Share

Please, Stop

Author: Lystania
last update Last Updated: 2025-07-23 10:00:37

Memasuki usia Charlos yang ke delapan belas bulan alias satu setengah tahun, Charlos dijadwalkan akan imunisasi. Sebelumnya Erin telah mendapatkan pesan konfirmasi dari bagian admin dokter anak di salah satu klinik di Jakarta. Hari sabtu jam empat sore. Erin, Vanya, dan Charlos sudah siap tinggal berangkat, saat Charles tiba-tiba datang dan mengatakan siap untuk mengantarkan mereka.

"Sebentar Charles ganti baju ya, Ma," ucap Charles sambil masuk ke dalam kamar.

Sepuluh menit kemudian, Charles telah siap, mengenakan celana jeans dan kaos hitam lengkap dengan sepatu sneakers nya. Ia terlihat sangat mempesona.

"Charlos sama Ami di depan ya," ucap Erin sambil memberikan Charlos pada Vanya, dan ia masuk duduk di kursi belakang. Vanya masuk dan memangku Charlos, sementara Charles mengemudikan mobil. Di tengah jalan, tiba-tiba Erin minta diturunkan di kantor Frans.

"Loh kenapa, Ma?" tanya Vanya.

“Lagi bete sama Charles juga, Mama malah mau gak ikut” batin Vanya.

"Mama kan juga mau malam mingguan sama Papa berdua. Kalian malam mingguan juga ya, setelah dari dokter," ucap Erin.

"Oke, Ma," jawab Charles antusias namun berbanding terbalik dengan Vanya. Ia tak berharap banyak dengan Papanya Charlos itu. Charles membelokkan mobil memasuki halaman SPBU. Ia menurunkan Erin dan langsung pamit pergi, mengingat akan antri di dokter anak nanti meskipun telah mengkonfirmasi akan datang.

Sepanjang perjalanan Vanya hanya bermain dengan Charlos. Sesekali Charles meliriknya namun tak ada respon dari Aminya Charlos itu. Mobil memasuki halaman klinik dokter anak yang biasa didatangi Charlos. Bangunan satu lantai yang dicat menggunakan warna putih di luarnya tampak begitu asri dengan banyaknya pohon-pohon besar di halamannya. Setelah memarkirkan mobilnya, mereka bertiga berjalan masuk ke dalam ruangan.

"Selamat sore," sapa seorang wanita berbaju seragam warna tosca dengan ramah saat mereka bertiga masuk ke dalam.

"Selamat sore, Mbak. Mau imunisasi atas nama Charlos," ucap Vanya. Sementara Charles menemani Charlos yang telah sibuk bermain dengan beberapa mobil dan robot-robotan yang ada di sana. Wanita berseragam tosca itu, tampak serius melihat ke layar komputernya kemudian tersenyum memandang Vanya.

"Baik, untuk Baby Charlos telah dijadwalkan imunisasi di hari ini. Saya boleh minta nomor handphone Ibu sebagai data kami?" petugas admin di klinik itu memberikan selembar kertas dan pulpen pada Vanya.

"Terima kasih ya, Bu Vanya. Silahkan ditunggu nanti akan kami panggil lagi," ucap petugas itu sambil meninggalkan mejanya dan masuk ke dalam ruangan praktek dokter. Vanya duduk tak jauh dari tempat Charles dan Charlos bermain. Sementara masih menunggu giliran, Vanya membuka sosial media di handphonenya. Saat Charles duduk di sampingnya, Vanya tetap bergeming, tak memperdulikannya.

"Atas nama Baby Charlos," panggil petugas itu. Vanya langsung berdiri dan mengajak Charlos masuk ke ruangan praktek dokter.

“Baru juga mau ngomong” guman Charles dalam hati sambil bangkit berdiri mengikuti Vanya dan Charlos yang lebih dulu masuk ke dalam.

"Silahkan, Bapak Ibu. Saya periksa dulu Baby nya ya," ucap dokter anak itu ramah. Wanita paruh baya yang mengenakan kacamata itu memeriksa Charlos di atas tempat tidur ditemani oleh Vanya yang setengah memeluk Charlos.

"Baik, kondisi Baby Charlos hari ini sehat. Suhu tubuhnya juga normal, jadi sekarang kita bisa mulai imunisasinya," ucap Ibu dokter sambil memandang Vanya dan Charles bergantian. Seorang perawat menyiapkan peralatan suntiknya, sementara Vanya berusaha mengalihkan perhatian Charlos agar tidak merasa sakit saat disuntik.

