Share

Rasa Ini

Author: Lystania
last update Last Updated: 2025-06-01 20:32:38

Sesuai dengan kesepakatan Vanya dan Charles, untuk pertama kalinya mereka berjalan bersama berdua. Menjemput Vanya di rumahnya, gadis itu mengira akan diajak nonton atau paling tidak makan. Namun ternyata salah. Charles malah membawanya ke makam mendiang istrinya. 

"Hai," sapa Charles sambil meletakkan beberapa tangkai bunga mawar di atas makam. Kirana Anjani nama yang tertulis di batu itu. Tampak Charles memandang lekat makam di depannya itu, tanpa ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Vanya seolah dapat merasakan kesedihan yang dialami Charles, kala melihat pria itu tetap diam di depan makam mendiang istrinya. Seperti tak ada kata yang cocok untuk menggambarkan kesedihannya saat ini.

Selesai dari tempat itu, mereka berdua kemudian menuju salah satu kedai kopi. Setelah memesan menu di kasir, mereka memilih tempat duduk didekat jendela kaca yang menghadap ke arah jalan raya.

"Kamu gak cuci tangan dulu? Tadi kan tangan kamu kotor. Jangan jorok," ucap Vanya saat melihat Charles hendak menyeruput kopi yang baru datang. Ia berdehem dan beranjak menuju wastafel yang terletak di pojokan.

Dddrtt ddrrtt

Handphone Charles bergetar lama, tampak nama Tere tertera di layar. Dari kejauhan Charles dapat melihat Vanya yang tengah memandangi layar ponselnya.

"Siapa?"

"Tulisannya sih Tere," ucap Vanya. Charles mengangkat teleponnya, raut wajahnya berubah begitu selesai menerima panggilan dari Tere.

"Ada rapat mendadak, jadi aku harus balik ke kantor," ucapnya datar sambil meminum kopi dan menyisakannya setengah gelas. 

"Ya sudah, kamu lanjut aja. Biar aku di sini dulu sebentar baru aku pulang." Sebenarnya Vanya agak kecewa karena mereka baru sebentar di sini. 

"Aku jalan dulu. Jangan kelamaan di sini," pamit Charles yang di balas dengan anggukan kepala Vanya. Saat keluar dari tempat itu, Charles berpapasan dengan Tristan. Langkahnya sempat terhenti, berpikir untuk kembali ke dalam, tapi diurungkannya. Ia meyakinkan diri bahwa itu bukan Tristan, tapi ternyata salah. Yang berpapasan dengannya tadi memang benar Tristan. Ia melihat jelas Vanya dan Tristan duduk di tempatnya tadi. Niatnya untuk menghubungi Vanya terganggu dengan panggilan masuk dari atasannya.

"Dari mana, Bang?" bisik Tere pada Charles yang baru datang dan duduk di sampingnya. Tere memang sengaja menyediakan kursi kosong di sampingnya khusus untuk Charles.

"Habis ketemu sama temen," jawabnya singkat. Charles langsung memasang wajah serius memperhatikan penjelasan atasannya di depan, sebelum Tere menanyainya lebih lanjut. 

Sepanjang rapat ia tidak bisa fokus karena kepikiran Vanya dan Tristan, tapi ia juga tidak berani untuk bermain handphone saat rapat begini. Setelah penjelasan yang begitu panjang, akhirnya rapat selesai juga. Melirik jam di tangan yang telah menunjukkan pukul sebelas malam, ia sendiri ragu untuk kembali ke kedai kopi tadi. Kalau saja ini bukan rapat yang membahas persiapan penyambutan beberapa kapolda dari luar daerah dalam rangka kunjungan kerja, dari tadi ia sudah pamit keluar sebentar, untuk menanyakan keberadaan Vanya. Namun itu tak bisa dilakukannya, karena dia termasuk dalam panitia inti untuk acara itu.

Beberapa teman yang ikut rapat tadi, mengajaknya untuk bersantai di salah satu hotel namun ia tolak. Sampai bujuk rayu Tere juga tak mempan.

Di sepanjang perjalanan pulang, Charles berkali-kali menghubungi Vanya, tapi tak kunjung direspon.

“Mungkin dia susah tidur,” ucap Charles pasrah melemparkan handphonenya ke kursi samping.

Sesampainya di rumah, Charles langsung membersihkan diri. Mencium kening Charlos dan tidur.

***

Sekitar jam lima pagi, Vanya terbangun dan buru-buru ke kamar mandi. Sekembalinya dari kamar mandi, gadis itu membaringkan diri di tempat tidur sambil mengecek handphone. 

"Ngapain tengah malam dia nelpon ya?" tanyanya bingung melihat panggilan tak terjawab lebih dari sepuluh kali. Ia kemudian iseng mengirimkan pesan pada Charles. Tak mengira pesannya akan langsung direspon dengan panggilan masuk.

