Vanya memandangi kalender yang ada di atas meja dan membolak tiap lembar. Ia tampak memikirkan sesuatu. Kalau dihitung-hitung, ini sudah hampir satu tahun mereka menikah. Tepatnya, tiga hari lagi, genap satu tahun usia pernikahan mereka. Sebenarnya ia tak berekspektasi yang berlebihan di hari jadi mereka ini. Charles ingat saja, itu sudah hal yang luar biasa. Syukur.
Belakangan ini, Vanya merasa kalau hubungannya dengan Charles jauh lebih baik dari sebelumnya. Walau kadang masih sering berdebat kecil. “Kamu mau cuti? Dari tadi liatin kalender terus," ucap Tyas. "Gak sih, belum ada rencana," jawab Vanya cengengesan. "Terus?" "Liatin kapan gajian, udah menipis soalnya, hahahaha …." ucap Vanya. "Ah, kayaknya kamu termasuk golongan orang yang uangnya gak berseri deh." "Amin Ya Allah," sahut Vanya seraya menengadahkan tangannya. Vanya mengamini saja ucapan Tyas, meski tahu yang dimaksud Tyas adalah mertuanya. Setelah membereskan meja, Vanya, Tyas, dan yang lain menuju aula kantor untuk menghadiri pertemuan dan pengarahan dengan pimpinan kanwil. *** Dengan diantar oleh Tyas, Vanya tiba di rumah. Charles telah memberitahunya kalau beberapa hari ini dia akan pulang telat karena ada tugas yang mengharuskannya bolak balik Bandung. Sebenarnya atasannya memberikan opsi untuk menempati lagi rumah dinas disana, namun Charles tetap memilih untuk bolak balik saja. Seperti saat ini, jam telah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi Charles belum juga pulang. Namun namanya naluri istri, ia terbangun juga saat pintu kamar terbuka. "Kenapa belum tidur?" tanya Charles saat melihat Vanya duduk dan bersandar di ranjang. "Tiba-tiba kebangun. Ngerjain apa sih kamu jadi harus bolak balik Bandung?" "Biasalah, urusan kantor. Dari pada stay disana, lebih baik bolak balik. Bisa lihat keluarga di rumah," ucap Vanya. “Lihat kamu sih sebenarnya” gumam Charles senyum-senyum sambil menatap Vanya. "Ya sudah, kamu bersih-bersih biar istirahat," ucap Vanya. "Kamu jangan tidur dulu ya." Pinta Charles sebelum masuk ke kamar mandi. Vanya mengerutkan kening, penasaran tapi lebih ke takut. Ia langsung sibuk dengan handphonenya, saat melihat Charles keluar dari kamar mandi. Gadis itu tak berani melihat suaminya. “Ya ampun, gini amat punya suami. Cinta sih tapi kalau dia gak pernah bilang, ya gak mungkin juga aku nyerahin diri. Yang ada entar aku sakit sendiri” gumam Vanya dalam hati. Pikiran terburuk adalah Charles akan meminta jatahnya. Pria itu naik ke tempat tidur dan masuk ke dalam selimut. Ia berangsur mendekati Vanya yang sudah hampir dekat dengan tepi ranjang. Sedikit lagi Vanya bergeser, bisa jatuh ia. "Aku masih bau ya?" tanya Charles sambil mencium kedua ketiaknya saat melihat Vanya sudah berada di tepi ranjang. "Enggak sih," jawab Vanya. "Jauh-jauh, sini." Charles menarik pelan tangan Vanya agar lebih dekat dengannya. "Tenang aja, gak mau ngapain-ngapain kok," Ucap Charles. Vanya menarik nafas lega. "Gitu banget nafasnya, pengen di apa-apain ya?" goda Charles sambil tertawa terbahak-bahak. Wajah Vanya memerah. "Astagfirullah!" Pekik Vanya yang membuat Charles tersenyum geli. "Selain galak kamu juga lucu ya. Aku kalau deket kamu kaya gini bisa betah lama-lama. Semua jadi satu ternyata kamu ya," ucap Charles. Entah ini termasuk pujian atau apa. Namun membuat hati Vanya bergejolak senang mendengar ucapan Charles. Sepanjang malam mereka tak banyak bicara, hanya saling mendekap. Merasakan hangatnya sentuhan satu sama lain hingga terlelap tidur. Lama sekali Charles tidak merasakan situasi seperti ini. Terakhir sebelum Kirana masuk rumah sakit untuk melahirkan. Namun rasa nyaman yang dirasakannya saat itu sangat berbeda dengan sekarang. Terputar ulang memori di ingatannya bagaimana dulu ia dengan mudahnya, bisa dekat sampai menikah dengan Kirana. Kenal