Vanya baru saja menyelesaikan sarapan kemudian pamit pada Mama. Menentang kunci mobilnya, Vanya kaget melihat mobil Charles sudah terparkir di depan rumahnya.
"Kamu ngapain?” tanya Vanya kala Charles mendekat. Pria itu pagi ini terlihat tampan dan gagah dengan seragam kerjanya. "Mau ngantar kamu kerja,” jawab Charles kemudian menghampiri Mama dan memberikan salam. Vanya terperangah melihat sikap yang Charles tunjukkan. “Kalian hati-hati ya,” pesan Mama saat Vanya memberikan kunci mobilnya pada Mama. Aroma parfum Charles yang maskulin langsung tercium di indra penciuman Vanya, ruangan mobil. Wangi yang membuat candu bagi Vanya. "Sebentar lagi tugasku di Bandung bakal selesai, kapan kamu siap?” "Siap apa?" tanya Vanya dengan polosnya. "Menikahlah, apalagi?" tandas Charles. Tenggorokan Vanya serasa terkecat tak dapat menjawab perkataan Charles. Mobil berhenti di depan kantornya. Vanya bersiap turun namun tangannya ditahan oleh Charles. "Sudah pernah kubilang kan, kalau kamu sudah bilang iya kamu gak bisa mundur lagi. Balik dari Bandung aku bakal ngurus berkas di kantor." Sejenak Vanya memandang Charles yang telah melepaskan pegangan tangannya. "Iya," jawab Vanya sambil turun dari mobil. Entah kenapa gadis itu jadi tak karuan selama di kantor, memikirkan ucapan Charles. Tak tahu harus mempersiapkan mulai dari mana. *** Di dalam kamar, Vanya tengah menatap layar ponsel yang memperlihatkan fotonya bersama Charlos dan Charles Tangannya memainkan foto di layar handphonenya itu. Sesekali ia menarik nafas dalam dan menghembuskannya. Pikirannya berkelana kesana kemari memikirkan apa yang akan terjadi setelah mereka benar-benar resmi menikah nanti. Sudah sejauh ini ternyata hubungan mereka yang baru hitungan bulan. Dulu ia mengira, Charles akan lama menerima permintaan orangtuanya. Namun ternyata hanya perlu beberapa bulan untuk Charles memantapkan diri menerima dirinya. Meletakkan handphonenya di meja samping tempat tidur, Vanya menarik selimut dan mencoba untuk tidur. Namun baru beberapa menit memejamkan mata, gadis itu seperti tertarik untuk mengambil kembali handphonenya. Benar saja, sebuah panggilan dari Charles menanti untuk diangkat. "Iya," sahut Vanya singkat masih dalam posisi meringkuk dalam selimut. "Kamu belum tidur?" tanyanya. "Belum. Kenapa?" "Menyambung pembicaraan tadi pagi, aku ...." Charles tak meneruskan perkataannya. "Bisa nanti aja gak sih? Jujur aku bel-" "Belum siap?" tanya Charles cepat. Vanya menarik nafas sebal, bisa-bisanya dia mengatakan hal itu. Walau rasanya ingin mengiyakan ucapan Charles tadi. "Bicara kalau sudah ketemu, bisa kan?" Tak ada jawaban dari Charles karena pria itu langsung mematikan panggilannya. *** Vanya membelokkan mobilnya masuk ke SPBU untuk mengisi bahan bakar. Dari kejauhan Erin melihat Vanya yang tengah membuka kaca jendela mobilnya seraya memberi uang ke petugas SPBU. "Vanya," panggil Erin. Sayup-sayup Vanya mendengar seseorang memanggil namanya dari kejauhan. "Mbak, dipanggil," ucap petugas itu sambil menunjuk ke arah pojokan. Ruang kantor yang bersebelahan dengan ruang galeri ATM. Ia baru menyadari ini SPBU milik orangtua Charles. Mobil di belakangnya mulai ribut mengklakson. Buru-buru Vanya menyalakan mesin mobilnya dan menuju tempat Erin berdiri menunggunya. "Dari kemarin-kemarin Tante mau ngajak kamu ketemuan, tapi kelupaan terus. Untung tadi Tante lihat kamu di sini," ucapnya sambil mengajak Vanya masuk. Terlihat Charlos tengah bermain dengan Frans, namun begitu melihat Vanya, Charlos