Home / Rumah Tangga / Dalam Pelukan Hangat Paman Suamiku / 2. Selalu Mengalah Demi Cinta

Share

2. Selalu Mengalah Demi Cinta

Author: Kafkaika
last update Huling Na-update: 2025-10-23 00:11:00

“Kau kelihatan tidak suka mendengar hal itu, Ra?” Arman perhitungan melihat istrinya tak memberikan selamat dan senyum atas kabar yang menurutnya bahagia ini.

“Tentu suka, Mas. Selamat…” ucapan itu tak sepenuh hati keluar namun Aura sudah terbiasa memulas kesedihannya dengan senyuman di depan suaminya itu.

Lelaki ini,  seakan tak pernah cukup dengan pencapaian yang sudah didapat.

Sudah mengoleksi gelar, jabatan, kehormatan. Tapi masih ingin lebih. Dan jelas, pendidikan itu tidak hanya akan memakan waktu sebulan atau dua bulan, bukan?

“Semalam aku sibuk mempersiapkan banyak hal karena ini, Sayang. Kau tahu kan, aku ini dosen. Selayaknya punya gelar yang lebih tinggi dan kualifikasi yang memadahi.”

Aura hanya bisa mengangguk. Dia tahu kalau suaminya sudah memutuskan, maka tidak akan bisa berubah. 

“Berapa lama, Mas?” tanya Aura, tidak ada kata lain selain mendukung suaminya itu.

“Setahun saja, Sayang. Aku bakal sering pulang kok,” katanya santai.

Seolah satu tahun adalah waktu yang sebentar bagi seorang istri yang ditinggal.

“Selama Mas Arman kuliah, apa aku boleh pulang dan tinggal di rumah orang tuaku?” tanya Aura.

Dia selalu merasa kesepian di rumah besar ini, sendirian tanpa teman.

Sementara itu, Arman tak pernah mengizinkan adanya asisten rumah tangga. Baginya, keberadaan orang lain akan mengganggu privasi hidup mereka.

Setidaknya Aura masih beruntung diberi sopir pribadi, meski jam kerjanya terbatas hanya dari pagi hingga sore.

Arman adalah pria dengan prinsip-prinsip yang terlalu idealis. Dan Aura—tak punya pilihan selain menurut, meski sering kali harus menekan keinginannya sendiri.

“Jangan… rumah orang tuamu beda pulau, terlalu jauh. Lagi pula, kamu masih ada beberapa kali bimbingan skripsi, kan?” ucap Arman.

Aura menatapnya sejenak, lalu mencoba mencari celah.

“Kalau aku ikut, bagaimana? Aku merasa seperti orang bodoh di sini, sendirian...”

Ia tak berharap banyak, tapi tetap ingin suaminya mempertimbangkan. Walau sering merasa kecewa, sebagai istri, ia merasa tempatnya adalah di sisi suaminya. Apalagi kalau orang tuanya nanti bertanya mengapa mereka sering berpisah, Aura akan sulit menjelaskan. Terlebih, sejak awal mereka selalu berpesan agar Aura menjadi istri yang patuh dan setia.

Sayangnya, jawaban Arman datang cepat, tanpa ragu.

“Kalau kamu ikut, aku enggak bisa fokus. Nanti malah jadi beban.”

Beban.

Satu kata itu menampar lebih keras daripada kalimat mana pun.

Namun Aura hanya mengangguk.

Ia sudah terlalu sering mengalah—atas nama cinta, demi kedamaian rumah tangga.

Entah sampai kapan dia bisa bertahan dengan semua ini.

💗💗💗

Arman yang tahu Aura tampak sedih mencoba menyogoknya dengan mengajaknya ke toko perhiasan untuk memberinya hadiah.  

Katika kalung berlian mahal dipasang di leher putih dan jenjang Aura, dia tidak lupa harus mengucapkan apa.

“Terima kasih, Mas.”

“Gadis yang baik. Kalau kau patuh dan selalu menyenangkanku, aku akan memberimu  banyak hadiah,” ujar Arman senang mendengar sang istri mengucapkan terima kasihnya.

Menatap hadiah itu Aura menghela napas panjang. Mungkin sebelum ini dia menyukai dan terharu Arman tak pernah pelit padanya.

Tapi tidak untuk sekarang dan mungkin selanjutnya. Karena…bukan ini yang Aura inginkan.

“Kau mau apa lagi? Katakana saja. aku akan menurutinya. Besok aku sudah berangkat.” Arman masih ingin menyenangkan Aura.

Melihat kesungguhan suaminya, Aura seharusnya tidak terus menggenggam kecewanya. 

“Bolehkah kita makan malam di Champa restoran, Sayang.” Aura menyampaikan rencananya.

“Kenapa di sana?” tanya Arman.

“Di sana aku punya kenangan manis dengan suamiku. Bolehkan sebelum pergi kita mengulang kembali keromantisan kita?” pintanya tak macam-macam. Hanya makan malam romantis berdua. Itu saja. Aura sudah terlalu sering kesepian. Jadi dia butuh kehagatan hubungan mereka lagi.

“Terserahmu saja, Sayang. Aku akan minta Dali mengurusnya.”

