Semenjak insiden sebut nama di subuh waktu itu, terjadi perubahan sikap Vanya kepada Charles. Ia bertekad untuk menjaga hati dan perasaannya agar tidak terluka terlalu dalam. Sebisa mungkin ia menghindari bersentuhan maupun bertatapan dengan Charles. Karena sekali tersentuh atau memandang wajah dan mata Charles, dapat membuat runtuh benteng pertahanan Vanya.
Mobil yang dikemudikan Charles berhenti tepat di depan kantor Vanya. Ia membuka seatbeltnya dan langsung turun dari mobil tanpa menoleh sedikitpun pada Charles. “Sudah hampir seminggu, tapi dia masih cuek aja” gumam Charles. Ia menginjak pedal gas dan melajukan mobil menuju kantor. Setelah absen, Charles bergegas pergi lagi. "Mau kemana, Bang?" tanya Tere saat Charles membuka pintu mobilnya. "Ada urusan sebentar," sahut Charles. Ia memundurkan mobilnya, kemudian keluar dari parkiran kantornya. Kemana lagi, kalau bukan ke makamnya Kirana. Seperti biasanya, ia membeli sebuket mawar di toko bunga depan makam. Makam yang selalu tampak bersih dari dedaunan setiap kali Charles datang. “Sudah hampir tiga bulan aku menikah dengan Vanya. Dan hari ini tepat seminggu aku membuatnya kesal. Dia bilang aku menyebut namamu sewaktu aku tidur. Terlihat jelas dia marah saat itu. Kamu yang tenang di sana ya, aku sudah ikhlas dengan semua ini. Biarkan aku mencoba menata perasaan ku lagi” gumamnya. Ia mengelus batu yang bertuliskan nama Kirana, kemudian beranjak pergi. Angin bertiup sepoi-sepoi saat Charles berjalan menjauh dari makam Kirana. Terasa sejuk sampai ke relung hati. *** Saking masih kesalnya dengan Charles, membuat Vanya tak konsen saat melakukan penginputan berkas nasabah. "Vanya, dalam satu hari ini udah dua kali lo, sekali kali kamu salah input, saya kasih hadiah payung nanti!" seru Indra dari dalam ruangannya yang berada tepat di depan Meja Vanya. "Iya Mas Indra, sorry. Ini langsung dikoreksi," sahut Vanya sambil nyengir. "Lagi ada masalah?" tanya Tyas. "Gak ada. Cuman lagi gak konsen aja, efek lapar," jawab Vanya berbohong. Tak mungkin ia menceritakan masalah ini pada orang lain. "Martabak sama kebab nih dari tadi kamu anggurin aja," ucap Tyas seraya melirik makanan yang ada di depannya. Vanya nyengir kuda sambil berjalan menuju meja Tyas. Ia melahap dua potong martabak, sebelum beranjak ke ruangan akunting. Begitu masuk ke ruangan akunting yang tak begitu luas, tv yang tertempel di dinding menyiarkan konferensi pers pengumuman dari kepolisian tentang terungkapnya jaringan dari pelaku peledakan bom di salah satu rumah ibadah kemarin. "Hebat banget ya sekarang kepolisian, gak perlu waktu lama buat nangkap jaringan si pelaku." "Iya, meni ganteng-ganteng pisan euiy itu bapak-bapak polisi." Mendengar komentar-komentar itu, Vanya menoleh menatap layar kaca yang ada di atas kepalanya. Ingin tahu, siapa sih yang dibilang ganteng itu. “Bapaknya Charlos” gumamnya dalam hati. "Tapi yang duduk sebelah kanan ujung itu, mirip sama suami kamu, Van," ucap seorang wanita berbaju coklat. "Iya, Mbak," sahut Vanya tersenyum kecil. Setelah ia selesai membetulkan kesalahan penginputan di ruang akunting, Vanya kembali ke meja dan melanjutkan pekerjaannya yang masih lumayan banyak. Hingga akhirnya semua pekerjaannya selesai di pukul tujuh malam. Sebelumnya ia sudah memberitahu Erin akan pulang