terlihat girang dan mulai merangkak menuju tempat duduknya. "Halo anak ganteng." Vanya menggendong Charlos lantas dengan gemas menciumi pipi tembem anak itu. "Coba kamu lihat, bagus semua kan?" tanya Erin antusias sambil memperlihatkan layar handphonenya yang dipenuhi dengan foto gaun pernikahan. "Bagus semua, Tante. Vanya jadi bingung mau pilih yang mana." "Ini Tante kirim ke Charles dulu ya, biar dia yang pilih mau yang mana," ucap Erin begitu bersemangat. Vanya mengiyakan saja ucapan Erin, ia tak ingin merusak mood Erin yang begitu bahagia. Frans datang duduk dan bergabung. "Vanya," panggil Frans pelan. Vanya menoleh. "Iya, Om." "Om, sebagai orang tua Charles sekaligus Opanya Charlos, mau berterimakasih karena kamu sudah mau menerima anak Om dengan tulus dan apa adanya. Om harap, apapun tingkah Charles nanti, kamu sabar ya. Pada dasarnya dia anak baik, hanya mungkin dia masih butuh waktu menyesuaikan diri dengan kenyataan dan keadaan yang ada." "Iya, Sayang ya. Yang terpenting kamu harus yakin, cepat atau lambat, perasaan Charles pasti terbuka untuk kamu." Erin merangkul pundak Vanya. Diberi nasehat seperti itu, membuat Vanya sangat tenang, walau ia belum bisa merebut hati Charles, setidaknya kedua orang tuanya berada di pihaknya.Saat jam makan siang, Charles tiba di rumah. Ia masuk ke kamar dan melepas jaketnya sembari mengganti bajunya."Kamu gak ngantor lagi?" tanya Vanya saat melihat Charles telah berganti pakaian."Nggak. Karena sore nanti mau piket malam." Vanya menautkan alisnya mendengar ucapan Bapaknya Charlos itu."Jadi kamu gak pulang?" tanya Vanya mengiringi Charles ke ruang makan. Charles menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Vanya."Kenapa? Gak mau tidur sendiri lagi ya? Enakkan tidur ada temennya kan, bisa--"PLAKSebuah pukulan mendarat di belakang Charles."Mancing yaa…" Vanya buru-buru kabur sebelum Charles mengejarnya.Selesai makan siang, Charles bersantai di ruang tengah menikmati siaran tivi, sementara Vanya membersihkan Charlos yang belepotan nasi juga lauk di wajahnya, kemudian menggantikan bajunya."Papa…" panggilnya seraya menghampiri Charles di ruang tengah. Ia membawa serta mainan dan meletakkannya di pangkuan Charles."Main
Di restoran hotel mereka tengah menikmati sarapan pagi, sambil menunggu di jemput oleh Mas Andi. Vanya yang sedang mengantri mengambil salad buah, melihat seorang laki-laki dengan setelan jas hitam tersenyum ke arahnya.“Indra ya” gumam Vanya tak takun."Vanya," sapanya saat tiba di depan Vanya."Indra!" seru Vanya. Wajahnya tampak sumringah melihat Indra. Teman kuliahnya dulu yang tampak sangat berbeda sekarang."Sama siapa kamu kesini? Gak ngabarin deh kamu," ucap Indra akrab."Iya. Handphone aku sempat error, jadi banyak nomor kontak yang hilang."Merasa Vanya terlalu lama hanya untuk mengambil salad buah, Charles menyusul dan melihat Vanya tengah asyik berbincang dengan orang lain. Dalam hatinya bertanya-tanya siapa lelaki yang sedang berbicara dengan Vanya itu."Eh, Ndra. Ini kenalin suami aku, Charles." Saat menyadari kedatangan Charles, Vanya reflek memperkenalkan suaminya yang tampan itu. Mereka berjabatan tangan sebentar, sebelum Charles menggand
