu menoleh dan mengecek keadaan bayi dalam kereta itu. Wanita itu terlihat serius sampai tidak menyadari keberadaan Vanya. “Hah?” Vanya kaget melihat siapa yang menghampiri bayi itu. Otaknya mengingat kejadian beberapa bulan lalu di rumah sakit. Wanita yang sama dan itu artinya bayi mungil yang ada di depannya adalah anaknya Charles. Tak ingin terlibat pembicaraan dengan wanita itu, Vanya cepat membalikkan badannya. "Eh tunggu dulu, Nak." Suara wanita itu membuat Vanya menghentikan langkah kakinya dan berbalik. "Kamu yang di rumah sakit waktu itu bukan?" tanya wanita itu mencoba meyakinkan hatinya. Wajahnya terlihat tidak percaya bisa bertemu lagi dengan Vanya. Ia sempat mencari tahu soal Vanya ke rumah sakit, tapi sayang tidak ada informasi yang ia dapat karena Vanya memberikan nama dan nomor handphone palsu. Gadis itu tersenyum kecil seraya menganggukan kepala. Niatnya untuk langsung pulang setelah mendapatkan apa yang ia cari, tertunda karena wanita paruh baya itu mengajaknya untuk bersantai di cafe yang ada di depan toko bayi. Setelah memesan minuman dan makanan kecil, pembicaraan mereka dimulai dengan memperkenalkan diri. Wanita itu memperkenal diri sebagai Mamanya Charles, Erin Kusuma. Layaknya wawancara kerja, tanpa sungkan Erin bertanya mengenai status dan pekerjaan Vanya saat ini. Meski agak aneh dengan pertanyaan Erin, ia tetap menjawab pertanyaan Erin dengan sopan. “Apa jangan-jangan aku mau dijadikan pengasuh cucunya’ batin gadis itu menerka-nerka. Pasalnya Erin tak henti menggali informasi pribadinya. "Gadis manis dan mandiri kayak kamu, masa belum punya pasangan? Tante gak yakin deh.” Vanya tersenyum kecut mendengar perkataan Erin. "Kamu sudah lama kerja di bank?" "Lumayan, Tante," jawab Vanya bersamaan dengan Charlos yang tiba-tiba menangis. Walaupun Erin sudah menggendong Charlos, tapi bayi mungil itu tidak kunjung berhenti menangis. "Kenapa anak ganteng?" Vanya menghampiri Erin dan mengelus-elus pipi Charlos. Mendengar dan melihat Vanya, Charlos mengangkat tangannya hendak mengambil jepit rambut yang terpasang manis di rambut Vanya. “Boleh, Tante?” Vanya agak ragu saat Erin menyodorkan Charlos padanya. Erin menganggukan kepala dan dengan yakin membiarkan Charlos berada di gendongan Vanya. Ajaibnya tangis Charlos perlahan berhenti saat Vanya menggendongnya. "Wah, Charlos senang ya digendong sama Tante Vanya." Erin membelai rambut Charlos. "Tumben lo, anak ini langsung mau sama orang baru," ucap Erin lagi. Masih menggendong Charlos, ujung matanya melihat seseorang berseragam polisi berjalan mendekat ke arah mereka. Charles. Jantung Vanya langsung berdegup kencang saat pria itu berdiri tepat di sampingnya. "Ayo pulang, Ma," ucap Charles sambil membuka tangannya untuk mengambil Charlos dari gendongan Vanya. Charlos memalingkan mukanya seolah enggan turun dari gendongan Vanya. "Eh, kamu udah datang. Ayo kenalan dulu sama Vanya. Dia yang kemarin Mama ceritakan." Mereka berdua berjabat tangan, Namun Vanya tak berani memandang wajah Charles. "Ayo Charlos, sama Oma. Papa udah datang jemput." Erin mencoba mengambil Charlos dari gendongan Vanya. "Uuhh uhhh uhhh." Charlos memalingkan wajahnya. Vanya jadi merasa tak enak karena Charlos tidak mau lepas darinya. Dengan sedikit memaksa Charles menggendong Charlos dan berjalan ke arah mobil meninggalkan Vanya dan Erin. Setelah pamit dengan Vanya, buru-buru Erin menyusul anak dan cucunya itu. Setibanya di rumah, Vanya langsung membersihkan diri dan menemui mama di dapur yang tengah menyiapkan makan malam. "Kenapa agak lama pulangnya, Van?" tanya Mama sambil mematikan kompor dan memindahkan sayur yang baru dimasak ke dalam mangkok. "Tadi pulang kerja mampir sebentar beli kado buat temen, Ma. Eh, di sana malah ketemu sama keluarga yang di rumah sakit itu." Mama mengerutkan kening. Gak ingat dengan apa yang