Demi Harga Diri

Demi Harga Diri

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-23
Oleh:  AufaOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
0 Peringkat. 0 Ulasan-ulasan
11Bab
3.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Sinopsis

Hidup Araya Kalista berubah 180° setelah sang ibu menikah lagi dengan duda kaya raya. Meski ayah tirinya yang sangat menyayangi Araya, sang kakak tiri justru tak segan menyakitinya di belakang semua orang. Namun, Araya tak berani mengadukan itu semua karena kakak tirinya mengancam untuk menyakiti ibu Araya. Lantas, bagaimana Araya bisa bertahan dengan kerasnya hidup di keluarga besar ayah sang tiri itu yang tidak pernah menghargainya?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Part 1

Dengan anggun dan penuh percaya diri, Ara keluar dari mobil mewah yang berhenti di depan gedung megah tempat diadakannya pesta malam ini. Pesta tersebut adalah pesta anniversary pernikahan sang ibu dan ayah tirinya yang ke tujuh tahun.

 Gaun hitam yang dikenakan Ara tampak anggun dan glamor. Rambut hitam panjang ia gelung hingga menampilkan leher jenjangnya. Ara memadukan penampilannya dengan anting berwarna silver, yang menambah pesona wajahnya yang cantik.

Langkah kakinya bergema pelan di karpet merah yang terhampar di lantai, menambah sentuhan elegan. 

Cahaya dari blitz kamera para wartawan yang memotret, mengiringi Ara yang memasuki gedung. 

Gedung tempat diadakannya pesta ini memiliki suasana istimewa dengan pintu masuk yang elegan dan dekorasi kaca berkilau menyambut kedatangan para tamu.

Saat memasuki gedung, hampir semua orang memusatkan perhatian padanya, dan Ara sadar akan itu. Banyak kaum adam yang memuji kecantikannya, dan tak sedikit pula kaum hawa yang merasa iri dengannya. 

"Oh, tuan putri sudah datang rupanya," celetuk seorang wanita paruh baya, yang kini sudah berdiri di depan Ara. Mau, tidak mau, Ara pun menghentikan langkahnya, demi meladeni wanita dengan penampilan yang serba mewah di hadapannya kini.

Tak lama setelahnya, dua gadis yang seumuran dengan Ara menyusul wanita tadi, dan masing-masing berdiri di samping kanan, dan kirinya. Tatapan remeh dilayangkan oleh dua gadis tersebut pada Ara. 

Ara tersenyum manis pada wanita paruh baya itu. "Selamat malam, Tante Renita. Sepertinya kita sudah lama tidak bertemu." 

Wanita yang dipanggil Renita itu mencebikkan bibirnya. "Tidak penting juga bertemu denganmu. Waktu saya terlalu berharga jika harus dibuang untuk bertemu gembel sepertimu." 

Meski kata-kata yang didengarnya itu cukup menyakitkan, tapi Ara berusaha tetap tersenyum seolah-olah tidak terpengaruh. Lagi pula, kata-kata sejenis seperti itu sering ia dengar dari mereka. 

"Lihatlah, Ma, itik buruk rupa itu sekarang sudah berubah jadi angsa," cibir seorang gadis di sebelah kanan Renita. Gadis itu bernama Tika, anak kedua Renita. 

"Ya iyalah, kalau bukan karena kebaikan om Dedy, dia nggak akan mungkin bisa seperti sekarang. Tampil cantik dengan gaun mahal, dan jadi sorotan semua orang," sahut seorang gadis yang berdiri di sebelah kiri Renita. Ia adalah Tiwi, anak sulung Renita. 

"Terima kasih sudah memujiku cantik," balas Ara, masih dengan senyumannya. "Ah, pasti kalian merasa iri ya, karena semua orang justru terpesona denganku daripada dengan kalian? Kalau begitu, maafkan aku." Sedikit bermain-main dengan tiga orang ini sepertinya cukup menarik bagi Ara. 

"Nggak usah kepedean lo! Emangnya lo itu siapa hah? Kalau nyokap lo nggak nikah sama om gue, yang ada sekarang lo masih jadi gembel!" hardik Tika yang merasa terprovokasi dengan ucapan Ara tadi. 

Ara memutar bola matanya. Sejak tujuh tahun yang lalu, kata-kata merendahkan seperti itu selalu saja ia dapatkan dari mereka. Ara sampai hafal, dan muak. 

"Lo harusnya sadar diri!" Tiwi ikut menyahuti perkataan Tika. 

"Baiklah, kalau begitu aku minta maaf," balas Ara dengan santai. Tak ada lagi rasa sakit hati ketika mendengar cacian dari mereka, karena sudah terbiasa. "Aku pergi dulu ya. Selamat bersenang-senang, bye ...." Ara melewati tiga wanita yang kini menatap sengit padanya, lalu melambaikan tangan. Senang sekali rasanya membuat mereka kesal, begitu pikir Ara. 

"Anak itu! Berani-beraninya melawan kita!" geram Renita. Ia sebenarnya heran, kenapa Ara yang biasanya ketakutan saat dicaci olehnya, dan kedua anak perempuannya, kini justru berani membalas perkataan mereka. 

