Share

Deceitful Love
Deceitful Love
Penulis: HannaH Ell3

Sister Complex

"Rosa, lo lihat tatapan Abang itu selalu mengarah ke sini," bisik Meity, sahabatnya.

"Enggaklah, kau yang kegeeran kulihat," sahut Rosa, ketus. Ia kembali fokus pada pekerjaannya membereskan peralatan fotografi.

"Eiiits, enak aja lo bilang gue kegeeran. Jelas-jelas Abang itu yang curi-curi pandang ke mari!" pekik Meity, mengagetkan Rosa. Ia kemudian menutup mulut Meity dengan tangan kiri dan menempelkan jari telunjuk kanan ke bibirnya.

"Jangan berisik, Meity. Malulah aku kalau kau salah," bisik Rosa sembari menengok ke segala arah, khawatir ada yang mendengar mereka.

Saat itu, mereka sedang berada di gedung ukema. Tempat untuk unit kegiatan mahasiswa berlangsung. Di dalam gedung tersebut terdiri dari ruang-ruang yang diberikan kepada para penanggung jawab ukema. Salah satunya adalah Rosa. Ia menjadi penanggung jawab ukema fotografi. 

Ruangan fotografi berada paling pojok jauh dari pintu masuk gedung. Setiap kali Rosa hendak ke ruang tersebut, ia harus melewati ruang-ruang ukema lain. Nyaris semua penanggung jawab mengenalnya dan hampir sebagian besar adalah lelaki.

Sebelumnya, penanggung jawab fotografi adalah senior tahun ke empat, bernama Nelson Bara. Namun, senior tersebut sedang sibuk dengan tugas akhir, maka ia menyerahkannya kepada anggota ukema fotografi yang paling rajin ikut perlombaan dan menang. Orang itu adalah Rosanna Jung.

Gadis batak kelahiran Berastagi itu memang hobi memotret semenjak duduk di bangku sekolah menengah atas. Hobi yang sangat didukung oleh abangnya, Anjun Ananta Jung, yang usianya berbeda sepuluh tahun. Abangnya menganggap bahwa Rosa akan fokus dengan hobinya dan tidak terlalu memikirkan lelaki atau pacar. 

Usia remaja Rosa dihabiskan dengan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan memotret dan berbagai lomba tingkat kabupaten maupun propinsi, baik lomba fotografi atau akademik. Suatu prestasi yang membanggakan bagi keluarganya yang berprofesi sebagai pengusaha perkebunan jeruk. Mereka hanya tahu tentang pertanian dan pemasaran. Harapan kedua orang tuanya, Rosa dapat meneruskan usaha keluarganya. Mereka sudah tidak berharap kepada Anjun.

Anjun memiliki karier yang bagus. Ia telah menjadi jaksa yang cukup populer di kalangan petinggi-petinggi pemerintahan kota Medan. Jasanya dalam mengatasi kasus cukup mengesankan. Aritha Johan Jung, ayahnya, begitu bangga kepadanya. Ia melepaskan hak anak sulung lelakinya itu atas warisan perkebunan jeruk dan memberikannya kepada Rosa.

Rosa terpaksa menuruti kemauan ayahnya. Ia lolos seleksi SMPTN di Fakultas Pertanian Unpad Jatinangor, Bandung, Jawa Barat. Sebagai bekalnya nanti saat mengelola perkebunan jeruk.

Meskipun enggan, tetapi Rosa tetap menempuh pendidikannya dengan sebaik-baiknya. Ia memiliki nilai yang baik, walaupun bukan yang terbaik. Ia ingin menunjukkan kepada keluarganya, bahwa keputusannya untuk merantau ke Jawa, tidaklah sia-sia.

Rosa begitu ingin merantau ke Jawa hanya untuk menghindari abangnya yang overprotektif. Ia ingin bebas melakukan kegiatan yang diinginkannya. Terutama ingin merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta. Ia ingin mencari cinta sejatinya.

Setelah dua tahun berada di Bandung, ia tak kunjung dapat menjalin hubungan. Entah terlalu tidak peka atau terlalu polos. Padahal banyak lelaki yang terpesona terhadap kecantikannya. Mereka menganggap Rosa sebagai gadis sempurna. Cantik dan cerdas.

Ternyata kecantikannya tak cukup untuk menarik satu pun pria. Mereka menjadikan Rosa sebagai idola. Bintang yang tak mudah dijangkau. Beberapa kali ada lelaki mendekat, tetapi Rosa terlalu sibuk untuk memperhatikan mereka. Terkadang ia takut untuk mengakui bahwa mereka menyukainya.

Rosa kembali teringat kenangannya di SMA ....