terlambat hari ini. Vanya sebenarnya merasa tidak nyaman dengan Erin, karena tetap ikut mengurusi Charlos dalam porsi yang cukup besar. Dalam dua puluh empat jam, Charlos lebih banyak menghabiskan waktu dengan Erin ketimbang dengan dirinya. Di saat menidurkan Charlos di malam hari, Vanya selalu mengucapkan terimakasih dan minta maaf pada Charlos di dalam hatinya. Terimakasih karena Charlos telah menjadi anak yang sangat baik dan minta maaf karena ia belum sepenuhnya mampu mencurahkan kasih sayang kepada Charlos. *** Setiba di rumah, Vanya dengan cepat membersihkan diri, tak sabar ingin bermain bersama Charlos. Secapek apapun Vanya dari pulang kerja, ia selalu berusaha untuk tetap bersemangat dan antusias saat bersama dengan Charlos. Ia tak ingin anak sambungnya itu merasa tidak mendapat kasih sayang darinya. Walaupun kasih sayangnya belum melimpah, seperti yang diberikan Erin, mertuanya. "Tadi kamu pulang sama siapa? Papanya Charlos kan masih di kantor, pulang larut lagi malam ini." "Dianterin sama temen kantor, Ma. Kebetulan satu arah." "Gimana kalau Vanya kita di beliin mobil, Pa? Akhir-akhir ini kan Charles pulangnya larut malam terus, suka gak bisa jemput Vanya pulang kerja," ucap Erin yang membuat Vanya tak dapat berkata apa-apa saat mendengarnya. Tertegun. "Gak apa-apa. Papa ngikut aja," sahut Frans santai. "Gimana, Vanya mau?" tanya Erin. Vanya terdiam, bingung mau jawab apa. Ia benar-benar tidak enak bila sampai harus di belikan mobil karena Charles yang tidak selalu bisa mengantar dan menjemputnya bekerja. "Udah, Kak. Iya in aja," ucap Sandra. "Gimana ya, Ma. Vanya jadi gak enak. Bingung juga. Jadinya kan Vanya ngerepotin semua. Kalau Vanya pribadi sih, yang penting Papanya Charlos bisa anter Vanya pergi kerja setiap pagi. Untuk urusan pulangnya, Vanya bisa naik taksi online atau ikut sama temen yang rumahnya satu arah," jawab Vanya. "Tapi, sampai kapan kamu mau naik taksi online atau ikut sama temen kamu? Kan gak mungkin terus-terusan." "Iya sih, Ma. Tapi kan Papanya Charlos juga gak setiap hari pulang larut malam kaya ini," ucap Vanya lagi. "Gini aja, nanti kalau sudah memang dirasa perlu, Vanya bilang aja sama Papa atau Mama ya. Gak usah takut apalagi merasa gak enak," ujar Frans menengahi. "Iya, Pa," sahut Vanya singkat. Bukannya ingin menolak pemberian dari mertuanya, hanya saja Vanya benar-benar merasa tidak enak dengan semua kebaikan dan perhatian yang diberikan oleh kedua mertuanya itu. Sangat melimpah ruah, membuat Vanya takut tidak dapat membalasnya. Ia kemudian mengajak Charlos tidur, tak berapa setelah selesai berdebat kecil masalah mobil tadi. Dua jam lagi aku pulang. Isi pesan Charles yang Vanya baca sebelum menidurkan Charlos. Ia melirik jam di dinding. Dua jam lagi, berarti itu jam sebelas malam. Charlos memperhatikan gambar-gambar menarik dari buku dongeng yang dibacakan oleh Vanya. Sesekali tangannya menunjuk gambar di buku itu sambil berdecak. "Mimpi indah ya, Sayang," katanya sambil mengelus dan mencium kening Charlos. Ia mengambil botol sufor yang telah habis dan meletakkannya di meja samping tempat tidur. Kali ini, untuk sekarang dan seterusnya, apapun yang terjadi, Vanya bertekad agar Charlos tetap tidur di sampingnya. Ia tak ingin berdekatan dengan Charles sementara waktu ini. Kejadian