secara tak sengaja di cafe saat Charles dan team sedang mengintai transaksi jual beli barang terlarang, bertukaran nomor handphone dan berlanjut hingga menjalani hubungan yang serius. Meminta izin pada orang tua Kirana pun tak mendapat halangan, apalagi saat tahu Charles yang seorang perwira polisi dan usaha orang tuanya yang terbilang sukses, membuat orang tua Kirana dengan senang hati menikahkan anaknya dengan Charles. Namun ada satu hal yang disayangkan, yaitu sikap Kirana yang susah bersosialisasi dengan keluarga Charles. Dari semua kejadian di masa lalunya itulah yang membuat Charles, bertekad untuk tidak akan mengulangi perbuatannya. Walau di awal ia sempat menolak Vanya, tapi akhirnya ia dapat merasakan apa yang dipilihkan orang tuanya adalah yang terbaik. Meski sikap Charles yang kadang tak sengaja membuat sakit hatinya, tapi Vanya tetap bersikap baik padanya, walau kadang agak cuek. Yang terpenting bagi Charles adalah sikap Vanya pada Charlos yang tetap tulus memberikan kasih sayang. Charles menatap wajah teduh Vanya yang telah terlelap tidur. Diamatinya wajah Vanya sambil membelai rambutnya. 'Terimakasih sudah datang dan melengkapi hidupku dan Charlos. Maaf, kalau aku belum bisa memberikan kebahagian yang utuh buat kamu. Tapi aku berjanji, suatu saat aku dan kamu, kita akan bahagia” gumamnya sambil mengecup kening Vanya. Baru saja melepaskan kecupan dari kening Vanya, matanya terhenti pada bibir Vanya. Sebelum semua menjadi semakin lebih kacau, Charles melepaskan Vanya dari dekapannya dan menyelimuti seluruh badannya. "Astaga," ucap Charles menyadari tingkah konyolnya. Ia menurunkan selimut hingga sebatas leher Vanya dan tidur membelakanginya.Dengan sigap Charles menarik Vanya sebelum Vanya benar-benar terjatuh dari tempat tidur."Kamu tidur kayak main kungfu aja. Kalau gak cepet aku tarik, pasti sudah jatuh kamu," ucap Charles."Untung cuma mimpi." Vanya mengatur nafasnya. "Mimpi apa?" tanya Charles."Gak mimpi apa-apa kok.""Kalau gak mimpi apa-apa kenapa sampai mau jatuh dari tempat tidur?" Charles tetap ngotot bertanya. Penasaran."Bukan apa-apa," jawabnya sambil berbalik membelakangi Charles. Mencoba untuk tidur lagi, karena jam baru menunjukkan pukul setengah dua belas malam."Atau jangan-jangan kamu mimpiin aku ya," goda Charles sambil mencolek telinga Vanya."Enggak. Pede banget sih kamu," ucap Vanya seraya memuk pelan tangan Charles."Terus mimpi apa? Mimpi hamil ya?" tebak Charles."Enggak, enggak, enggak." Dengan cepat Vanya membantah."Jadiin kenyataan aja mimpi kamu yuk." Perkataan Charles membuat Vanya bergidik geli. Ia meronta saat Charles telah menyergapnya. Masuk dalam pelukan Charles. Merasakan kokohnya
Sedikit kesal sih karena pagi-pagi Charles sudah pamit pergi kerja duluan, dan menyuruh Vanya untuk ikut dengan Sandra. Tak ada kata-kata yang berarti keluar dari mulut Charles pagi ini, pada hal hari ini adalah tepat satu tahun mereka menikah. Entah lupa atau sengaja, Vanya tak tahu. Ia memutuskan untuk tidak ambil pusing dengan sikap Charles dan menyimpannya dalam hati saja. Setelah siap dengan pakaian kerjanya, ia mengajak Charlos keluar dari kamar. Semenjak Vanya resmi menjadi Aminya Charlos, yang biasanya Charlos jarang bangun pagi, kini berubah. Ia selalu bangun pagi seolah ingin selalu mengantarkan Vanya pergi bekerja."Happy Anniversary yang pertama ya Aminya Charlos. Semoga kalian selalu bahagia, Amin," ucap Erin saat Vanya tiba di ruang makan."Amin." Frans pun turut mengamini ucapan Erin."Makasih ya, Mama, Papa. Semoga kita semua selalu bahagia, Amin," ucap Vanya. Ia menarik kursi dan duduk di samping Charlos yang telah anteng di atas kursi bayinya."Tadinya sih mau ajak d
