Sikap Vanya kini mulai melunak. Seperti hari ini, Vanya menuruti kemauan Charles saat ia mengajaknya pergi untuk sekedar makan es krim dengan varian yang berbeda di salah satu kedai es krim, setelah pulang bekerja. Laporan yang diminta atasannya untuk diserahkan pukul lima sore, telah selesai dikerjakan Charles dari pukul setengah empat dan siap untuk diantar sekarang. Ia membereskan mejanya dan menyimpan laptopnya di laci.
"Permisi, Pak," ucap Charles seraya mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan atasannya setelah dipersilahkan. "Baru jam berapa ini?" atasannya melirik jam di tangan kirinya sewaktu Charles meletakkan map berwarna coklat berisi laporan yang dimintanya. Charles nyengir mendengar perkataan atasannya itu. "Oh, malam jumat ya," goda atasannya lagi yang membuat Charles malu. "Tahu aja, Bapak," jawabnya. Padahal sih mau malam apapun bahkan malam jumat sekalipun gak ngaruh sama dia. Asyik membahas beberapa kasus dengan atasannya, tiba-tiba istri atasannya masuk. "Eh, sepertinya istri Pak Charles ini belum masuk di grup w******p ibu-ibu bhayangkari deh," ucapnya sambil mengeluarkan handphone dari tasnya. "Oh gitu ya, Bu," jawab Charles. Ia kemudian menyebutkan nomor handphone Vanya yang langsung disimpan oleh istri atasannya itu. "Kalau gitu saya pamit dulu, Pak, Bu," ucap Charles pamit dan meninggalkan ruang kerja atasannya. Sambil berjalan menuju mobilnya, Charles melirik jam di tangannya yang menunjukkan pukul setengah lima sore. Seharusnya di sudah sampai di depan kantor Vanya sekarang, kalau saja tadi tiba ngobrol lama dengan atasan dan istrinya. Dikantornya, Vanya sedang menyelesaikan inputan berkas yang tak seberapa banyak. Ia sedikit tidak fokus karena pikirannya sudah berada di tempat lain. Membayangkan akan makan es krim berdua dengan Charles. "Selesai," ucapnya senang. Ia membersihkan mejanya dari berkas-berkas dan hendak mematikan komputernya. "Van, tolongin Mbak dong, ini ada berkas yang harus di input hari ini, tapi Mbak sekarang harus ke rumah sakit, orang tua Mbak sakit." Perkataan Priska menahan langkah kaki Vanya yang sudah siap beranjak dari kursinya. Bingung, mau nolak gak enak tapi kasihan juga. Tapi kalau diterima, jam pulangnya molor dan rencana makan es krimnya terancam batal. Vanya mengangguk dan tersenyum padahal didalam hati sedikit galau. "Makasih banyak ya. Maaf ngerepotin," pamitnya dengan tergesa-gesa. Ia berpindah duduk dan menginput berkas itu di komputer Priska. Aku sudah di depan. Pesan dari Charles yang langsung dibalas oleh Vanya. Masih ada kerjaan. Tungguin setengah jam lagi. Setelah membalas pesan dari Charles ia fokus menginput berkas di depannya dan tak terlalu melayani pembicaraan yang tak penting oleh Tyas. "Malam jumat jadi fokus mau nyelesain tugas tambahan dari Mbak Priska ya," goda Tyas yang merasa sedikit di cuekin oleh Vanya. "Iya." "Singkat amat," ucap Tyas. Vanya menatap Tyas sejenak kemudian kembali fokus menarikan tangannya di atas keyboard. "Mau aku bantuin?" "Tyas, telat tahu. Ini sudah selesai. Kenapa gak dari tadi bilangnya," ujar Vanya. Rasanya ingin nangis saat Tyas menawarkan bantuan di saat pekerjaannya sudah selesai. Tyas hanya tertawa kecil melihat ekspresi Vanya. *** Hasilnya, memang mereka tidak jadi makan eskrim, bukan karena batal atau gak sempat, tapi karena tempatnya penuh dan kalau mau masuk harus nunggu dulu. Vanya akhirnya merekomendasinya tempat yang beberapa kali didatanginya untuk nyantai setelah pulang kerja. Setibanya di sana, hanya ada beberapa orang yang sedang santai di sana. "Sudah jam lima lewat gini, gak papa kita pulang telat ke rumah. Kasihan Charlos," ucap Vanya sambil melepas seatbeltnya. “Kasihan lagi aku, dekat kayak gini sama kamu aja jarang. Ntar pas sudah dekat, pasti ada-ada aja kejadian aneh” guman Charles dalam hati. "Sebentar aja gak apa-apa. Lagian kita juga gak tiap hari kaya gini," jawab Charles. "Kita gak tiap hari kayak gini kan itu karena ulah kamu. Kalau gak aku yang selalu salah di mata ku, atau kamu bikin ulah yang aneh-aneh," ucap Vanya sedikit ngegas. Mereka disambut alunan lagu kasih putih saat masuk ke dalam cafe, yang spontan membuat Vanya ikut berdendang. "Kamu