subuh itu masih membekas di hatinya, meski sudah lewat hampir satu minggu. Sebelum memejamkan mata, Vanya menyusun bantal sebagai batas agar Charlos aman tidak terguling saat tidur. Sesuai dengan isi pesannya tadi, tepat jam sebelas malam, Charles tiba di rumah. Ia tersenyum kecil saat melihat Charlos yang tidur di ranjangnya lengkap dengan bantal di sekelilingnya. Charles berjalan menghampiri Vanya dan menatap wajah Vanya sejenak. Seperti ada yang memerintahkannya, tangannya bergerak dan mengelus lembut pipi Vanya. “Maaf” gumam Charles dalam hati. Hanya dalam hati saja. Entah mengapa, satu kata yang penuh arti dan makna itu sangat sulit keluar dari mulut Charles saat ia berhadapan dengan Vanya.Pencarian hari ketiga, akhirnya membuahkan hasil. Setelah sebelumnya, Charles menyerahkan foto diri orang yang menipu keluarganya, Charles mendapatkan kabar, bahwa orang yang diduga mirip dengan ciri-ciri yang dicari, terlihat di salah satu rumah makan di daerah Bandung siang ini. Setelah mendapatkan izin dari atasannya. Charles dan seorang temannya meluncur ke sana.Aku ke Bandung dulu. Ada yang diurus. Nanti Sandra yang jemput, karena aku mungkin pulang tengah malam.Isi pesan yang dikirim Charles pada Vanya. Sepertinya semesta mendukung rencana Charles untuk memburu tukang tipu itu. Setibanya di Bandung, Charles langsung menuju ke sebuah rumah kontrakan tempat orang itu berada, sebelumnya Charles telah minta tolong pada temannya di salah satu polsek di daerah Bandung untuk mengikuti kemana orang itu pergi. Charles memarkir jauh mobilnya, kemudian berjalan menuju rumah yang dimakasud."Mana?" tanya Charles pada temannya yang telah lebih dulu menunggu tak jauh
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Vanya hanya diam. Sedari tadi ia terus memegang perutnya dengan posisi sedikit membungkuk. Ini dilakukannya agar sakit datang bulannya sedikit berkurang. Sudah lama ia tidak merasakan sakit yang lumayan menyiksa seperti ini."Kamu sakit? Wajah kamu pucat? Sudah makan?" tanya Charles bertubi-tubi. Vanya mengangkat wajahnya dan tersenyum kecut. "Aku baik-baik aja," ucapnya dengan nada tertahan."Kalau baik-baik aja, kenapa sampai pucat kayak gitu?""Sakitnya udah biasa. Setiap bulan pasti kaya gini. Masalah wanita.""Tapi selama kita sama-sama, baru kali ini aku lihat kamu sakit sampai pucat kayak gini," ucap Charles lagi. Vanya tak menjawab, berharap Charles berhenti menanyainya. Karena gerakan bibir saat menjawab setiap pertanyaan dari Charles, menambah rasa nyeri di perutnya."Kalau gitu, sekarang kita ke dokter. Kita periksa. Supaya jelas kamu ada riwayat sakit apa. Aku gak mau kamu kaya Kirana dulu yang punya kista di
Pagi ini Vanya bangun karena suara tangisan Charlos. Ia meraba sampingnya dan tak merasakan keberadaan Charlos. Ia beranjak dari ranjang dan menggendong Charlos, keluar dari box bayinya."Sshhh sshhhh shhhhh," Vanya coba menenangkan Charlos. Ia melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul lima pagi. Di balik selimut Charles juga masih terlelap tidur. Setelah Charlos tenang dan kembali tidur, dengan perlahan ia meletakkan Charlos ke dalam box bayinya. Vanya mencuci muka, menyikat gigi, dan merapikan rambutnya, sebelum keluar dari kamar.Hannya mereka bertiga yang ada di rumah. Paling tidak, ia harus menyiapkan sarapan untuk Charles dan juga Charlos. Ia membuka kulkas dan melihat apa yang dapat dimasak pagi ini. Ia mengeluarkan ayam yang telah dibumbui dari dalam freezer dan mengeluarkan beberapa jenis sayuran. Sinar matahari mulai mengintip dari balik celah-celah jendela. Ia lalu mematikan kompor karena masakannya telah selesai. Tak perlu waktu lama untuk