"Iya," sahut Vanya dengan suara yang dibuat-buat masih mengantuk.

"Kamu sama Tristan kan, setelah aku pergi? Kalian janjian? Ngapain aja kalian berdua di sana? Lalu kamu diantar pulang sama dia?” cecar Charles bertubi-tubi.

Vanya terdiam sejenak mencerna situasi sepagi ini Charles sudah menelponnya.

"Halo!" seru Charles.

"Kamu begadang? Atau lagi piket malam?" Vanya bertanya balik.

"Jawab pertanyaan aku, bukannya malah tanya balik." Suaranya Charles galak. 

"Janjian? Aku gak mungkin janjian sama pria lain sementara aku lagi jalan sama kamu!”

"Kamu pulang sama dia?" tanya Charles lagi.

"Iya, soalnya pesan taksi online susah! Gak mungkin kan aku minta jemput sama kamu!"

Sesaat Charles terdiam mendengar jawaban dari Vanya. Rasanya tidak terima kalau ada pria lain yang mengantar Vanya pulang. 

"Lain kali kalau mau pulang dengan orang lain apalagi laki-laki, kamu harus bilang dulu sama aku. Kamu yang sudah mengiyakan untuk mencoba menjalani hubungan dengan aku, jadi kamu juga harus tahu batasan."

"Hah?" Vanya mengerutkan kening mendengar omongan Charles.

"Beberapa hari ke depan aku bakalan sibuk, tapi tolong kamu juga jangan sibuk sama orang lain, terutama Tristan," ucap Charles kemudian mematikan sambungan teleponnya. Dari balik pintu Erin tertawa kecil, mendengar percakapan Charles tadi. Sudah jelas Charles memiliki rasa pada Vanya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DUDA POLISI BUCIN   Dinas Luar

    "Kamu baru beli cincin, Van?" tanya Mama kala melihat Vanya duduk di kursi meja makan sambil mengelus-ngelus cincin berlian di tangannya.“Eh itu, anu,” jawab Vanya gelagapan sembari menyembunyikan tangannya."Atau kamu sudah dilamar sama Charles?” terka Mama. Vanya mengangguk pelan membenarkan ucapan Mama. Mematikan kompornya, Mama lantas duduk di sebelah anak gadisnya itu. "Ceritain gimana dia ngelamar kamu,” kata Mama sangat antusias. Wajahnya begitu penasaran menunggu Vanya bersuara.Sedikit malu-malu Vanya menceritakan kejadian sewaktu di restoran kemarin. Malu sama Mama karena Charles sama sekali tidak romantis saat melamarnya. “Masa dia langsung masangin cincin ke jari tangan Vanya, gak ada manis-manisnya sama sekali, Ma,” ucap Vanya berubah menjadi kesal.“Kenapa kebanyakan pria tidak romantis ya. Sama seperti papa kamu dulu,” sahut Mama teringat kenangannya bersama papanya Vanya dulu."Tapi….” Vanya menatap Mama lekat, “tapi Mama gapapa aku sama Charles?” Kening Mama berk

  • DUDA POLISI BUCIN   Sweet

    Saat sedang asyik makan siang bersama di rumah makan yang ada samping kantor, tiba-tiba saja perutnya terasa sakit. Mencoba untuk mengabaikannya, tapi lama kelamaan Vanya merasa ada yang berbeda dengan tubuhnya. Buru-buru ia mengambil tas kecilnya dan pergi ke kamar mandi."Tuh kan bener," ucapnya begitu masuk ke toilet. Untungnya gadis itu mengantisipasi hal-hal seperti ini. Selesai membereskan diri dan mencuci tangan, ia keluar dari toilet. Netranya tak sengaja bertemu pandang dengan Tristan yang ternyata juga berada di rumah makan itu. Sebenarnya Vanya ingin menghindar, tapi Tristan lebih dulu menghampirinya.“Makan siang di sini? Ayo bareng,” ajak Tristan ramah."Aku sama temen-temen kantor, Bang,” sahut Vanya sambil menunjuk salah satu meja yang penuh terisi. Kala ia hendak melangkah, Tristan meraih tangannya.“Surat yang diajuin ke kantor Ab ang kemarin, sudah di acc. Nanti surat balasannya bakal dikirim ke kampus dia ya.” Tristan masih memegang tangan Vanya. “Makasih banyak at

