Share

Bab 2 Manusia Murni

Kerajaan Axton, 1349.

Kerajaan Axton tengah di rundung duka yang mendalam. Kepergian Ratu Elena membuat Raja Theodor dan seluruh rakyatnya merasa kehilangan sosok Ratu yang mengayomi dan selalu berbaur dengan rakyat biasa. 

Kremasi dilakukan dengan cara membakar jasad sang Ratu di atas tumpukan kayu. Selama proses pemakaman, Zein yang masih berumur sehari terus menangis tak ada hentinya. Bayi malang itu seakan tak rela jika ibunya pergi.

"Ayah ...." Seorang gadis kecil menghampiri Raja Theodor. "Kenapa aku harus kehilangan ibu?"

Raja Theodor memeluk sayang anak sulungnya yang masih berumur 5 tahun itu.

"Tidak apa-apa. Ibu memberimu adik yang lucu sebagai gantinya," kata Raja Theodor. 

Emilia, putri raja yang berperawakan elegan itu berlari meninggalkan ayahnya menuju adik laki-lakinya yang tengah berada dalam gendongan pengasuh. Dia menatap tajam Zein. Tatapan ketidaksukaan terlihat jelas di wajah mungil tu.

"Aku tidak menginginkanmu. Aku ingin ibu. Pergilah kau dan kembalikan ibuku! Aku membencimu!" 

Semua orang terkejut saat kata-kata itu keluar dari mulut Emilia. Putri kerajaan Axton itu kemudian berlari ke dalam istana. 

Proses kremasi telah selesai. Kini raja Theodor sendiri menatap abu dari istrinya. Matanya menunjukkan kemarahan, kesedihan, dan kerinduan. Hidung dan matanya memerah, efek menangis. Dia menyentuh abu istrinya dan kembali menangis lagi.

Hunak si nenek bungkuk menghampiri Raja Theodor. "Jangan bersedih terlalu lama rajaku. Istrimu akan kembali menemui mu."

Theodor menghapus sedikit jejak air matanya. Terkejut dengan apa yang Hunak katakan. "Maksudmu?" 

"Seorang manusia murni akan melahirkan istrimu."

Washington....

Konser berlangsung selama dua jam. Dimulai dari jam 7 malam dan selesai pada pukul 9 malam. Kawasan studio sudah sepenuhnya sepi karena konser yang sudah berakhir setengah jam yang lalu. 

Zenia bersama manajernya yang bernama Yoshi memasuki mobil. Mereka akan pulang untuk beristirahat. 

"Malam ini sangat menyenangkan dan juga melelahkan," kata Zenia lalu meminum sebotol air putih. 

Laki-laki bersurai coklat yang sedang mengemudi itu mengangguk. "Aku akan mengatur kembali jadwalmu. Kau bisa istirahat lebih lama setelah ini," kata Yoshi.

Angin malam menyembur ketika Zenia menurunkan kaca mobil. Rambut hitamnya melambai menyambut angin malam di kota Washington yang tak pernah tidur itu. Mata bulatnya menyusuri setiap jalan yang ia lewati. Sesekali ia juga tersenyum kepada penggemar yang ditemuinya di sepanjang perjalanan.

"Aku ingin segera sampai di rumah," gumam Zenia.

"Tutup jendelanya, kau bisa masuk angin," kata Yoshi, tapi Zenia tak menghiraukan perkataannya. Gadis itu tetap menikmati udara malam yang menenangkan. 

Yoshi menginjak rem ketika lampu lalu lintas berwarna merah. Para pejalan kaki memenuhi zebra cross untuk menyebrang jalan, termasuk seorang pria yang terbalut jaket berbahan levis dengan warna biru tua.

Di tengah keramaian pejalan kaki, pria itu berhenti. Berdiri tepat di depan mobil yang ditumpangi Zenia dan Yoshi tanpa disadari. 

100 detik telah berlalu dan giliran lampu hijau yang menyala. Semua orang menjalankan kembali mesin kendaraan mereka. Namun, masalah terjadi ketika Yoshi yang akan menjalankan mobil terpaksa tertunda karena seseorang yang berdiri menghalangi jalan mereka. 

Yoshi menekan klakson berkali-kali untuk mengusir pria yang dianggapnya sudah gila itu, tapi sia-sia saja. Yoshi semakin kesal tatkala mobil-mobil yang berada di belakangnya memulai protes mereka. 

"Apa yang terjadi?" tanya Zenia penasaran.

"Ada laki-laki aneh di depan mobil kita. Dia tidak juga pergi meski sudah ku klakson berkali-kali." Yoshi dengan kesalnya kembali membunyikan klakson.