"Oke sudah selesai," ucap Ibu dokter lagi sambil menempelkan plester ke tangan kiri Charlos. Vanya menurunkan Charlos dari tempat tidur dan mengajaknya duduk di depan Ibu dokter.

"Sehat-sehat selalu ya," pesan Ibu dokter. Sambil tersenyum, mereka pamit dan keluar dari ruangan dokter.

"Aku ke kasir dulu."

"Hemm …" hanya deheman Vanya yang terdengar. Lima menit kemudian Charles telah kembali dan mereka bergegas meninggalkan praktek dokter itu.

Langit sore nan jingga mulai berubah warna menjadi gelap, tanda malam telah tiba. Jalanan pun mulai padat merayap mengingat ini adalah malam minggu. Malam yang cukup dinanti untuk setiap pasangan yang saling mencinta untuk quality time sekedar untuk nonton film di bioskop, dinner, ataupun hanya nongkrong di cafe. Saling mencinta. Tapi itu tidak berlaku untuk Vanya dan Charles, tak ada kata saling di antara mereka, yang ada hanya masing-masing dengan perasaan mereka sendiri. Musik yang mengalun dari radio mobil sedikit mencairkan suasana yang terasa dingin, tidak hanya karena ac mobil namun juga karena dinginnya hati Vanya pada Charles.

"Anak Papa mau jalan-jalan kemana nih? Mau ke taman apa makan aja, atau ikut nonton sama Papa dan Ami," ucap Charles yang dari tadi matanya sudah curi-curi pandang pada Vanya.

“Diam kaya gini, gak ada gunanya juga. Toh dia juga gak sadar-sadar. Padahal aku gak minta apa-apa dari dia, cuma mau dengar dia bilang maaf karena kejadian subuh itu” gumam Vanya sambil menghembuskan nafas kasar.

"Gimana nih Charlos, gak ada kejelasan. Kalau muter-muter gini terus, yang ada bensin mobil habis." Kali ini Charles menatap Vanya, saat mobil berhenti tepat di lampu merah depan sebuah mall.

"Coba Charlos tanya sama Ami, tujuan kita ini kemana."

"Makan di mall itu aja," sahut Vanya singkat seraya memandang bangunan megah dengan banyak icon yang terpajang di depannya.

"Akhirnya Ami Charlos keluar juga suaranya!" seri Charles senang. Ia memasang lampu sign mobilnya hendak berbelok masuk ke dalam parkiran mall.

***

Setelah selesai makan di salah satu restoran mall, mereka mengajak Charlos ke arena bermain yang ada di lantai tiga. Setelah membayar tiket masuk dan mengganti alas kaki, mereka bertiga masuk dan menemani Charlos bermain. Tak ingin mencoba permainan yang lain, ternyata Charlos hanya berminat pada wahana mandi bola saja. Ia sangat bahagia saat berada di dalam tempat yang penuh dengan bola-bola berwarna warni. Sesekali Vanya mengabadi momen saat Charlos asyik bermain.

"Tahan ya kamu cuek sama aku," katanya sambil melemparkan bola ke arah Vanya.

"Kenapa harus gak tahan?" tanyanya balik dengan wajah datar memandang Papanya Charlos itu.

"Itu semua di bawah alam sadar. Aku mana bisa kontrol kalau tiba-tiba aku mengigau sebut nama orang," ucap Charles menjelaskan.

"Enggak lah, itu karena kamu masih memikirkan ibunya Charlos, sampai dalam mimpi pun kamu masih memikirkannya," ucap Vanya.

Charles terdiam.

"Kadang aku suka terbawa perasaan saat kamu terlihat manis dan sepertinya perhatian, sampai aku lupa kalau kamu gak ada perasaan sama aku."

Mendengar perkataan Vanya yang seperti itu membuat Charles bingung mau menjawab apa.

"Ami … Ami …" panggil Charlos.

"Yang, puyang," ucapnya lagi dengan bahasa khas anak kecil yang masih cadel.

"Ayuk kita pulang, Papa kamu juga sudah mulai bosan kayaknya di sini," ucap Vanya menatap tajam Charles kemudian beralih menghampiri Charlos dan mengeluarkannya dari arena permainan mandi bola.

“Salah lagi” batin Charles seraya mengikuti Vanya juga Charlos keluar.