Vanya memandangi kalender yang ada di atas meja dan membolak tiap lembar. Ia tampak memikirkan sesuatu. Kalau dihitung-hitung, ini sudah hampir satu tahun mereka menikah. Tepatnya, tiga hari lagi, genap satu tahun usia pernikahan mereka. Sebenarnya ia tak berekspektasi yang berlebihan di hari jadi mereka ini. Charles ingat saja, itu sudah hal yang luar biasa. Syukur.Belakangan ini, Vanya merasa kalau hubungannya dengan Charles jauh lebih baik dari sebelumnya. Walau kadang masih sering berdebat kecil.“Kamu mau cuti? Dari tadi liatin kalender terus," ucap Tyas."Gak sih, belum ada rencana," jawab Vanya cengengesan."Terus?""Liatin kapan gajian, udah menipis soalnya, hahahaha …." ucap Vanya."Ah, kayaknya kamu termasuk golongan orang yang uangnya gak berseri deh.""Amin Ya Allah," sahut Vanya seraya menengadahkan tangannya. Vanya mengamini saja ucapan Tyas, meski tahu yang dimaksud Tyas adalah mertuanya.Setelah membereskan meja, Vanya, Tyas, dan yang lain menuju aula kantor untuk me
Pencarian hari ketiga, akhirnya membuahkan hasil. Setelah sebelumnya, Charles menyerahkan foto diri orang yang menipu keluarganya, Charles mendapatkan kabar, bahwa orang yang diduga mirip dengan ciri-ciri yang dicari, terlihat di salah satu rumah makan di daerah Bandung siang ini. Setelah mendapatkan izin dari atasannya. Charles dan seorang temannya meluncur ke sana.Aku ke Bandung dulu. Ada yang diurus. Nanti Sandra yang jemput, karena aku mungkin pulang tengah malam.Isi pesan yang dikirim Charles pada Vanya. Sepertinya semesta mendukung rencana Charles untuk memburu tukang tipu itu. Setibanya di Bandung, Charles langsung menuju ke sebuah rumah kontrakan tempat orang itu berada, sebelumnya Charles telah minta tolong pada temannya di salah satu polsek di daerah Bandung untuk mengikuti kemana orang itu pergi. Charles memarkir jauh mobilnya, kemudian berjalan menuju rumah yang dimakasud."Mana?" tanya Charles pada temannya yang telah lebih dulu menunggu tak jauh
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Vanya hanya diam. Sedari tadi ia terus memegang perutnya dengan posisi sedikit membungkuk. Ini dilakukannya agar sakit datang bulannya sedikit berkurang. Sudah lama ia tidak merasakan sakit yang lumayan menyiksa seperti ini."Kamu sakit? Wajah kamu pucat? Sudah makan?" tanya Charles bertubi-tubi. Vanya mengangkat wajahnya dan tersenyum kecut. "Aku baik-baik aja," ucapnya dengan nada tertahan."Kalau baik-baik aja, kenapa sampai pucat kayak gitu?""Sakitnya udah biasa. Setiap bulan pasti kaya gini. Masalah wanita.""Tapi selama kita sama-sama, baru kali ini aku lihat kamu sakit sampai pucat kayak gini," ucap Charles lagi. Vanya tak menjawab, berharap Charles berhenti menanyainya. Karena gerakan bibir saat menjawab setiap pertanyaan dari Charles, menambah rasa nyeri di perutnya."Kalau gitu, sekarang kita ke dokter. Kita periksa. Supaya jelas kamu ada riwayat sakit apa. Aku gak mau kamu kaya Kirana dulu yang punya kista di
Pagi ini Vanya bangun karena suara tangisan Charlos. Ia meraba sampingnya dan tak merasakan keberadaan Charlos. Ia beranjak dari ranjang dan menggendong Charlos, keluar dari box bayinya."Sshhh sshhhh shhhhh," Vanya coba menenangkan Charlos. Ia melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul lima pagi. Di balik selimut Charles juga masih terlelap tidur. Setelah Charlos tenang dan kembali tidur, dengan perlahan ia meletakkan Charlos ke dalam box bayinya. Vanya mencuci muka, menyikat gigi, dan merapikan rambutnya, sebelum keluar dari kamar.Hannya mereka bertiga yang ada di rumah. Paling tidak, ia harus menyiapkan sarapan untuk Charles dan juga Charlos. Ia membuka kulkas dan melihat apa yang dapat dimasak pagi ini. Ia mengeluarkan ayam yang telah dibumbui dari dalam freezer dan mengeluarkan beberapa jenis sayuran. Sinar matahari mulai mengintip dari balik celah-celah jendela. Ia lalu mematikan kompor karena masakannya telah selesai. Tak perlu waktu lama untuk