Sedikit kesal sih karena pagi-pagi Charles sudah pamit pergi kerja duluan, dan menyuruh Vanya untuk ikut dengan Sandra. Tak ada kata-kata yang berarti keluar dari mulut Charles pagi ini, pada hal hari ini adalah tepat satu tahun mereka menikah. Entah lupa atau sengaja, Vanya tak tahu. Ia memutuskan untuk tidak ambil pusing dengan sikap Charles dan menyimpannya dalam hati saja. Setelah siap dengan pakaian kerjanya, ia mengajak Charlos keluar dari kamar. Semenjak Vanya resmi menjadi Aminya Charlos, yang biasanya Charlos jarang bangun pagi, kini berubah. Ia selalu bangun pagi seolah ingin selalu mengantarkan Vanya pergi bekerja.
"Happy Anniversary yang pertama ya Aminya Charlos. Semoga kalian selalu bahagia, Amin," ucap Erin saat Vanya tiba di ruang makan. "Amin." Frans pun turut mengamini ucapan Erin. "Makasih ya, Mama, Papa. Semoga kita semua selalu bahagia, Amin," ucap Vanya. Ia menarik kursi dan duduk di samping Charlos yang telah anteng di atas kursi bayinya. "Tadinya sih mau ajak dinner diluar, tapi kata Papanya Charlos dia masih sibuk di kantor," ujar Erin seraya menuangkan teh ke cangkir Frans yang hampir kosong. "Iya, Ma. Pagi-pagi dia sudah pergi kerja," sahut Vanya. Dari arah belakang, Sandra datang lengkap dengan bawaan yang segambreng berupa salinan skripsinya. "Akhirnya, anak Mama sidang juga," ucap Erin dengan senyum lebar saat melihat Sandra mengenakan atasan kemeja putih dan bawahan berwarna hitam. "Doain Sandra ya, semoga lancar sidang hari ini." "Amin." ucap mereka bertiga kompak. "Kak Vanya mau berangkat kerja sekarang?" tanya Sandra. Ia duduk di samping Frans dan menyendok nasi goreng yang telah dimasak Erin. "Sebentar lagi, kamu sarapan dulu aja. Maaf ya Kak Vanya ngerepotin lagi," ujar Vanya dengan wajah sedikit memelas. "Gak apa-apa lagi, Kak. Searah juga kok," sahut Sandra. Ia segera menghabiskan sarapannya dan pamit pergi. Begitu juga dengan Vanya. *** “Kayaknya harus buang jauh-jauh ekspektasi itu. Ucapin happy anniv aja gak ada. Di chat juga enggak. Emang gak ada artinya tanggal pernikahan ini buat dia” gumam Vanya. Perasaannya tambah galau saat melihat beberapa postingan di media sosialnya yang muncul, memperlihatkan postingan orang tengah merayakan hari jadi pernikahannya. Baru beberapa saat meletakkan handphonenya di meja, tangannya kembali meraih handphone dan membuka aplikasi pesan. Masih berharap Charles mengirimkan pesan yang berisikan ucapan dan harapan akan hari jadi pernikahan mereka di tahun pertama. “Sudah Vanya, cukup” gumam Vanya dalam hati. Ia lantas memasukan handphonenya ke dalam laci agar tak mengganggu pandangannya. "Kita lembur," ucap Mbak Priska yang baru keluar dari ruangan Pak Tri. Padahal mereka semua sudah siap untuk pulang. Vanya kembali mengambil handphone di lacinya dan melihat pesan dari Charles. Pulang jam berapa? Isi pesan yang tak terlalu diharapkan. Ia menunda membalas pesan Charles, dan menelpon Erin, memberitahukan bahwa ia akan pulang terlambat. Lantas mengembalikan handphone ke laci, kemudian sibuk dengan pekerjaannya. *** Dan akhirnya semua berkas persiapan untuk besok sudah selesai tepat jam setengah sembilan malam. Sambil menghabiskan potongan martabak di mejanya, Vanya kembali mengecek handphonenya. Terdapat beberapa kali panggilan tak terjawab dan satu pesan dari Charles. Aku sudah nunggu di depan kantor. "Katanya sibuk di kantor," gerutu Vanya. Ia melemparkan handphone ke dalam tas. "Sudah, yuk kita pada