dimaksud oleh anaknya itu. "Oh yang itu. Trus gimana?" Tanya Mama yang telah ingat setelah sedikit diceritakan kembali oleh Vanya. "Gimana apanya, Ma?” Gantian Vanya yang bingung dengan pertanyaan Mama. Sementara itu di rumah orang tua Charles, mereka tengah duduk santai di ruang keluarga setelah selesai makan malam. Melihat Charlos beberapa kali menguap Sandra lantas membawa keponakannya itu menuju kamar untuk tidur. *** Entah ini kebetulan atau takdir, setelah seminggu ketemu di toko bayi, sekarang Vanya bertemu lagi dengan Charlos dan keluarganya di restoran salah satu mall. Saat itu Vanya baru saja keluar dari restroom hendak meninggalkan tempat itu namun seseorang yang tak lain adalah Erin, memanggilnya dengan suara lantang yang menyebabkan beberapa pengunjung restoran menoleh ke arah Vanya yang masih berada di depan ruangan restroom. Erin melambaikan tangan memanggil Vanya, membuat gadis itu mau tak mau harus mendekat. “Kenapa jadi ketemu dia terus? Baru juga minggu kemarin,” ucap Vanya dalam hati. Vanya tersenyum berdiri di samping Erin. "Ayo gabung di sini, Vanya. Kita sekeluarga lagi mau makan-makan, syukuran buat promosi Papanya Charlos di kantor," ucap Erin ramah. "Makasih, Tante. Saya baru selesai makan," ucap Vanya sambil melihat ke layar handphonenya yang dari tadi terus berbunyi. "Oh gitu. Ya sudah Tante minta nomor handphone kamu ya." Erin menyodorkan handphonenya yang disambut oleh Vanya. Selesai mengetik nomor handphonenya, Vanya pamit pergi duluan. Tak lupa ia mengelus pipi tembem Charlos yang tersenyum sumringah menatapnya. Semua memandang heran ke arah Erin saat Vanya telah menjauh. "Mama kayaknya akrab betul sama perempuan tadi?" tanya Sandra sambil membuka bekal buah untuk Charlos. "Dia yang waktu itu donor darah kan, Ma?" timpal Frans Kusuma, ayah Charles. "Iya, Pa. Mama sih belum terlalu akrab sama Vanya. Tapi sejauh ini dia anaknya baik, ramah, juga sopan," ucap Erin sambil melirik Charles yang tak memberi respon apa-apa. *** "Makasih ya." Vanya turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah. Entah kenapa, begitu melihat Mama di ruang tamu, Vanya spontan langsung menceritakan pertemuan tak sengajanya tadi dengan keluarga Charles pada Mama dengan sangat antusias. "Barang kali, kalian jodoh," ucap Mama santai sambil mengganti siaran tivi. Vanya memandang Mama dengan kening berkerut. "Emang Mama mau Vanya sama dia? Emang Mama gak masalah Vanya sama duda beranak satu? Mama yakin mau ngasih restu kalo Vanya jadian sama dia?" Bertubi-tubi Vanya menyerang Mama dengan pertanyaan, seolah dia sudah pasti jadian dengan Charles. Mama terdiam, tak menggubris pertanyaan Vanya yang sudah beranjak menuju kamar.Melipat kertas setorannya, Vanya tersenyum seraya mengucapkan terima kasih pada petugas teller karena transaksi sudah selesai. Bukan main kagetnya ia saat berbalik dan melihat Charles sudah berada di belakangnya dengan membawa tas besar."Eh, kamu,” ucap Vanya canggung beralih sedikit ke samping membiarkan Charles maju ke loket teller dan meletakan tas besarnya."Kita perlu bicara," ucap Charles datar dengan lirikan mata tajam.Bingung harus bersikap seperti apa, Vanya memilih untuk duduk di kursi nasabah sambil menunggu Charles selesai. Tak perlu waktu lama pria itu kembali dan duduk disamping Vanya. Tanpa basa basi Charles mengatakan hal yang membuat mulut rasanya sulit untuk terbuka."Omanya Charlos pasti sudah bilang sama kamu kan?” Charles menatap Vanya sejenak kemudian mengalihkan pandangannya. Vanya mengangguk kepala sambil memainkan kuku jari tangannya."Jadi aku mau mencoba dulu, ini semua demi Charlos."Vanya menganggukan kepalanya lagi. Dia seperti terhipnotis dengan ucapa