mau merasakan hangatnya sentuhan kasih," ucap Charles sambil menyanyikan sepenggal lagu itu. Vanya nyengir sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Silahkan mau pesan apa?" tanya seorang pelayan sambil meletakkan dua lembar kertas yang berisi daftar menu. "Menu baru ya, Mbak?" Vanya menunjuk-nunjuk kertas daftar menu. "Betul, Mbak. Varian es krim coklat vanila yang paling best seller," terang pelayan itu. "Aku mau itu aja, Mbak. Toppingnya pakai buah kiwi sama strawberry. Terus kentang bakar sama air mineral." "Samain aja, Mbak," sambung Charles sambil mengembalikan dua lembar kertas daftar menu itu. "Ditunggu sebentar ya," ucap pelayan itu ramah sambil berlalu dari hadapan mereka. "Akhirnya kita tetap makan eskrim kan, walau beda tempat," ucap Charles. "Iya untung aja kita kesini. Terakhir kali aku kesini, menu es krim masih belum ada," ucap Vanya. Ia menoleh ke jendela, menikmati lalu lalang kendaraan bermotor yang mulai memenuhi jalan. "Kapan? Sama siapa kamu kesini?" tanya Charles bertubi-tubi. Jiwa penasaran alias keahlian interogasinya muncul. Vanya mengernyitkan dahinya. Rasa kesalnya muncul mengingat kejadian itu. "Kenapa kamu diam? Pasti kamu sama …" Vanya langsung memotong ucapan Charles. "Masih berani menuduh? Aku kesini sendirian saat kamu bikin aku nangis! Bisa-bisanya kamu berpikir aku sama orang lain datang ke sini. Ternyata kamu masih gak percaya sama aku?" Beberapa saat Charles terdiam. Sel-sel di otaknya berusaha membangun memori. Mencoba mengingat kejadian apa yang diperbuatnya sampai menyebabkan Vanya menangis. "Kenapa, sudah ingat?" ucap Vanya saat raut wajah Charles mengalami perubahan. "Masih berpikir jelek tentang aku? Atau kamu lagi berpikir cara bikin aku nangis lagi?" "Ya nggak lah," jawab Charles. "Kali aja, jadi kan aku bisa siapin hati dulu," ucap Vanya lagi yang membuat perasaan Charles gak enak. Ia sekarang terus berusaha mengontrol emosi dari masa lalunya agar tak merusak suasana dan keluarga barunya sekarang. "Silahkan." pelayan tadi datang dan meletakkan pesanan mereka berdua. Tanpa aba-aba, Vanya langsung menyantap es krim di depannya. Lumayan mendinginkan hatinya yang tadi hampir terbakar karena Charles mengingatkan kejadian tempo lalu. "Sekarang makan yang dingin, nanti kita bikin yang panas ya," ucap Charles dengan senyum di kulum. Wajah Vanya bersemu merah. Ia tak menggubris Charles dan terus menikmati es krimnya. Berusaha mengacuhkan Charles agar ia tidak berpikiran yang macam-macam.Pencarian hari ketiga, akhirnya membuahkan hasil. Setelah sebelumnya, Charles menyerahkan foto diri orang yang menipu keluarganya, Charles mendapatkan kabar, bahwa orang yang diduga mirip dengan ciri-ciri yang dicari, terlihat di salah satu rumah makan di daerah Bandung siang ini. Setelah mendapatkan izin dari atasannya. Charles dan seorang temannya meluncur ke sana.Aku ke Bandung dulu. Ada yang diurus. Nanti Sandra yang jemput, karena aku mungkin pulang tengah malam.Isi pesan yang dikirim Charles pada Vanya. Sepertinya semesta mendukung rencana Charles untuk memburu tukang tipu itu. Setibanya di Bandung, Charles langsung menuju ke sebuah rumah kontrakan tempat orang itu berada, sebelumnya Charles telah minta tolong pada temannya di salah satu polsek di daerah Bandung untuk mengikuti kemana orang itu pergi. Charles memarkir jauh mobilnya, kemudian berjalan menuju rumah yang dimakasud."Mana?" tanya Charles pada temannya yang telah lebih dulu menunggu tak jauh
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Vanya hanya diam. Sedari tadi ia terus memegang perutnya dengan posisi sedikit membungkuk. Ini dilakukannya agar sakit datang bulannya sedikit berkurang. Sudah lama ia tidak merasakan sakit yang lumayan menyiksa seperti ini."Kamu sakit? Wajah kamu pucat? Sudah makan?" tanya Charles bertubi-tubi. Vanya mengangkat wajahnya dan tersenyum kecut. "Aku baik-baik aja," ucapnya dengan nada tertahan."Kalau baik-baik aja, kenapa sampai pucat kayak gitu?""Sakitnya udah biasa. Setiap bulan pasti kaya gini. Masalah wanita.""Tapi selama kita sama-sama, baru kali ini aku lihat kamu sakit sampai pucat kayak gini," ucap Charles lagi. Vanya tak menjawab, berharap Charles berhenti menanyainya. Karena gerakan bibir saat menjawab setiap pertanyaan dari Charles, menambah rasa nyeri di perutnya."Kalau gitu, sekarang kita ke dokter. Kita periksa. Supaya jelas kamu ada riwayat sakit apa. Aku gak mau kamu kaya Kirana dulu yang punya kista di