Dan mendengar itu, suasana hati Aura sudah membaik. Dia tahu Arman mencintainya. Hanya saja belum bisa belajar bersikap dengan baik.

Aura tidak lupa, Arman putra keluarga Eliyas yang kaya raya. Selalu dimanja dan tak pernah menerima penolakan. Pasti membuat Arman memiliki ego yang tinggi dan keras kepala.

Mumpung suasana hati mereka baik, Aura sekalian berbisik dekat telinga suaminya, “Habis itu kita menginap di hotelnya ya, Mas? Ingat, malam pertama kita di presiden suit Hotel Champa. Aku mau mengulang saat romantis kita di kamar itu, Mas.”

Mengatakan itu pipi Aura merona. Teringar malam pertama mereka jalani di hotel itu. Saat itu Arman begitu terlihat gagah dan perkasa. Meski di malam setelahnya semuanya terasa berbeda.

“Iya, deh!” jawab Arman meski tampak setengah hati. Hanya saja dia berpikir sekalian saja karena sudah  di Hotel Champa. 

...

Keduanya nampak terkejut karena tak sengaja bertemu dengan Pras. Pamannya itu sedang ada meeting di hotel yang sama. Namun hanya berbasa-basi sebentar, Aura dan Arman langsung  menuju restoran yang sudah direservasinya tadi.

Sesekali Aura bertanya, “Om Pras terlihat sendiri, terus, Mas. Tante Veni kemana?”

“Di London. Ada peragaan busana di sana dan gaun rancangannya lolos seleksi untuk ditampilkan di London Fashion Week,” jawab Arman.

“Sepertinya mereka sering tidak bersama, aku pikir mereka sudah…”

“Jangan suka bergosip. Om Pras dan Tante Veni baik-baik saja. Tidak perlu ikut campur rumah tangga orang lain,” sahut Arman memotong kata-kata Aura.

“Baik, Mas.” tukas gadis itu melanjutkan makannya.

Setelah makan malam mewah dan romantis itu, mereka pun tak membuang waktu untuk melanjutkan kebersamaan di kamar hotel. Aura meminta izin untuk menganti bajunya karena mereka akan berlanjut ke adegan ranjang.

.

.

.

<Next>

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dalam Pelukan Hangat Paman Suamiku   134. Aura Baik-baik Saja

    Pras sudah tak bisa berpikir jernih begitu mendengar kabar itu. Kepalanya seperti dipenuhi kabut pekat, dan dada terasa menyesak seolah tak cukup ruang bagi napasnya sendiri.Tanpa menimbang apa pun, dia langsung memerintahkan untuk menyiapkan helikopter perusahaan di Bandung agar bisa tiba di Jakarta dalam waktu kurang dari satu jam.Tadinya Pras bersikeras ingin mempiloti sendiri helikopter itu. Semasa muda, menerbangkan helikopter adalah hobinya.Namun Rico memohon agar tuannya menggunakan kebijaksanaan. Sudah terlalu lama Pras tidak menerbangkan helikopter, dan kondisi emosionalnya yang kacau dapat berakibat fatal.Karena itu Rico segera menghubungi pilot perusahaan. Dalam hitungan menit, pilot itu akan tiba.“Saya hubungi Tata lagi, Pak, menanyakan keadaan Bu Aura. Untuk sementara, saya harap Pak Pras bisa tenang dulu,” ucap Rico hati-hati.Pras hanya mengangguk, meski wajahnya tampak kosong. Shock masih memenuhi seluruh rautnya. Dia tidak bisa menerima kemungkinan bahwa Aura meng

  • Dalam Pelukan Hangat Paman Suamiku   133. Hampir Jatuh

    Beruntung ketika itu seseorang yang kebetulan melintas refleks meraih lengan Aura, menahan tubuhnya sebelum sempat terjerembab menghantam lantai.Aura terhuyung. Jantungnya masih berdegup di tenggorokan ketika ia buru-buru menegakkan tubuh. Saat hendak mengucapkan terima kasih, tatapannya sontak membeku—seolah waktu diseret mundur paksa.Wanita yang menolongnya adalah… Vanesha.Teman yang pernah sangat dekat dengannya.Teman yang kini bahkan tak sudi menyebut namanya lagi.“Te—”Kata itu tercekat. Hilang ditelan rasa kaget, syok… dan sedikit pedih.Ada sekilas kesedihan melintas di matanya. Karena ia tahu—kalau saja Vanesha sadar siapa yang ditolongnya, mungkin tangan itu tak akan terulur sama sekali. Mungkin Vanesha bahkan akan memalingkan wajah, membiarkannya jatuh. Mungkin itu lebih sesuai dengan keadaan mereka sekarang.Vanesha tampak tertegun menatap perut Aura yang semakin membuncit. Aura tahu, sekarang jelaslah alasan pertengkaran tadi. Jelaslah apa yang sampai ke telinga Vanes

