Share

Damai dalam Poligami
Damai dalam Poligami
Penulis: Wening

Suami yang Pelit

Sarah terkantuk di ruang tv. Kehamilan ketiga membuatnya tampak malas dan tak bertenaga. Usia Sarah memang tidak muda lagi. Demi merindukan seorang anak perempuan Sarah  memaksakan diri berusaha hamil lagi. Beberapa kali gagal tidak membuatnya kapok menahan sakit oleh tindakan dokter setiap  keguguran. Walaupun tak yakin benar-benar akan melahirkan anak perempuan, Sarah bahagia menjalani hari-hari kehamilan.

“Tak apa... kalau memang laki-laki lagi, asalkan sehat pasti itulah yang terbaik Allah berikan padaku,” katanya legowo.

Sarah bahkan tidak mau dokter memberitahukan perkiraan jenis kelamin yang terbaca saat di-USG.

“Biarlah buat kejutan, Dok, yang penting sehat.”

Tidak seperti Sarah yang bahagia dengan kehamilan itu, keluarga besar Sarah justru menatapnya prihatin.

“Sarah ... untuk dua putra saja kau berjuang keras. Suamimu bukan lelaki yang berpikir dewasa mengikuti usianya. Bagaimana kau bisa berpikir menambah momongan, sementara berkali-kali juga kau hampir menyerah dari perkawinan?” Ibu menyayangkan keputusan putrinya saat diberi kabar kehamilan Sarah lewat telephon.

“Ibu, proses itu tidak penting. Selama aku masih bertahan menjadi istrinya, aku tetap miliknya. Anugrah dari-Nya satu hal yang berbeda. Ini kepercayaan besar bagiku sebagai wanita. Bagaimana mungkin tidak bahagia? Tidak semua wanita mendapatkannya, Bu.” Ibu Sarah hanya mengela napas panjang menghadapi kekerasan hati Sarah.

“Baiklah. Jaga diri baik-baik. Kabari ibu segera kalau merasa tidak sehat,” pesan ibu akhirnya.     

~

Fadhil suami Sarah, sesungguhnya lelaki yang baik.  Sarah sangat memahaminya. Kisah masa kecil membuat Fadhil tidak tahu cara mencintai.  Kerap egois  dan berlaku kikir pada anak istri. Suami yang satu ini sangat mencintai Sarah, hanya kadang dengan cara yang salah. Fadhil kerap membuat Sarah menangis.

Terlebih lagi, Fadhil tak pernah menyadari kesalahannya. Walaupun keluar maaf dari bibir, itu hanya untuk menenangkan istrinya. Sarah terkadang lelah dianggap anak kecil yang selalu dibohongi agar menjadi tenang.  Sarah memang kerap histeris saat tidak sabar lagi mengingatkan dengan halus akan kewajiban Fadhil sebagai suami dan ayah.

“Menikahlah lagi! Kau akan  tahu setiap wanita menuntut haknya pada suami. Tidak hanya aku!” Fadhil tertegun.

Itu hanya ucapan wanita yang marah. Sarah mencintai suaminya. Sangat. Sejujurnya diri tak pernah rela berbagi. Namun Sarah perempuan yang lembut hati walau terkadang keras pendirian. Bahkan ketika Sarah benar-benar ingin berbagi, itu tak ada hubungannya dengan segala kemarahan.

Entah suatu kelebihan atau kekurangan, Sarah memiliki sifat yang lemah. Mudah kasihan juga terbawa perasaan. Pedulinya teramat besar hingga kerap dimanfaatkan mereka yang membutuhkan. “Tak apa. Bismillah, dengan  niat baik pasti akan baik juga akhirnya.” Begitu dalihnya tiap diingatkan. Hanya saja kali ini, Sarah seperti menggali lubang perangkapnya sendiri.

~

“Kakakku telah memasuki usia 40 tahun . Beliau wanita sholehah dan pandai. Rajin beribadah dan ulet mencari nafkah sendiri tanpa kekurangan. Bahkan jatah yatim salah satu agenda pengeluaran wajibnya. Sayang... keinginan menyempurnakan separuh ibadahnya tidak tersampaikan.” Curhatan hati seorang sahabat sangat membekas di hati Sarah.

Zubaidah. Nama yang anggun seperti orangnya dengan kulit sawo matang dan postur tinggi agak kurus. Zubaidah memang tidak bisa dibilang cantik, tapi cukup manis terutama saat tersenyum. Zubaidah selalu bersikap dewasa dan berkarisma. Berbeda dengan Sarah yang bertubuh mungil dan berisi. Berkulit bersih dan pembawaan ceria. Namun untuk hal tertentu, Sarah seorang yang tegas dan tanggap. Hingga  tak banyak yang bisa membantah pada suatu keadaan, termasuk Fadhil sang suami.

“Dia ingin menyempurnakan ibadah, Pa ... aku ingin membantunya.”

“Tapi tidak dengan cara memberikan suamimu, kan?!” Fadhil marah.