Setelah beberapa kali menolak halus ajakan Erin untuk makan siang, hari ini Vanya mengabulkan ajakan wanita itu. Tepat jam dua belas siang Erin telah datang menjemputnya ke kantor. Tentunya bersama Charlos dan Sandra. Mobil kemudian melaju menuju rumah makan yang letaknya tak begitu jauh dari kantor Vanya. "Gimana kerjaan kamu, Van?" Tanya Erin basa basi sambil menyuapi Charlos makanan pendamping asi yang dibawa dari rumah."Lancar, Tante," jawab Vanya singkat dengan senyum simpul."Sini biar Sandra aja yang nyuapin Charlos, Ma." Gantian, sekarang Sandra dengan telaten menyuapi Charlos. Sambil menikmati jus alpukat, Vanya tersenyum melihat Charlos yang terlihat anteng menikmati makanannya. Hal itu membuat Erin ikut tersenyum. Baru kali ini ia merasa sangat cocok dengan orang yang belum ia kenal dekat. Ia melihat sifat Vanya yang sangat keibuan. Asyik bermain dengan Charlos, Erin memanggil Vanya dengan wajah yang terlihat serius. "Iya, Tante," jawab Vanya sambil memandang wajah Eri
Pagi-pagi Vanya mendapati meja kerja sudah ditempati oleh orang lain, Rian yang berada di unit lain. Permintaannya agar Rian menjauh dari mejanya, ditolak mentah-mentah.“Gak salah ini?” Vanya syok membaca memo rotasi yang Rian tunjukkan. Sejak kemarin sampai pagi ini Vanya belum membuka WAG kantornya. Ingin membuktikan Rian tidak sedang bercanda, gadis itu buru-buru mengecek ulang memo dari handphonenya sendiri dan ternyata itu benar. "Ini kan awal bulan, tadi sudah ada beberapa bendahara kantor yang info mau minta jemput setoran. Nanti aku ikut ya kalau kamu jalan. Chat aja aku, oke," ucap Rian sambil mengedipkan mata. Vanya hanya berdehem. Dia mengambil barang-barangnya di laci meja kemudian menuju lantai tiga dengan menaiki anak tangga. Begitu sampai di ruangan, Vanya langsung disambut tepuk tangan teman-teman collection yang kesemuanya adalah laki-laki. Berjalan penuh percaya diri ke meja Rian yang sekarang menjadi mejanya, gadis itu melambaikan tangan bak putri Indonesia. ***
Pulang dari kantor Vanya melajukan mobilnya menuju toko bayi, membeli kado untuk teman kantornya yang baru saja melahirkan. Berjalan perlahan menyusuri beberapa rak, bibirnya mengulas senyum saat melihat seorang bayi yang tengah berada di dalam kereta tak jauh dari posisinya berdiri. Bayi laki-laki yang begitu menggemaskan.“Lucu banget sih,” ucap Vanya penuh senyum tapi tetap menahan diri untuk tidak mencolek anak bayi sembarangan.Seolah senang dengan keberadaan Vanya, bayi mungil itu mengeluarkan suara lucu sambil menggapai mainan yang berada di atasnya hingga mengeluarkan bunyi. Reflek seorang wanita yang berada tak jauh dari tempat itu menoleh dan mengecek keadaan bayi dalam kereta itu. Wanita itu terlihat serius sampai tidak menyadari keberadaan Vanya.“Hah?” Vanya kaget melihat siapa yang menghampiri bayi itu. Otaknya mengingat kejadian beberapa bulan lalu di rumah sakit. Wanita yang sama dan itu artinya bayi mungil yang ada di depannya adalah anaknya Charles. Tak ingin terliba
Entah berapa lama Vanya tertidur. Tubuhnya masih merasa lelah setelah perjalanan dinas dari Pontianak kemarin. Masih bermalas-malasan di balik selimut, gadis itu menatap ke arah pintu kamar yang perlahan terbuka."Masih capek, Van?" Mama berjalan menghampiri Vanya lantas duduk di tepi tempat tidur."Sedikit." Gadis itu menyingkap selimutnya dan bersandar.Sambil ikut merapikan tempat tidur Vanya, Mama mengajak anak gadisnya itu ke rumah sakit untuk menjenguk Irwan, Om nya Vanya yang akan operasi usus buntu hari ini. Tak ada bantahan, Vanya mengangguk seraya bersiap.Sore hari di rumah sakit.Setibanya di parkiran rumah sakit, mereka lantas berjalan menuju lift yang akan membawa mereka ke lantai empat di mana ruang operasi berada. Mama langsung menghampiri Tante Indah yang menunggu di luar ruang operasi bersama Nia, sepupunya. Sementara itu Vanya memperlambat langkah kakinya, kala mendengar pasangan suami istri berusia paruh baya yang sedang berdiri gusar di depan ruang operasi persali