  • DUDA POLISI BUCIN   Praktek Kerja

    Dengan wajah kusut, Sandra masuk ke ruangan Frans. Pusing rasanya memikirkan tempat untuk praktek kerja lapangan. Pasalnya semester ini ia harus PKL di perusahaan selama dua bulan. Sebenarnya dia bisa saja PKL di kantor Frans, tapi menurutnya akan beda rasanya bila bekerja di perusahaan orang.“Apa Sandra praktek kerja di tempat Kak Vanya aja ya, Ma? Siapa tahu nanti bisa kerja di sana,” ucap Sandra yang di iyakan oleh Frans."Ma, nanti suruh Kak Vanya ke rumah ya,” pinta Sandra."Iya, ini Mama coba telepon,” kata Erin mengambil handphone dan menghubungi Vanya.***Jam setengah enam sore, Vanya sampai di rumah Charles, tepat saat Erin sedang menyuapi Charlo makan."Masuk sini, Van," sapa Erin saat melihat Vanya membuka pagar. Ia kemudian berteriak kecil memanggil Sandra."Hai Kak Vanya," sapa Sandra sambil melepas earphone dari kupingnya. Mereka berdua masuk ke dalam rumah dan mengobrol di ruang tamu."Kayaknya bisa aja kalau kamu mau PKL di tempat Kakak, nanti Kak Vanya bantu ajuin

  • DUDA POLISI BUCIN   Genggaman Hangat

    Ucapan Charles yang mengatakan kalau ia sibuk, ternyata tak terbukti. Vanya yang sudah bersiap untuk pulang, kaget serta heran karena Charles malah menjemputnya."Katanya mau pulang," celetuk Reni yang tiba-tiba sudah ada di sampingnya."Bikin kaget aja kamu, Ren,” ucap Vanya mengelus dadanya, “ini mau pulang, dah,” lanjut Vanya seraya mempercepat langkah kakinya masuk ke dalam mobil Charles."Katanya kamu sibuk?" tanya Vanya sambil memasang sabuk pengaman. Terlihat jelas wajah Charles yang kusam dan lelah."Daripada jemput aku, lebih baik kamu istirahat. Kecapean gitu," ucap Vanya tanpa bermaksud apa-apa, tapi malah ditanggapi Charles dengan sedikit marah."Oh jadi kamu gak suka aku jemput? Kamu sudah janjian dijemput sama Tristan?”"Kenapa sih kamu? " tanya Vanya bingung, "kamu itu lebih baik istirahat, jadi kalau tersorot kamera kelihatan cakep,” lanjut Vanya. Tadi siang ia melihat Charles di salah satu stasiun tv sedang mengawal tamu kantornya yang sedang melakukan kunjungan ke ma

  • DUDA POLISI BUCIN   Rasa Ini

    Sesuai dengan kesepakatan Vanya dan Charles, untuk pertama kalinya mereka berjalan bersama berdua. Menjemput Vanya di rumahnya, gadis itu mengira akan diajak nonton atau paling tidak makan. Namun ternyata salah. Charles malah membawanya ke makam mendiang istrinya. "Hai," sapa Charles sambil meletakkan beberapa tangkai bunga mawar di atas makam. Kirana Anjani nama yang tertulis di batu itu. Tampak Charles memandang lekat makam di depannya itu, tanpa ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Vanya seolah dapat merasakan kesedihan yang dialami Charles, kala melihat pria itu tetap diam di depan makam mendiang istrinya. Seperti tak ada kata yang cocok untuk menggambarkan kesedihannya saat ini.Selesai dari tempat itu, mereka berdua kemudian menuju salah satu kedai kopi. Setelah memesan menu di kasir, mereka memilih tempat duduk didekat jendela kaca yang menghadap ke arah jalan raya."Kamu gak cuci tangan dulu? Tadi kan tangan kamu kotor. Jangan jorok," ucap Vanya saat melihat Charles henda

  • DUDA POLISI BUCIN   Kita Bicara Lagi

    Selesai meeting dengan salah satu dinas di Bandung, Tristan menyempat diri untuk bertemu Yuda. Pria itu langsung menemui Yuda di distronya. "Wah, lu kok gak bilang kalau ternyata Vanya sudah punya calon suami?" Tanpa basa basi Tristan langsung masuk, membuat Yuda dan beberapa pengunjung memandang bingung ke arah Tristan."Oopss." Tristan nyengir lebar kemudian berjalan menghampiri Yuda di meja kasir."Apaan si lu. Datang-datang bukannya bilang salam, ini malah ngomong yang gak jelas," ucap Yuda."Gue masuk ya." Tristan masuk ke area kasir dan duduk di samping Yuda. Tristan lantas menceritakan pertemuannya dengan Vanya saat di cafe waktu itu."Jadi cowok itu bilang, kalau dia calon suami adik lu," ucap Tristan membuat Yuda terdiam. Ia yakin yang Tristan ceritakan adalah pria yang dimaksud oleh Mama. “Tapi kok Mama gak bilang sih kalau dia sudah resmi jadi calon suami Vanya” batin Yuda heran sekaligus penasaran dengan tampang pria itu."Ah baru juga ca

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status