Pagi ini Vanya bangun karena suara tangisan Charlos. Ia meraba sampingnya dan tak merasakan keberadaan Charlos. Ia beranjak dari ranjang dan menggendong Charlos, keluar dari box bayinya."Sshhh sshhhh shhhhh," Vanya coba menenangkan Charlos. Ia melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul lima pagi. Di balik selimut Charles juga masih terlelap tidur. Setelah Charlos tenang dan kembali tidur, dengan perlahan ia meletakkan Charlos ke dalam box bayinya. Vanya mencuci muka, menyikat gigi, dan merapikan rambutnya, sebelum keluar dari kamar.Hannya mereka bertiga yang ada di rumah. Paling tidak, ia harus menyiapkan sarapan untuk Charles dan juga Charlos. Ia membuka kulkas dan melihat apa yang dapat dimasak pagi ini. Ia mengeluarkan ayam yang telah dibumbui dari dalam freezer dan mengeluarkan beberapa jenis sayuran. Sinar matahari mulai mengintip dari balik celah-celah jendela. Ia lalu mematikan kompor karena masakannya telah selesai. Tak perlu waktu lama untuk
"Lagi ngapain, Ma?" tanya Vanya di ujung telepon. Sabtu ini di habiskannya hanya di rumah saja, dengan Charlos dan tentunya, Erin, ibu mertuanya. Seperti biasa, Frans ada di kantor sementara Sandra masih sibuk dengan urusan skripsinya. "Lagi siap-siap mau pergi acara bulanan sama Tante Lusi," sahut Mama dengan loudspeaker handphone yang menyala karena tangannya masih sibuk melukis wajah."Di jemput sama Tante Lusi?""Iya, Sayang. Mama sih pengen kursus nyetir supaya bisa bawa mobil, sayang kan mobil di rumah nganggur. Atau kamu bawa aja mobilnya ke sana," ucap Mama yang kini tangan dan matanya serius menatap kaca, fokus menggambar alis."Mama ih, mobilnya biarin aja disana.""Ya udah, nanti kamu cariin Mama tempat kursus ya," ucap Mama sambil membereskan beberapa peralatan make upnya."Oke, Ma. Ya sudah Mama hati-hati ya, Vanya tutup teleponnya ya," ucap Vanya.Ia kemudian duduk melantai di dekat Charlos, menemaninyaa bermain."Ami, Ami, mobil, mobil
Sikap Vanya kini mulai melunak. Seperti hari ini, Vanya menuruti kemauan Charles saat ia mengajaknya pergi untuk sekedar makan es krim dengan varian yang berbeda di salah satu kedai es krim, setelah pulang bekerja. Laporan yang diminta atasannya untuk diserahkan pukul lima sore, telah selesai dikerjakan Charles dari pukul setengah empat dan siap untuk diantar sekarang. Ia membereskan mejanya dan menyimpan laptopnya di laci."Permisi, Pak," ucap Charles seraya mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan atasannya setelah dipersilahkan."Baru jam berapa ini?" atasannya melirik jam di tangan kirinya sewaktu Charles meletakkan map berwarna coklat berisi laporan yang dimintanya. Charles nyengir mendengar perkataan atasannya itu."Oh, malam jumat ya," goda atasannya lagi yang membuat Charles malu."Tahu aja, Bapak," jawabnya. Padahal sih mau malam apapun bahkan malam jumat sekalipun gak ngaruh sama dia.Asyik membahas beberapa kasus dengan atasannya, tiba-tiba istri atas
Memasuki usia Charlos yang ke delapan belas bulan alias satu setengah tahun, Charlos dijadwalkan akan imunisasi. Sebelumnya Erin telah mendapatkan pesan konfirmasi dari bagian admin dokter anak di salah satu klinik di Jakarta. Hari sabtu jam empat sore. Erin, Vanya, dan Charlos sudah siap tinggal berangkat, saat Charles tiba-tiba datang dan mengatakan siap untuk mengantarkan mereka."Sebentar Charles ganti baju ya, Ma," ucap Charles sambil masuk ke dalam kamar.Sepuluh menit kemudian, Charles telah siap, mengenakan celana jeans dan kaos hitam lengkap dengan sepatu sneakers nya. Ia terlihat sangat mempesona."Charlos sama Ami di depan ya," ucap Erin sambil memberikan Charlos pada Vanya, dan ia masuk duduk di kursi belakang. Vanya masuk dan memangku Charlos, sementara Charles mengemudikan mobil. Di tengah jalan, tiba-tiba Erin minta diturunkan di kantor Frans."Loh kenapa, Ma?" tanya Vanya.“Lagi bete sama Charles juga, Mama malah mau gak ikut” batin Vanya."Ma