Tak berbeda dengan sang ibu, Tiwi, dan Tika pun berpikir hal yang sama. Mereka merasa dendam kepada Ara. 

*

Terlihat sepasang laki-laki, dan perempuan paruh baya yang kini tengah berdiri di depan dekorasi, dengan senyum yang selalu menghiasi keduanya, terlebih saat menyapa para tamu. 

Pasangan paruh baya itu adalah Dedy Wijaya, dan Wanda Wijaya, ibu kandung Ara, dan ayah tirinya. Ara turut bahagia ketika melihat orang tuanya itu tampak bahagia di hari peringatan pernikahan mereka. 

Melangkahkan kaki, Ara mendekat ke arah kedua orang tuanya. Senyum manis ia kembangkan pada dua orang yang sangat ia rindukan itu. 

"Happy anniversary, Mama, Papa. Aku berharap kalian selalu bahagia, dan selalu saling mencintai," ucap Ara di depan kedua orang tuanya. 

"Moza? Kapan kamu pulang, Nak?" Sang ibu yang cukup terkejut dengan kehadiran Ara yang tiba-tiba, sontak berkaca-kaca. Ia kemudian memeluk sang anak yang beberapa bulan ini tak bertemu. 

"Aku pulang tadi pagi, Ma," jawab Ara seraya mengurai pelukan. 

"Kenapa tidak bilang-bilang? Harusnya kamu bilang, biar papa siapkan tiket pesawat untuk kamu," sahut Dedy. 

Ara mengurai pelukan sang ibu, lalu beralih menatap sang ayah tiri seraya tersenyum. "Aku cuma nggak mau merepotkan Papa aja." 

"Tidak ada orang tua yang merasa direpotkan oleh anaknya, Ara," balas Dedy. 

"Thanks, Pa. You are the best father," ucap Ara. 

"And you are my the best daughter," puji Dedy seraya mengusap puncak kepala Ara penuh sayang. 

Kedua orang tua, dan anak perempuannya itu pun tertawa bahagia bersama. 

"Kemarin katanya nggak mau pulang karena lagi sibuk di kampus," ujar Wanda. 

"Itu cuma alibi, Ma. Sebenarnya aku mau kasih surprise dengan kepulanganku ini," kata Ara. 

"Terus kamu pulang ke mana, Ara? Kenapa tidak ke rumah?" Dedy bertanya. 

"Di rumah Meta, Pa, temanku." 

Dedy mengangguk. "Lain kali jangan begitu, Ara. Kalau kamu ada di kota ini, segera hubungi Papa sama Mama. Setidaknya biar kami bisa menyuruh orang untuk memantau, dan melindungi kamu." 

"Aku sudah dewasa, Pa, bisa jaga diri. Nih, buktinya aku baik-baik saja kan, kuliah di luar kota?"

"Ya, ya, ya, dasar anak nakal!" Dedy kembali mengusap puncak kepala Ara, gemas. Anak gadis yang pertama kali ia temui saat berusia lima belas tahun ini sekarang sudah tumbuh dewasa. 

Mereka kembali tertawa bersama. Momen ini sudah lama tidak Ara rasakan semenjak ia memutuskan untuk kuliah di kota Yogyakarta. Jauh dari orang tuanya yang tinggal di Jakarta. 

Meski hanya ayah tiri, Dedy memperlakukan Ara dengan sangat baik, layaknya anak kandung. Dedy memenuhi segala kebutuhan Ara, membelikan ini, dan itu, walaupun Ara tidak pernah meminta. Fasilitas yang diberikan pada Ara pun tak main-main. Ini murni keinginan Dedy yang memang mau memanjakan Ara, bukan karena permintaan Wanda, ibunya Ara. 

Kebaikan, dan kasih sayang yang diberikan Dedy pada Ara itu membuat iri Renita, dan kedua anak perempuannya. Renita adalah adik Dedy yang berstatus janda. Renita, dan kedua anaknya tidak suka melihat Wanda, dan Ara hidupnya begitu dimanjakan oleh Dedy, padahal dulunya Wanda, dan Ara hanya orang miskin. 

"Kamu makanlah dulu, Ara," ujar Dedy. 

"Nanti saja, Pa. Aku belum lapar." 

Ara tetap berada di dekat orang tuanya yang kini tengah berbincang dengan tamu. Karena ia tidak tahu harus membaur dengan siapa lagi di pesta itu, Ara hanya diam sambil memandangi suasana pesta tersebut. Ia menyesal, kenapa tadi tak memaksa Meta--temannya untuk turut hadir di pesta ini. 

Renita, dan kedua anak perempuannya kini melihat ke arah Ara dari jauh. Mereka masih menampilkan sorot kebencian yang begitu mendalam pada Ara. 

Sementara itu, seorang laki-laki muda yang mengenakan blazer hitam tampak tersenyum smirk ke arah Ara. Laki-laki itu pun melangkah menghampiri Ara, dan orang tuanya. 

"Apakah pesta ini jauh lebih menyenangkan jika tidak ada aku?" ucap laki-laki itu yang seketika membuat tubuh Ara menegang ketakutan. 

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status