Seperti biasa, awal bulan selalu datang dengan membawa kejutannya. Siang ini Vanya menerima pemberitahuan untuk mengikuti pelatihan di Makassar selama lima hari.
"Aduh. Males banget," umpatnya saat melihat daftar nama peserta yang tertulis nama Reni. Ia yakin kalau Reni akan kepo mengenai hubungannya dengan Charles. Sudah lama gadis itu tidak mendapatkan pelatihan keluar kota. Ada rasa excited tapi juga ada rasa malas karena harus pergi bareng dengan Reni. Sebelum pulang ia mampir sebentar ke ruang personalia untuk menanyakan perihal keberangkatannya. "Wen, aku sesuai jadwal aja ya, perginya Minggu sore pulangnya Sabtu pagi," ucapnya pada Weni yang sedang riweuh sama peserta yang lain. Weni hanya menjawab dengan anggukan kepala. Setibanya di rumah, tampak mobil Charles terparkir cantik di halaman. Mama spontan memanggilnya saat melihat Vanya berdiri di ambang pintu. "Ini, Charles mau ngajak kamu keluar, katanya mau lihat gaun pengantin." "Harus hari ini?" tanya Vanya. "Iya, jadi mau kapan lagi? Lebih cepat kan lebih bagus," jawab Charles. Vanya menarik nafas, kemudian berlalu dari ruang tamu dan berjalan menuju kamarnya. Sembari menunggu Vanya bersiap, Mama dan Charles mendiskusikan tanggal pernikahan. Mama yang telah memegang kalender meja, fokus memandangi beberapa tanggal yang Charles sebutkan sebagai pilihan. Mama lantas menunjuk salah satu tanggal di kalender. "Nanti saya sampaikan sama keluarga," jawab Charles bertepatan dengan datangnya Vanya. Sesaat Charles termangu melihat Vanya yang telah siap, dengan menggunakan blouse berwarna navy dan celana pendek dengan warna senada. “Kalian hati-hati ya,” pesan Mama membuat Charles tersadar dan mengalihkan pandangannya. Setelah pamit, mereka bergegas pergi ke salah satu butik rekomendasi Erin. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka berdua sampai mereka tiba di butik. Beberapa gaun pengantin terpajang cantik di tubuh manekin yang ideal. Seorang wanita seumuran Erin menghampiri mereka saat mereka masuk ke dalam butik. "Ayo sini. Tadi Mama kamu sudah menghubungi Tante, jadi Tante langsung siapin koleksi gaun pengantin terbaru buat calon istri kamu. Ayo ke sebelah sini," ajak wanita yang bernama Ningsih itu. Ia membuka tirai dan memperlihatkan desain gaun pengantin terbarunya. Melihat gaun yang ada di depannya, Vanya takjub karena semua gaun itu tampak bagus. Netranya lantas terpaku pada salah satu gaun yang berada di tengah. "Yang itu aja," ucap Vanya dan Charles bersamaan sambil menunjuk gaun yang dimaksud saat Ratna menanyakan gaun mana yang akan dipilih. "Kompak banget ya kalian. Ayo kita coba dulu." Ratna menggandeng tangan Vanya dan membawanya ke ruang ganti. Seorang pegawainya mengikuti dari belakang sambil membawakan gaun itu. Di ruang ganti, Vanya tengah mencoba gaun itu. Gaun yang begitu cocok di badannya. "Gak usah, Tante," sahut Vanya saat Ningsih meminta Vanya keluar aga Charles bisa melihat. "Oke, Sayang. Jadi gaunnya mau yang ini? Sudah fix?” tanya Ningsih pada Vanya yang telah selesai berganti pakaian. “Iya, Tante.” Vanya tersenyum. Charles yang sedari tadi duduk menunggu, terkejut saat melihat Vanya sudah keluar. Ia sedikit kecewa karena tidak melihat Vanya mengenakan gaun pengantinnya. "Terima kasih ya sudah mampir ke butik, Tante. Salam sama mama ya," ucap Ningsih sambil mengantarkan mereka keluar. Di dalam mobil, Vanya tak lepas dari ponselnya. Ia begitu serius membaca urutan acara selama pelatihan nanti. "Bawa laptop segala lagi," ucapnya dengan nada suara rendah. Ia ingat kalau laptop milik ya sering bermasalah. "Kalau kedua keluarga kita gak ada halangan, bulan depan tanggal 25 kita akan melangsungkan pernikahan," ucap Charles yang menyebabkan Vanya tak berhenti batuk. Charles menepikan mobilnya, melepas seatbeltnya dan menepuk-nepuk pelan punggung Vanya. "Sudah-sudah." Vanya menepis tangan Charles. Sekujur tubuhnya seperti tersengat listrik kaa pria itu menepuk pundaknya. "Jadi persiapannya harus secepat mungkin.” Charles kembali melajukan mobilnya, kemudian memasuki parkiran salah satu hotel. "Ngapain?" "Makan,” jawab Charles dengan