***

"Weh ... Abang kau datang pakai lamborghini baru." Celetukan ejekan dari Meta, gadis populer yang selalu iri dengan Rosa di SMA.

"Kenapa pula Abang ke mari?" gumam Rosa, kesal. 

"Woi! Cepetan sebelum yang lain mengerubungi Abang kau! Hahaha!" seru Meta dengan nada mengejek dan terbahak setelahnya.

Rosa menunduk kesal. Sudah berkali-kali ia mengatakan kepada Anjun untuk tidak menjemputnya. Namun, berkali-kali pula abangnya itu menolak dengan alasan senggang atau kebetulan lewat.

Saat akan menemui abangnya di pintu gerbang sekolah, seorang pemuda dari kelas XII menyapa Rosa. Ia menyambut niat baik kakak kelasnya tersebut. Balas menyapa dengan ramah. Mereka mengobrol sebentar. Setelah itu, ia segera menuju mobil abangnya.

Rupanya, Anjun melihat Rosa dan pemuda itu. Ia begitu marah melihat pemuda itu mendekati adiknya. Rosa yang tidak tahu apa-apa datang membuka pintu mobil dan merajuk.

"Abang! Sudah kubilang sama kau, janganlah jemput aku. Pakai mobil sport kau pula. Malu aku, Bang!" 

Anjun terkejut mendengarnya. Ia tak pernah membayangkan adiknya itu akan merasa malu kepadanya. Semua orang mengenal Anjun dengan baik. Ia pengacara terbaik di Berastagi.

"Kenapa kau malu bersamaku?" tanya Anjun. "Aku ini pengacara lumayan terkenal di sini. Kau tak bangga?"

"Bukan begitu, Bang. Aku diejek kawan-kawan. Terutama si Meta itu," sungut Rosa, bibir ranumnya mengerucut maju membuat Anjun tertawa melihat.

"Coba lihat muka kau jelek sekali!" seru Anjun, mengejek.

"Abang ...."

Anjun tersenyum dan mengusap kepala Rosa. Kemudian, ia mulai memutar kemudi untuk putar arah dan pulang ke perkebunan. Di perjalanan, Anjun bertanya, "Siapa lelaki yang bicara dengan kau tadi?" 

"Eh? Dia abang kelasku. Kenapa?" sahut Rosa, acuh tak acuh.

"Jangan kau dekat-dekat lelaki! Nanti kau sakit hati, kau dengar omonganku!" seru Anjun, memperingatkan.

"Sakit hati kenapa, Bang?"

"Mereka cuma mau manfaatkan kau saja, tau!" 

Rosa mengangguk paham. 

***

Sudah empat tahun berlalu, peringatan Anjun tentang lelaki selalu terngiang dalam ingatan Rosa. Ia bukannya trauma, hanya takut apa yang dikatakan abangnya itu menjadi kenyataan. Selama ini, ia agak menjaga jarak bila harus berhubungan dengan lelaki dalam hal apa saja. Termasuk akademik. 

Pernah satu kali, Rosa harus mengerjakan tugas kelompok. Ia berkelompok dengan Guntur, lelaki Jawa, bicaranya lemah lembut dan sopan. Ia tidak pernah mengerjakan tugas itu bersama. Ia akan mengerjakannya terlebih dahulu, kemudian Guntur menyelesaikan sisanya. 

Pada kenyataannya, Guntur sempat keberatan dengan pembagian tugas tersebut. Seharusnya mereka bisa berdiskusi, tetapi ia telah mendengar banyak rumor tentang gadis itu dan membiarkan tugas-tugas itu diselesaikan dengan caranya Rosa. Untuk selanjutnya, jika mereka satu kelas, Rosa akan meminta berkelompok dengan Guntur. Mereka telah membuat kesepakatan. 

Rumor itu sendiri telah santer terdengar sejak tahun ke dua Rosa berkuliah. Para lelaki mengembuskan rumor dengan sesama mereka. Walaupun begitu, mereka tetap mengidolakan gadis berparas bak manekin itu.

***

"Ayo, sudah selesai! Kau masih betah di sini?" tanya Rosa kepada sahabatnya, Meity.

"Ssst ... lo gak liat itu? Ada anak baru masuk ke ukema basket." Ucapan retorika dari bibir Meity tanpa melepaskan pandangan dari sosok tinggi di ruangan UKEMA basket yang selisih sekitar lima ruang jaraknya dari ruangan fotografi.

Rosa melayangkan pandang ke arah yang dilihat oleh Meity. Sesosok pemuda tinggi dan tegap melihat ke arahnya. Mereka saling bertukar pandang satu sama lain.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status