Vanya telah siap sejak pukul enam pagi, berbanding terbalik dengan Charles yang masih tidur dengan pulasnya. Ia kemudian menggoyang-goyang pelan badan Charles, berusaha membangunkannya."Hoahh…." Mulut Charles menguap lebar sembari mengucek-ngucek matanya."Ayo, kamu siap-siap. Kita berangkat dari rumah Mama kan?""Sepagi ini kamu sudah cantik aja," puji Charles."Terimakasih pujiannya," sahut Vanya."Charlos mana?" tanya Charles seraya turun dari ranjang, memberi kesempatan agar Vanya bisa merapikan bantal dan selimut yang berantakan."Masih tidur. Paling sebentar lagi dia juga bangun."Selesai membereskan tempat tidur, Vanya melangkah ke arah lemari hendak menyiapkan pakaian untuk Charles."Bahagianya aku, kita mau liburan." Sebuah pelukan dari Charles membuat Vanya menghentikan aktivitas tangannya yang tengah mencari pakaian untuk Charles kenakan."Mandi lah, biar kita makan terus ke rumah Mama," uca
"Kayaknya gak bisa deh, hari ini sampai beberapa hari kedepan Mama di Bandung. Di rumah Yuda.""Berarti lain kali harus atur jadwal dulu sama Mama ya," ucap Charles. "Gak gitu juga sih tapi jangan mendadak kaya gini juga. Gapapa kalian liburan aja ya. Nanti bawa oleh-oleh kabar baik ya," ucap Mama.Charles senyum-senyum mendengar ucapan Mama di telpon. Vanya yang dari tadi berdiri di depan connecting door, berjalan mendekat menanyakan apa yang mereka obrolan. Walaupun sebenarnya, Vanya sudah tahu Mama gak bakal bisa ikut liburan dengannya, tetap saja ia sedih mendengar jawaban dari Charles."Jadi mau gimana?" tanya Charles.Vanya mengangkat kedua pundaknya."Lain kali kita atur jadwal lagi kalau mau ajak Mama jalan," ucap Charles. Vanya mengangguk sambil mengajak Charlos ke ruang tamu untuk sarapan.Setelah menempatkan Charlos di kursinya, Vanya menyiapkan makanan untuk Charlos."Kalau kata Omanya Charlos barusan aku telpon, mereka excited buat libur
Hari-hari berjalan seperti biasa, meski telah tidur terpisah selama kurang lebih satu bulan. Vanya tetap menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga dan istri. Ia tetap melayani suaminya. Seperti pagi ini, ia pun tak keberatan untuk mengantarkan Charles ke kantor. Setelah menempatkan Charlos pada kursi khusus anak yang terpasang di kursi belakang, mereka meninggalkan rumah dan menuju kantor Charles."Kalian mau langsung pulang atau ada tujuan lain?" tanya Charles sebelum turun dari mobil."Mampir ke tempat Mama boleh kan?"Charles mengangguk seraya membelai lembut lengan Vanya. "Kalian hati-hati ya."***Vanya berada di rumah Mama, hingga selesai jam makan siang. Seperti tahu anak dan cucunya akan datang, Mama memasak makanan kesukaan Vanya. Ia makan dengan lahap sementara Charlos diurus oleh Mama."Wuih, hebat nih cucu Oma makannya habis," ucap Mama girang sambil bertepuk tangan yang kemudian diikuti oleh Charlos. Mama kemudian membersihkan mulut Char
Rumah baru dengan satu lantai dan halaman yang cukup luas itu, penuh dengan keluarga Vanya dan juga Charles. Setelah mengucap doa dan syukur, mereka bergantian menikmati makanan yang telah tertata rapi di meja panjang. "Cuman makan sayur aja? Kamu diet," ucap Nana saat melihat piring yang dipegang Vanya. "Mau diet apa coba, Kak. Vanya sudah gini," ucap Vanya sambil melihat badannya. Gak gemuk gak kurus juga sih."Iya kamu gak usah diet-diet ya, tapi jangan juga sampe bablas," timpal Mama."Iya, Ma," sahut Vanya.Jarum jam mulai menunjuk ke pukul tiga sore, saat beberapa keluarga sudah mulai pamit pulang. Dengan didampingi Vanya, Charles mengantarkan keluarganya yang pamit pulang. Ia juga mengucapkan terimakasih kepada mereka, karena telah bersedia hadir di acara ini. Vanya dibantu Bu Sum, membereskan meja makan kemudian membawa beberapa piring dan gelas yang kotor ke dapur."Bu Vanya di depan saja, biar saya yang bereskan, Bu," ucap Bu Sum saat melihat