"Hei, kau! Pria aneh! Kau sudah gila, ya?" teriak salah satu pengendara. Pria berumur itu sama kesalnya dengan Yoshi.

Zenia segera melapis gaun konsernya dengan hoodie biru. Dia juga memakai topi dan kacamata. "Akan ku urus," ucapnya sebelum keluar menghampiri pria misterius yang penyebab kemacetan malam ini.

"Siapa namamu?" tanya Zenia ketika ia sudah berada tepat di depan pria itu.

Pria yang memakai jaket levis itu menatap Zenia lalu berkata, "Zein."

Zenia menghela nafasnya pelan. "Bisakah kau minggir ke tepi jalan? Lihat," Zenia menunjuk kepada orang-orang yang tampak kesal. "kemacetan dan kemarahan itu karena ulahmu. Ambil ini." 

Zenia kembali ke dalam mobil setelah sukses membuat pria itu pergi. Keadaan lalu lintas kembali normal. 

Yoshi mengacungkan jempol. "Kau hebat!" Zenia tersenyum.

"Tapi ... apa yang kau berikan kepada pria gila itu?" tanya Yoshi.

"Nomorku," Jawaban Zenia yang enteng membuat Yoshi membulatka matanya terkejut

"Kau sudah gila, ya?"

"Itu bukan nomor pribadiku. Itu hanyalah sebuah nomor dimana aku menggunakannya untuk berinteraksi dengan penggemar."

Zenia lalu melepaskan topi dan kacamatanya. 

•••

Zein menemui Naomi di hutan kecil belakang kampus. 

"Apa kau tahu berapa waktuku yang terbuang karena menunggumu?" omel Naomi.

"Aku tidak menyuruhmu untuk hal tidak berguna seperti yang baru saja kau lakukan," cetus Zein. Laki-laki itu merogoh saku celananya dan mengambil sebuah kertas.

"Apa itu?" tanya Naomi penasaran.

"Kertas." 

Naomi memutar bola matanya. Zein memang selalu bisa membuatnya kesal.

"Maksudku adalah apa yang yang tertulis di kertas itu?"

Tanpa menjawab, Zein berbalik meninggalkan Naomi lagi. Namun, sebelum itu teriakan gadis berwajah jutek itu membuat langkahnya terhenti.

"Sialan! Kembali kau!" teriak Naomi. Kesalnya dia kepada Zein saat ini. Apakah Zein tahu betapa letihnya menunggu selama 3 jam? 

"Berisik," desis Zein ketika berbalik.

"Mau kemana kau?" tanya Naomi. 

Zein mengeluarkan smirknya lalu berkata dalam hati, "Aku akan mulai malam ini."

"Usianya baru delapan belas tahun ... kau ingin membunuhnya?" 

Zein mengerjapkan kedua matanya. Ah, dia lupa kalau gadis berwajah mungil ini mampu mendengar suara hati siapa pun dan di mana pun. "Aku tidak peduli dengan nyawanya. Kita semua hanya membutuhkan seorang anak." Zein kemudian beranjak pergi setelah mengatakan itu.

Naomi terdiam. Benar, seluruh kerajaan Axton hanya menginginkan seorang anak yang lahir dari rahim seorang manusia murni. Naomi kemudian berjalan menuju portal berwarna hijau sebagai penghubung antara kerajaan Axton yang kuno dengan Washington yang moderen

Pakaian moderen yang Naomi kenakan berubah menjadi pakaian kerajaan ketika memasuki kawasan kerjaan Axton di tahun 1349. Gaun panjang hijau dengan hiasan bunga-bunga putih berukuran kecil, serta mahkota dengan warna senada yang bertengger di atas kepalanya. 

Sementara itu, Zenia telah memasuki kawasan rumahnya. Bangunan dengan gaya klasik berlantai dua itu ia tinggali bersama orang tuanya dan beberapa pelayan. Namun, saat ini orang tuanya berada di luar negeri.

"Sampai jumpa," Zenia melambai kepada Yoshi

"Sampai jumpa," balas Yoshi. Pria itu kemudian berlalu dari kawasan rumah elit Zenia.

Setelah kepergian sang manajer, Zenia memasuki rumahnya yang indah, tapi juga hampa. Menyapa beberapa pelayan lalu memasuki kamarnya.

Sementara di luar, Zein tengah berdiri di halaman rumah Zenia. Apa yang dilakukan pria ini? Tentu saja memata-matai calon ibu dari anaknya. 

Peringatan Naomi tadi membuatnya sedikit berfikir. Ada benarnya juga. Untuk mendapatkan seorang anak, dia tidak mungkin mengorbankan satu nyawa, dia tidak sekeji itu.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Norma Lia
keren...lanjuttt
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status