“Kau memang berkali-kali minta cerai dariku. Tidak akan pernah! Sekarang kau cari cara lain lepas dariku? Kau tidak mencintaiku pun aku tidak peduli!” Fadhil membawa amarahnya pergi meninggalkan Sarah yang terpaku menatapnya.

“Kalau aku ingin lepas, bukan karena tidak cinta lagi,  tapi lelah menuntutmu,” guram Sarah dengan mata merebak.

~

Hari-hari Sarah  sebagai istri bukanlah yang diam duduk manis, menadah tangan pada suami. Hanya saja Fadhil bukan suami yang paham perjuangan isteri. Dirinya selalu menuntut isteri lebih dan lebih lagi. Bebas dari uang saku anak-anaknya, membuat Fadhil ingin juga  bebas dari uang dapur. Tidak disiplin kewajiban bukanlah sifat Sarah seperti menunda kewajiban pembayaran. Fadhil yang santai dan cuek membuat Sarah hilang sabar dan terjadi pertengkaran. Fadhil pandai menenangkan Sarah dengan permohonan maaf tapi tidak pernah benar-benar bersedia merubah sikap hingga pertengkaran demi pertengkaran terjadi. Sarah menjadi lelah dan ingin menyerah.

Fadhil akan berubah sementara hingga Sarah menjadi tenang kemudian mengulanginya lagi. Begitulah hingga berjalan belasan tahun. Lalu Sarah menyebutnya sifat dari sananya tidak bisa dirubah.

~

Nama Zubaidah kembali menghangat. Rupanya suami Sarah diam-diam memikirkan tawaran istrinya untuk menikah lagi. Membayangkannya membuat Fadhil senyum senyum sendiri saat melamun di mobil yang membawanya ke kantor pagi itu.

“Heh! Kesambet?” Anton sahabatnya menyenggol bahu.

“Kadang aku tak habis pikir. Istriku menawarkan kakak iparmu untuk kujadikan istri kedua.”

Anton suami Laras, sahabat Sarah,  teman sekantor Fadhil. Rumah mereka yang terbilang dekat dan searah saat kekantor memungkinkan keduanya saling bergantian menumpang kendaraan untuk berhemat. Dalam perjalanan bersama  itulah mereka saling bicara urusan lelaki dengan leluasa.

“Bagus dong, lanjutkan saja. Kakak iparku cuma sangat ingin menyempurnakan ibadah, aku yakin beliau tidak akan memberatkan kalian. Itu keberuntungan langka untuk lelaki dan suami.  Barakallah!”

“Ha, ha, ha!” Mereka tergelak bersama.

~

“Sarah ... aku menerima tawaranmu menikahi Zubaidah.”

 Sarah kaget mendengar pernyataan suaminya. Hati bergetar hebat. Benar dirinya pernah menawarkan tapi batin ternyata tidak pernah siap. Sarah membiarkan air meluap dari gelas yang tengah diisi untuk diberikan pada Fadhil.

“Sarah, airnya! Kau tidak apa-apa?” Fadhil mengambil gelas dari tangan istrinya dan membawa  ke meja makan. Sarah mengikuti langkah Fadhil dengan kaku dan duduk  di kursi.

“Kau benar... Zubaidah sangat ingin mengabdi pada seorang suami. Menyempurnakan ibadah karena Allah. Tawaranmu adalah kehormatan bagiku. Maaf aku salah mengartikannya waktu itu. Mari kita lakukan!”

Ketidak pekaan Fadhil tak diragukan lagi. Dirinya sama sekali tidak menyadari,darah menggenangi hati Sarah yang meradang. Sarah berusaha keras mengendalikan  hatinya agar tidak meledakkan emosi.

“Sungguh ucapan adalah doa,” gumamnya.

Hari-hari Sarah kemudian adalah bara di dadanya. Sujud- sujud panjang mengiringi usaha keras hatinya untuk ikhlas. Hingga pernikahan sederhana penuh khidmad berlangsung diiringi tetes air mata beda makna dari orang-orang terdekat. Bahagia dan iba. Sarah dan kedua putranya tidak hadir dalam acara itu.

~

Hari pertama menjadi istri dan madu Zubaidah dipertemukan dengan Sarah. Tak ada lagi mata sembab semalam. Sarah menghapusnya dengan riasan yang lebih tebal dari biasanya. Ketegarannya meneladani karang. Dengan bahasa yang tegas tapi santun, Sarah mengajukan beberapa persyaratan.

“Tidak boleh hadir  bersamaan dalam satu acara keluarga. Tidak boleh hadir dalam acara pribadi kita masing-masing. Untuk mendampingi acara suami, Mas Fadhil akan membawa salah satu dari kita. Urusan anak adalah prioritas. Waktu bergilir kita satu pekan, hanya malam dan akhir pekan. Hari biasa adalah waktu suami melakukan banyak hal. Dirumah siapa pun, mari jangan permasalahkan.”

Deretan panjang persyaratan yang dianjurkan Sarah tak sedikitpun dibantah Zubaidah.

~

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status