tatapan menelisik. "Kita makan di tempat di lain aja bisa gak sih? Gak harus makan di restoran hotel?” Protes Vanya dengan wajahnya cemberut. Melihat ekspresi Vanya, kali ini Charles manut saja. Ia menyalakan mesin mobil dan keluar dari parkiran. Vanya menunjuk salah satu rumah makan pinggir jalan yang menyediakan menu sederhana, nasi dan mie goreng. Vanya lebih dulu turun dari mobil dan duduk lesehan. Beberapa pengamen mulai datang dan menyanyikan beberapa lagu sebelum pengamen lainnya menjalan topi untuk meminta uang sukarela sebagai upah atas nyanyian mereka tadi. Dapat terlihat jelas Charles sangat tidak nyaman di sana. Begitu makanan datang, tanpa basa basi ia langsung menyantapnya tak sampai sepuluh menit makanannya sudah ludes tak bersisa. "Kamu lapar apa doyan sih?" tanya Vanya saat melihat Charles telah selesai makan. "Cepetan makannya," perintah Charles. Sedikit menggerutu, Vanya akhirnya menghabiskan nasi gorengnya dalam waktu singkat. Begitu berada di dalam mobil, Charles mengambil minyak kayu putih dari sisi pintu mobil dan memberikannya pada Vanya yang sedang mengelus-elus kakinya yang gatal akibat gigitan nyamuk. "Sudah dipilihkan tempat makan yang enak, kamu malah gak mau," ucapnya sambil memandangi Vanya yang sedang mengoleskan minyak kayu putih pada tempat yang gatal Tanpa sadar Vanya sedikit menaikkan ujung celananya untuk mengoleskan minyak kayu putih, yang membuat Charles dapat melihat lebih banyak kaki bagian atas Vanya. Menyadari Charles tengah memandanginya, Vanya buru-buru menyudahi kegiatan oles mengoles minyak kayu putih dan menurunkan celananya. Sungguh tidak ada maksud apa-apa saat Vanya melakukan hal itu. Niat untuk menggoda Charles pun tak pernah terbesit dipikirannya, tapi kadang-kadang tatapan Charles bisa berubah menjadi tatapan yang sulit dijelaskan saat Vanya tak sengaja melakukan gerakan yang di mata pria itu adalah gerakan menggoda. "Besok pagi jam sepuluh kita lihat souvenir pernikahan. Jangan lupa nanti ajak mama juga," kata Charles saat mereka tiba di depan rumah Vanya. Vanya berdehem menjawab ucapan Charles dan turun dari mobilnya. Ia menatap punggung Vanya sampai Vanya hilang di balik pintu rumahnya. Semakin sering berinteraksi dengan Vanya, membuat Charles merasakan perasaan yang aneh, yang tidak dirasakannya dengan mendiang istrinya. Dulu ia dengan mudah mendapatkan ibunya Charlos, tak ada protes maupun perlawanan. Sangat berbeda dengan Vanya yang lebih ekspresif dalam menyampaikan apa yang dirasakannya.Susah payah Vanya mengangkat Charlos. Di balik pintu pagar, terdengar suara mobil berhenti yang tak berapa lama, dua orang masuk. Erin berteriak kecil melihat Vanya yang masih saja menggendong Charlos dengan perut yang sudah besar."Charlos, ayo sama onty Sandra," ucap Sandra sambil menunjukkan bungkusan berisi kue."Kamu ih, perut sudah besar masih aja gendong Charlos. Udah turun banget perut kamu loh. HPL nya kapan?” tanya Erin mengenai tanggal perkiraan lahir."Kemarin periksa ke dokter sih, katanya minggu-minggu ini, Ma. Disuruh banyak gerak supaya debaynya makin masuk jalan lahir," jawab Vanya. Erin menggandeng tangan Vanya, masuk dan duduk di ruang tamu."Semua yang terbaik buat kamu ya sayang," ucap Erin sambil mengusap perut besar Vanya. Ia dan Sandra datang membawakan perlengkapan untuk calon adik Charlos. Meskipun mulai kemarin ia sudah banyak mengirimkan barang, tapi entah mengapa ia selalu merasa kurang, hingga ada-ada saja perlengkapan yang tak begitu di
Dengan mengendarai mobil, mereka berdua meninggalkan rumah dan pergi ke kedai es krim, tempat biasa yang Vanya dan Charles pernah kunjungi. Meski sedikit agak pusing dan badan yang sedikit panas dingin, Vanya memarkirkan mobilnya dan menggandeng tangan Charlos masuk ke dalam kedai."Mbak, yang ini sama ini aja ya," ucap Vanya memesan dua porsi es krim serta meminta izin pada Mba itu agar memperbolehkan daftar menu es krim itu tetap tinggal di meja karena Charlos masih asyik melihat-lihat.Tak berapa lama, Mbak yang tadi kembali dengan membawa dua porsi es krim. Sementara Vanya baru saja melahap sesuap es krimnya, kepalanya langsung terasa sakit. Nyut. Sampai ke ubun-ubun. Ia mengatur nafasnya mencoba menghilangkan rasa sakit di kepalanya itu.Dari arah belakang, suara yang cukup familiar menyapanya. Vanya menoleh dan sedikit melemparkan senyum."Lama gak ketemu sudah bawa anak aja, Bang. Nikah gak undang-undang," ucap Vanya."Ngeledek. In