Melihat sikap Vanya yang seperti itu membuat Charles jadi tak karuan rasa. Ia menjadi sangat bersalah telah menyakiti Vanya. Dijelaskan bagaimana pun, tetap saja Vanya tak percaya bahwa saat itu murni mimpi atau hanya igauan tak berarti orang tidur, bukan karena Charles yang masih memikirkan Kirana. Meski tahu akan di cuekin oleh Vanya, Charles tetap mencolek-colek bahunya.

"Ah…" ucapnya dengan mulut yang lebar penuh keisengan. Ia mencolek pinggang Vanya yang membuat Vanya melonjak karena geli. Tak kunjung berbalik, Charles mengulangi sampai Vanya berbalik dan melemparkan bantal kepada Charles.

"Ternyata kamu masih ting-ting ya," goda Charles.

"Apa hubungannya?"

"Katanya sih kalau pinggang kamu dicolek masih gelinya tanda masih ting-ting." Dengan sigap Charles mencolek pinggang Vanya kiri dan kanan secara bergantian dengan cepat. Membuat wajah Vanya yang tadinya tak ada ekspresi, kini tak bisa berhenti tertawa oleh Charles.

"Stop. Geli tahu," ucap Vanya berusaha menghindar.

"Jadi kamu masih mau cuekin aku?"

Vanya terdiam.

"Aku bakal terus kaya gini sampai kamu…" ucap Charles kembali menggelitik pinggang Vanya.

"Iya iya, sudah," ucap Vanya.

Sejenak mereka mata mereka berdua saling beradu pandang.

"Maaf ya," ucap Charles pelan sambil menggenggam tangan Vanya dan meletakkannya tepat di jantungnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DUDA POLISI BUCIN   Dalam Dekapan

    Pencarian hari ketiga, akhirnya membuahkan hasil. Setelah sebelumnya, Charles menyerahkan foto diri orang yang menipu keluarganya, Charles mendapatkan kabar, bahwa orang yang diduga mirip dengan ciri-ciri yang dicari, terlihat di salah satu rumah makan di daerah Bandung siang ini. Setelah mendapatkan izin dari atasannya. Charles dan seorang temannya meluncur ke sana.Aku ke Bandung dulu. Ada yang diurus. Nanti Sandra yang jemput, karena aku mungkin pulang tengah malam.Isi pesan yang dikirim Charles pada Vanya. Sepertinya semesta mendukung rencana Charles untuk memburu tukang tipu itu. Setibanya di Bandung, Charles langsung menuju ke sebuah rumah kontrakan tempat orang itu berada, sebelumnya Charles telah minta tolong pada temannya di salah satu polsek di daerah Bandung untuk mengikuti kemana orang itu pergi. Charles memarkir jauh mobilnya, kemudian berjalan menuju rumah yang dimakasud."Mana?" tanya Charles pada temannya yang telah lebih dulu menunggu tak jauh

  • DUDA POLISI BUCIN   Tamu Bulanan

    Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Vanya hanya diam. Sedari tadi ia terus memegang perutnya dengan posisi sedikit membungkuk. Ini dilakukannya agar sakit datang bulannya sedikit berkurang. Sudah lama ia tidak merasakan sakit yang lumayan menyiksa seperti ini."Kamu sakit? Wajah kamu pucat? Sudah makan?" tanya Charles bertubi-tubi. Vanya mengangkat wajahnya dan tersenyum kecut. "Aku baik-baik aja," ucapnya dengan nada tertahan."Kalau baik-baik aja, kenapa sampai pucat kayak gitu?""Sakitnya udah biasa. Setiap bulan pasti kaya gini. Masalah wanita.""Tapi selama kita sama-sama, baru kali ini aku lihat kamu sakit sampai pucat kayak gini," ucap Charles lagi. Vanya tak menjawab, berharap Charles berhenti menanyainya. Karena gerakan bibir saat menjawab setiap pertanyaan dari Charles, menambah rasa nyeri di perutnya."Kalau gitu, sekarang kita ke dokter. Kita periksa. Supaya jelas kamu ada riwayat sakit apa. Aku gak mau kamu kaya Kirana dulu yang punya kista di