  • Dalam Pelukan Hangat Paman Suamiku   132. Tidak Sengaja Bertemu Lagi

    Aura mengerjapkan matanya berkali-kali, berharap air matanya tidak tumpah dan Tata tidak melihatnya menangis. Perempuan itu tentu akan langsung melaporkan semuanya kepada sang tuan, dan seperti biasa Pras akan mencemaskannya berlebihan, lalu melarangnya lagi menemui keluarganya.Dia menarik napas dalam-dalam di taman kecil di samping rumah, mencoba menyingkirkan rasa sedih dan luka yang sejak tadi membendung di dadanya. Aura menyayangi Oma Eliyas seperti neneknya sendiri, tetapi saat ini dirinya tak ubahnya orang asing yang tidak penting untuk dipedulikan. Berkali-kali ia meminta maaf, berkali-kali pula ia memohon dimaklumi—namun semua itu terasa seperti angin lalu, tak pernah benar-benar masuk ke hati sang nenek.Dan ketika teringat betapa dulu Oma Eliyas begitu membenci Veny, namun sekarang dengan mudahnya memaafkan semua kesalahannya… dada Aura semakin sesak. Itu seperti penegasan paling jelas tentang siapa dirinya di mata wanita itu sekarang. Bukan siapa-siapa lagi. Hanya gadis mis

  • Dalam Pelukan Hangat Paman Suamiku   131. Pandai Mencari Alasan

    Jika kata-kata tuduhan Veny itu diucapkannya sebelum Aura tahu tentang Mikayla yang bukan putri kandung Pras, juga sebelum tahu semua keburukan Veny selama ini, mungkin Aura masih akan merasa insecure. Mungkin dia hanya akan menunduk dan menerima semua caci makinya.Tapi tidak untuk saat ini. Ketika bahkan Aura sendiri merasa begitu muak atas apa yang sudah dilakukannya terhadap pernikahannya dengan Pras.Kini Aura menatapnya dengan berani dan membalikkan semua ucapannya hanya dengan kalimat sederhana.“Anda sadar dengan tuduhan itu? Apa Anda lupa bagaimana Anda sebelum ini?”Veny terkejut Aura ternyata membalikkan kata-katanya. Namun bukan Veny kalau dia langsung menyerah.“Setidaknya aku bukan wanita menjijikkan sepertimu. Yang berselingkuh dengan paman dari suamimu. Dari sudut manapun, orang akan jijik melihat kelakuanmu.”“Terserah Anda, Nyonya. Tapi aku bangga kini bisa menjadi wanita dari pria sebaik Om Pras. Aku malah kasihan padamu. Matamu buta sampai menyia-nyiakan pria sesem

  • Dalam Pelukan Hangat Paman Suamiku   130. Bertemu Veny

    Selesai satu permainan cinta mereka, Pras mencium Aura dan menyempatkan berkomunikasi dengan putranya yang masih ada di dalam kandungan.Saat menempelkan telinganya di kulit perut Aura, tak diduga ada gerakan lembut, dan itu sudah membuat Pras bahagia setengah mati.“Dia mendengarku, Ra. Kau bisa merasakannya, kan?” ujar Pras heboh seperti orang yang menang undian saja.Aura ikut tersenyum melihat Pras sebahagia itu. Ketika dunia membencinya karena hubungan terlarang ini, ternyata dia masih bisa menjadi alasan seseorang berbahagia karena kehamilannya. Dia tidak butuh banyak orang yang menerimanya. Satu saja sudah cukup. Asal seperti Pras—yang mencintainya dengan sepenuh hati.Hanya saja, Pras begitu jeli pada raut wajah Aura. Hal yang disembunyikan di balik senyumnya pun terlihat oleh Pras.“Ada masalah apa kamu?” tanya pria itu menatap lekat.Bahkan Aura bingung. Bagaimana Pras bisa tahu apa yang disembunyikannya.“Apa, Om?” tanya Aura, memastikan apakah Pras bertanya tentang rencana

  • Dalam Pelukan Hangat Paman Suamiku   129. Anak Siapa?

    “Yakin itu anak Om?”Pertanyaan itu diucapkan Arman dengan nada penuh sinis dan meledek. Membuat Pras tiba-tiba terbakar emosi. Rasanya ingin memiting tangan anak ini saja, tapi Pras merasa itu tak perlu.“Kenapa? Kenapa kau bertanya begitu?”Pras bertanya balik seolah memberikan ruang pada Arman untuk merasa besar kepala bahwa ucapannya sudah berhasil mengaduk-aduk perasaan Pras. Tentu, Pras tahu, Arman hanya ingin berulah karena masih merasa sakit hati.“Lima bulan usianya… padahal kami baru bercerai tiga bulan yang lalu lho, Om. Aku pikir Om bukan pria bodoh.”Pras tersenyum miring, lalu berjalan lebih mendekati Arman agar bisa mengatakan dengan serius, “Aku mencintai Aura bagaimanapun keadaannya, kalaupun janin itu bukan anakku, aku tetap tak peduli. Kau lupa bagaimana aku?”Pras mengingatkan Arman bahwa anak orang saja dia akui, apalagi kalau kemungkinan itu adalah anak Arman, keponakannya sendiri.“Sekarang seharusnya aku yang bertanya padamu, yakin itu anakmu?”Berkata begitu P

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status