pulang." Mbak Priska mengemasi barangnya dan mematikan komputernya. Vanya tersenyum pada satpam jaga malam saat melintas di depan pos sebelum masuk ke dalam mobil Charles. "Kenapa kamu gak balas pesan yang aku kirim?" tanya Charles. Kakinya menekan pedal gas secara perlahan, melajukan mobilnya meninggalkan kantor Vanya. "Banyak kerjaan tadi," jawabnya singkat. "Kamu sudah makan?" "Sudah makan martabak tadi di kantor." Vanya ketus menjawab setiap pertanyaan Charles. "Padahal aku lapar. Belum makan," ucap Charles lagi yang masih mendapat respon ketus dari Vanya. "Kalau lapar kan tinggal makan. Apa susahnya?" "Judes banget ya Aminya Charlos ini. Kayaknya tadi makan martabak temennya rawit sepohon. Pedasnya terasa sampai sekarang. Jadi takut," ucap Charles. Tangannya berjalan mencolek pinggang Vanya yang spontan membuat Vanya bergidik geli. Charles tetap mencolek pinggang Vanya hingga akhirnya ia tertawa menahan geli. "Nah kalau ketawa gini kan enak di lihat, dari pada kaya tadi, cemberut." "Kok putar balik?" tanya Vanya saat Charles memasang lampu sign hendak putar balik, bukan arah pulang ke rumah. "Kan tadi aku bilang, aku belum makan. Kamu gak mau nemenin aku?" tanya Charles yang telah memasang tampang memelas. Membuat kesal Vanya tiba-tiba sirna seketika. "Ya sudah, makan aja." Tak lama dari putar balik tadi, Charles mengarahkan mobilnya masuk ke halaman sebuah restoran klasik. Setelah memarkirkan mobilnya di antara mobil-mobil mewah yang berjejer rapi, mereka turun dan berjalan memasuki restoran itu. "Kamu gak salah ke sini?" "Enggak," jawab Charles santai. Untung saja Vanya tadi lupa mengganti sepatu heels nya, kalau nggak, bisa-bisa Charles malu membawanya ke sini. Biasanya Vanya selalu memakai sepatu teplek atau sendal jepit saat pulang kantor. "Aku kirain kamu tadi mau makan nasi goreng atau lalapan pinggir jalan yang praktis," ucap Vanya lagi. Charles tersenyum. "Ngerayain hari jadi dengan orang spesial, harus di tempat yang spesial juga dong. Gimana sih Aminya Charlos ini." "Hah? Special? Apa? Siapa? Kamu ngajak siapa ke sini?" Pertanyaan Vanya yang bertubi-tubi membuat Charles menggeleng-gelengkan kepalanya. Mereka berhenti di sebuah meja yang bulat yang dibalut dengan kain berwarna peach. Di atasnya telah tersaji cake red velvet dengan ukuran mini yang bertuliskan angka satu. "Gak ada siapa-siapa kan di meja ini?" Charles menatap Vanya dan memberi isyarat agar Vanya segera duduk. “Beneran nih? Gak mimpi kankan” gumamnya dalam hati. Ia mencubit pelan tangannya untuk membuktikan ini adalah kenyataan. Charles memotong kue itu dan membaginya dengan Vanya. "Semoga hubungan kita bisa terus menyala seperti warna merah kue ini ya," ucapnya. Vanya mengamini ucapan Charles dalam hati. Meski sangat senang dengan semua ini, Vanya tetap memperingati dirinya agar tidak terlalu terbuai. Selesai menikmati hidangan pembuka. Seorang pelayan datang dan menyajikan menu yang katanya andalan dan terfavorit di sini. Apa lagi kalau bukan steak. Untuk urusan makanan, banyak ketidaksamaan antara Vanya dan Charles. Bila sudah menyangkut makanan di restoran mewah seperti ini, Vanya angkat tangan dan lebih memilih untuk menyamakan pesanan saja. "Makan,” ucap Charles seraya memberikan sepiring steak yang telah dipotong-potongnya terlebih dahulu. Sedikit kikuk menerima perlakuan manis Charles malam ini. Membuatnya benar-benar lupa dengan kekesalannya tadi pagi. *** Charles turun dari mobil dan