  • DUDA POLISI BUCIN   Teman SMA

    Pagi ini Vanya bangun karena suara tangisan Charlos. Ia meraba sampingnya dan tak merasakan keberadaan Charlos. Ia beranjak dari ranjang dan menggendong Charlos, keluar dari box bayinya."Sshhh sshhhh shhhhh," Vanya coba menenangkan Charlos. Ia melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul lima pagi. Di balik selimut Charles juga masih terlelap tidur. Setelah Charlos tenang dan kembali tidur, dengan perlahan ia meletakkan Charlos ke dalam box bayinya. Vanya mencuci muka, menyikat gigi, dan merapikan rambutnya, sebelum keluar dari kamar.Hannya mereka bertiga yang ada di rumah. Paling tidak, ia harus menyiapkan sarapan untuk Charles dan juga Charlos. Ia membuka kulkas dan melihat apa yang dapat dimasak pagi ini. Ia mengeluarkan ayam yang telah dibumbui dari dalam freezer dan mengeluarkan beberapa jenis sayuran. Sinar matahari mulai mengintip dari balik celah-celah jendela. Ia lalu mematikan kompor karena masakannya telah selesai. Tak perlu waktu lama untuk

  • DUDA POLISI BUCIN   Di Rumah Sakit

    "Lagi ngapain, Ma?" tanya Vanya di ujung telepon. Sabtu ini di habiskannya hanya di rumah saja, dengan Charlos dan tentunya, Erin, ibu mertuanya. Seperti biasa, Frans ada di kantor sementara Sandra masih sibuk dengan urusan skripsinya. "Lagi siap-siap mau pergi acara bulanan sama Tante Lusi," sahut Mama dengan loudspeaker handphone yang menyala karena tangannya masih sibuk melukis wajah."Di jemput sama Tante Lusi?""Iya, Sayang. Mama sih pengen kursus nyetir supaya bisa bawa mobil, sayang kan mobil di rumah nganggur. Atau kamu bawa aja mobilnya ke sana," ucap Mama yang kini tangan dan matanya serius menatap kaca, fokus menggambar alis."Mama ih, mobilnya biarin aja disana.""Ya udah, nanti kamu cariin Mama tempat kursus ya," ucap Mama sambil membereskan beberapa peralatan make upnya."Oke, Ma. Ya sudah Mama hati-hati ya, Vanya tutup teleponnya ya," ucap Vanya.Ia kemudian duduk melantai di dekat Charlos, menemaninyaa bermain."Ami, Ami, mobil, mobil

  • DUDA POLISI BUCIN   Nongkrong

    Sikap Vanya kini mulai melunak. Seperti hari ini, Vanya menuruti kemauan Charles saat ia mengajaknya pergi untuk sekedar makan es krim dengan varian yang berbeda di salah satu kedai es krim, setelah pulang bekerja. Laporan yang diminta atasannya untuk diserahkan pukul lima sore, telah selesai dikerjakan Charles dari pukul setengah empat dan siap untuk diantar sekarang. Ia membereskan mejanya dan menyimpan laptopnya di laci."Permisi, Pak," ucap Charles seraya mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan atasannya setelah dipersilahkan."Baru jam berapa ini?" atasannya melirik jam di tangan kirinya sewaktu Charles meletakkan map berwarna coklat berisi laporan yang dimintanya. Charles nyengir mendengar perkataan atasannya itu."Oh, malam jumat ya," goda atasannya lagi yang membuat Charles malu."Tahu aja, Bapak," jawabnya. Padahal sih mau malam apapun bahkan malam jumat sekalipun gak ngaruh sama dia.Asyik membahas beberapa kasus dengan atasannya, tiba-tiba istri atas

  • DUDA POLISI BUCIN   Please, Stop

    Memasuki usia Charlos yang ke delapan belas bulan alias satu setengah tahun, Charlos dijadwalkan akan imunisasi. Sebelumnya Erin telah mendapatkan pesan konfirmasi dari bagian admin dokter anak di salah satu klinik di Jakarta. Hari sabtu jam empat sore. Erin, Vanya, dan Charlos sudah siap tinggal berangkat, saat Charles tiba-tiba datang dan mengatakan siap untuk mengantarkan mereka."Sebentar Charles ganti baju ya, Ma," ucap Charles sambil masuk ke dalam kamar.Sepuluh menit kemudian, Charles telah siap, mengenakan celana jeans dan kaos hitam lengkap dengan sepatu sneakers nya. Ia terlihat sangat mempesona."Charlos sama Ami di depan ya," ucap Erin sambil memberikan Charlos pada Vanya, dan ia masuk duduk di kursi belakang. Vanya masuk dan memangku Charlos, sementara Charles mengemudikan mobil. Di tengah jalan, tiba-tiba Erin minta diturunkan di kantor Frans."Loh kenapa, Ma?" tanya Vanya.“Lagi bete sama Charles juga, Mama malah mau gak ikut” batin Vanya."Ma

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status