"Lagi ngapain, Ma?" tanya Vanya di ujung telepon. Sabtu ini di habiskannya hanya di rumah saja, dengan Charlos dan tentunya, Erin, ibu mertuanya. Seperti biasa, Frans ada di kantor sementara Sandra masih sibuk dengan urusan skripsinya. "Lagi siap-siap mau pergi acara bulanan sama Tante Lusi," sahut Mama dengan loudspeaker handphone yang menyala karena tangannya masih sibuk melukis wajah."Di jemput sama Tante Lusi?""Iya, Sayang. Mama sih pengen kursus nyetir supaya bisa bawa mobil, sayang kan mobil di rumah nganggur. Atau kamu bawa aja mobilnya ke sana," ucap Mama yang kini tangan dan matanya serius menatap kaca, fokus menggambar alis."Mama ih, mobilnya biarin aja disana.""Ya udah, nanti kamu cariin Mama tempat kursus ya," ucap Mama sambil membereskan beberapa peralatan make upnya."Oke, Ma. Ya sudah Mama hati-hati ya, Vanya tutup teleponnya ya," ucap Vanya.Ia kemudian duduk melantai di dekat Charlos, menemaninyaa bermain."Ami, Ami, mobil, mobil
Sikap Vanya kini mulai melunak. Seperti hari ini, Vanya menuruti kemauan Charles saat ia mengajaknya pergi untuk sekedar makan es krim dengan varian yang berbeda di salah satu kedai es krim, setelah pulang bekerja. Laporan yang diminta atasannya untuk diserahkan pukul lima sore, telah selesai dikerjakan Charles dari pukul setengah empat dan siap untuk diantar sekarang. Ia membereskan mejanya dan menyimpan laptopnya di laci."Permisi, Pak," ucap Charles seraya mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan atasannya setelah dipersilahkan."Baru jam berapa ini?" atasannya melirik jam di tangan kirinya sewaktu Charles meletakkan map berwarna coklat berisi laporan yang dimintanya. Charles nyengir mendengar perkataan atasannya itu."Oh, malam jumat ya," goda atasannya lagi yang membuat Charles malu."Tahu aja, Bapak," jawabnya. Padahal sih mau malam apapun bahkan malam jumat sekalipun gak ngaruh sama dia.Asyik membahas beberapa kasus dengan atasannya, tiba-tiba istri atas
Memasuki usia Charlos yang ke delapan belas bulan alias satu setengah tahun, Charlos dijadwalkan akan imunisasi. Sebelumnya Erin telah mendapatkan pesan konfirmasi dari bagian admin dokter anak di salah satu klinik di Jakarta. Hari sabtu jam empat sore. Erin, Vanya, dan Charlos sudah siap tinggal berangkat, saat Charles tiba-tiba datang dan mengatakan siap untuk mengantarkan mereka."Sebentar Charles ganti baju ya, Ma," ucap Charles sambil masuk ke dalam kamar.Sepuluh menit kemudian, Charles telah siap, mengenakan celana jeans dan kaos hitam lengkap dengan sepatu sneakers nya. Ia terlihat sangat mempesona."Charlos sama Ami di depan ya," ucap Erin sambil memberikan Charlos pada Vanya, dan ia masuk duduk di kursi belakang. Vanya masuk dan memangku Charlos, sementara Charles mengemudikan mobil. Di tengah jalan, tiba-tiba Erin minta diturunkan di kantor Frans."Loh kenapa, Ma?" tanya Vanya.“Lagi bete sama Charles juga, Mama malah mau gak ikut” batin Vanya."Ma