Saat jam makan siang, Charles tiba di rumah. Ia masuk ke kamar dan melepas jaketnya sembari mengganti bajunya."Kamu gak ngantor lagi?" tanya Vanya saat melihat Charles telah berganti pakaian."Nggak. Karena sore nanti mau piket malam." Vanya menautkan alisnya mendengar ucapan Bapaknya Charlos itu."Jadi kamu gak pulang?" tanya Vanya mengiringi Charles ke ruang makan. Charles menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Vanya."Kenapa? Gak mau tidur sendiri lagi ya? Enakkan tidur ada temennya kan, bisa--"PLAKSebuah pukulan mendarat di belakang Charles."Mancing yaa…" Vanya buru-buru kabur sebelum Charles mengejarnya.Selesai makan siang, Charles bersantai di ruang tengah menikmati siaran tivi, sementara Vanya membersihkan Charlos yang belepotan nasi juga lauk di wajahnya, kemudian menggantikan bajunya."Papa…" panggilnya seraya menghampiri Charles di ruang tengah. Ia membawa serta mainan dan meletakkannya di pangkuan Charles."Main
Di restoran hotel mereka tengah menikmati sarapan pagi, sambil menunggu di jemput oleh Mas Andi. Vanya yang sedang mengantri mengambil salad buah, melihat seorang laki-laki dengan setelan jas hitam tersenyum ke arahnya.“Indra ya” gumam Vanya tak takun."Vanya," sapanya saat tiba di depan Vanya."Indra!" seru Vanya. Wajahnya tampak sumringah melihat Indra. Teman kuliahnya dulu yang tampak sangat berbeda sekarang."Sama siapa kamu kesini? Gak ngabarin deh kamu," ucap Indra akrab."Iya. Handphone aku sempat error, jadi banyak nomor kontak yang hilang."Merasa Vanya terlalu lama hanya untuk mengambil salad buah, Charles menyusul dan melihat Vanya tengah asyik berbincang dengan orang lain. Dalam hatinya bertanya-tanya siapa lelaki yang sedang berbicara dengan Vanya itu."Eh, Ndra. Ini kenalin suami aku, Charles." Saat menyadari kedatangan Charles, Vanya reflek memperkenalkan suaminya yang tampan itu. Mereka berjabatan tangan sebentar, sebelum Charles menggand
Vanya telah siap sejak pukul enam pagi, berbanding terbalik dengan Charles yang masih tidur dengan pulasnya. Ia kemudian menggoyang-goyang pelan badan Charles, berusaha membangunkannya."Hoahh…." Mulut Charles menguap lebar sembari mengucek-ngucek matanya."Ayo, kamu siap-siap. Kita berangkat dari rumah Mama kan?""Sepagi ini kamu sudah cantik aja," puji Charles."Terimakasih pujiannya," sahut Vanya."Charlos mana?" tanya Charles seraya turun dari ranjang, memberi kesempatan agar Vanya bisa merapikan bantal dan selimut yang berantakan."Masih tidur. Paling sebentar lagi dia juga bangun."Selesai membereskan tempat tidur, Vanya melangkah ke arah lemari hendak menyiapkan pakaian untuk Charles."Bahagianya aku, kita mau liburan." Sebuah pelukan dari Charles membuat Vanya menghentikan aktivitas tangannya yang tengah mencari pakaian untuk Charles kenakan."Mandi lah, biar kita makan terus ke rumah Mama," uca
"Kayaknya gak bisa deh, hari ini sampai beberapa hari kedepan Mama di Bandung. Di rumah Yuda.""Berarti lain kali harus atur jadwal dulu sama Mama ya," ucap Charles. "Gak gitu juga sih tapi jangan mendadak kaya gini juga. Gapapa kalian liburan aja ya. Nanti bawa oleh-oleh kabar baik ya," ucap Mama.Charles senyum-senyum mendengar ucapan Mama di telpon. Vanya yang dari tadi berdiri di depan connecting door, berjalan mendekat menanyakan apa yang mereka obrolan. Walaupun sebenarnya, Vanya sudah tahu Mama gak bakal bisa ikut liburan dengannya, tetap saja ia sedih mendengar jawaban dari Charles."Jadi mau gimana?" tanya Charles.Vanya mengangkat kedua pundaknya."Lain kali kita atur jadwal lagi kalau mau ajak Mama jalan," ucap Charles. Vanya mengangguk sambil mengajak Charlos ke ruang tamu untuk sarapan.Setelah menempatkan Charlos di kursinya, Vanya menyiapkan makanan untuk Charlos."Kalau kata Omanya Charlos barusan aku telpon, mereka excited buat libur