membuka sendiri pagar rumah. Ia melirik Vanya yang terlelap tidur setelah memarkirkan dan mematikan mesin mobilnya. Rasanya tak tega untuk membangunkannya, namun tak mungkin juga ia membiarkan Vanya untuk tidur di mobil. Charles mendekatkan dirinya dan membuka seatbelt yang dikenakan Vanya. Pria itu menelan saliva saat matanya terhenti di depan bibir Vanya. Ia menjadi semakin dekat hingga bibir tipisnya tepat mendarat di atas bibir Vanya, reflek membuat Vanya membuka mata. Tak dapat mengelak, ia menerima satu kecupan dari Charles. "Kamu gak bangun-bangun sih, jadi ya gitu cara aku bangunin kamu," kata Charles santai. “Untung ini hari baik, kalau nggak sudah bonyok kamu” gumam Vanya. Dengan cepat ia turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah. "Lah," ucap Charles yang hampir saja terjepit karena Vanya langsung menutup pintu rumah setelah ia masuk. "Aminya Charlos," ucapnya lagi seraya tersenyum dan masuk ke dalam rumah mengejar Vanya.Dengan sigap Charles menarik Vanya sebelum Vanya benar-benar terjatuh dari tempat tidur."Kamu tidur kayak main kungfu aja. Kalau gak cepet aku tarik, pasti sudah jatuh kamu," ucap Charles."Untung cuma mimpi." Vanya mengatur nafasnya. "Mimpi apa?" tanya Charles."Gak mimpi apa-apa kok.""Kalau gak mimpi apa-apa kenapa sampai mau jatuh dari tempat tidur?" Charles tetap ngotot bertanya. Penasaran."Bukan apa-apa," jawabnya sambil berbalik membelakangi Charles. Mencoba untuk tidur lagi, karena jam baru menunjukkan pukul setengah dua belas malam."Atau jangan-jangan kamu mimpiin aku ya," goda Charles sambil mencolek telinga Vanya."Enggak. Pede banget sih kamu," ucap Vanya seraya memuk pelan tangan Charles."Terus mimpi apa? Mimpi hamil ya?" tebak Charles."Enggak, enggak, enggak." Dengan cepat Vanya membantah."Jadiin kenyataan aja mimpi kamu yuk." Perkataan Charles membuat Vanya bergidik geli. Ia meronta saat Charles telah menyergapnya. Masuk dalam pelukan Charles. Merasakan kokohnya
Sedikit kesal sih karena pagi-pagi Charles sudah pamit pergi kerja duluan, dan menyuruh Vanya untuk ikut dengan Sandra. Tak ada kata-kata yang berarti keluar dari mulut Charles pagi ini, pada hal hari ini adalah tepat satu tahun mereka menikah. Entah lupa atau sengaja, Vanya tak tahu. Ia memutuskan untuk tidak ambil pusing dengan sikap Charles dan menyimpannya dalam hati saja. Setelah siap dengan pakaian kerjanya, ia mengajak Charlos keluar dari kamar. Semenjak Vanya resmi menjadi Aminya Charlos, yang biasanya Charlos jarang bangun pagi, kini berubah. Ia selalu bangun pagi seolah ingin selalu mengantarkan Vanya pergi bekerja."Happy Anniversary yang pertama ya Aminya Charlos. Semoga kalian selalu bahagia, Amin," ucap Erin saat Vanya tiba di ruang makan."Amin." Frans pun turut mengamini ucapan Erin."Makasih ya, Mama, Papa. Semoga kita semua selalu bahagia, Amin," ucap Vanya. Ia menarik kursi dan duduk di samping Charlos yang telah anteng di atas kursi bayinya."Tadinya sih mau ajak d
Vanya memandangi kalender yang ada di atas meja dan membolak tiap lembar. Ia tampak memikirkan sesuatu. Kalau dihitung-hitung, ini sudah hampir satu tahun mereka menikah. Tepatnya, tiga hari lagi, genap satu tahun usia pernikahan mereka. Sebenarnya ia tak berekspektasi yang berlebihan di hari jadi mereka ini. Charles ingat saja, itu sudah hal yang luar biasa. Syukur.Belakangan ini, Vanya merasa kalau hubungannya dengan Charles jauh lebih baik dari sebelumnya. Walau kadang masih sering berdebat kecil.“Kamu mau cuti? Dari tadi liatin kalender terus," ucap Tyas."Gak sih, belum ada rencana," jawab Vanya cengengesan."Terus?""Liatin kapan gajian, udah menipis soalnya, hahahaha …." ucap Vanya."Ah, kayaknya kamu termasuk golongan orang yang uangnya gak berseri deh.""Amin Ya Allah," sahut Vanya seraya menengadahkan tangannya. Vanya mengamini saja ucapan Tyas, meski tahu yang dimaksud Tyas adalah mertuanya.Setelah membereskan meja, Vanya, Tyas, dan yang lain menuju aula kantor untuk me
Pencarian hari ketiga, akhirnya membuahkan hasil. Setelah sebelumnya, Charles menyerahkan foto diri orang yang menipu keluarganya, Charles mendapatkan kabar, bahwa orang yang diduga mirip dengan ciri-ciri yang dicari, terlihat di salah satu rumah makan di daerah Bandung siang ini. Setelah mendapatkan izin dari atasannya. Charles dan seorang temannya meluncur ke sana.Aku ke Bandung dulu. Ada yang diurus. Nanti Sandra yang jemput, karena aku mungkin pulang tengah malam.Isi pesan yang dikirim Charles pada Vanya. Sepertinya semesta mendukung rencana Charles untuk memburu tukang tipu itu. Setibanya di Bandung, Charles langsung menuju ke sebuah rumah kontrakan tempat orang itu berada, sebelumnya Charles telah minta tolong pada temannya di salah satu polsek di daerah Bandung untuk mengikuti kemana orang itu pergi. Charles memarkir jauh mobilnya, kemudian berjalan menuju rumah yang dimakasud."Mana?" tanya Charles pada temannya yang telah lebih dulu menunggu tak jauh
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Vanya hanya diam. Sedari tadi ia terus memegang perutnya dengan posisi sedikit membungkuk. Ini dilakukannya agar sakit datang bulannya sedikit berkurang. Sudah lama ia tidak merasakan sakit yang lumayan menyiksa seperti ini."Kamu sakit? Wajah kamu pucat? Sudah makan?" tanya Charles bertubi-tubi. Vanya mengangkat wajahnya dan tersenyum kecut. "Aku baik-baik aja," ucapnya dengan nada tertahan."Kalau baik-baik aja, kenapa sampai pucat kayak gitu?""Sakitnya udah biasa. Setiap bulan pasti kaya gini. Masalah wanita.""Tapi selama kita sama-sama, baru kali ini aku lihat kamu sakit sampai pucat kayak gini," ucap Charles lagi. Vanya tak menjawab, berharap Charles berhenti menanyainya. Karena gerakan bibir saat menjawab setiap pertanyaan dari Charles, menambah rasa nyeri di perutnya."Kalau gitu, sekarang kita ke dokter. Kita periksa. Supaya jelas kamu ada riwayat sakit apa. Aku gak mau kamu kaya Kirana dulu yang punya kista di
Pagi ini Vanya bangun karena suara tangisan Charlos. Ia meraba sampingnya dan tak merasakan keberadaan Charlos. Ia beranjak dari ranjang dan menggendong Charlos, keluar dari box bayinya."Sshhh sshhhh shhhhh," Vanya coba menenangkan Charlos. Ia melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul lima pagi. Di balik selimut Charles juga masih terlelap tidur. Setelah Charlos tenang dan kembali tidur, dengan perlahan ia meletakkan Charlos ke dalam box bayinya. Vanya mencuci muka, menyikat gigi, dan merapikan rambutnya, sebelum keluar dari kamar.Hannya mereka bertiga yang ada di rumah. Paling tidak, ia harus menyiapkan sarapan untuk Charles dan juga Charlos. Ia membuka kulkas dan melihat apa yang dapat dimasak pagi ini. Ia mengeluarkan ayam yang telah dibumbui dari dalam freezer dan mengeluarkan beberapa jenis sayuran. Sinar matahari mulai mengintip dari balik celah-celah jendela. Ia lalu mematikan kompor karena masakannya telah selesai. Tak perlu waktu lama untuk