Share

Hancur

Author: Pena Jaya
last update Last Updated: 2025-10-08 09:46:54

“Tapi-”

“Sudahlah, Davin. Kami akan mencoba untuk membantumu nanti, tapi untuk sementara kau harus menerima keputusan ini. Sangat berat harus melepaskan mahasiswa jenius sepertimu, akan tetapi kesalahamu terlalu fatal,” putus Pak Windra tanpa bisa dibantah lagi. Ia menutup buku yang ada di meja, kemudian menarik nafas panjang.

Davin menggeleng-gelengkan kepalanya putus asa, ia benar-benar tidak lemas. Tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Hatinya kacau, dirinya tidak tahu bagaimana nanti harus mengatakan pada sang ayah.

Ia terlalu takut, siapa yang akan menolongnya sekarang? Hanya tinggal selangkah lagi, dirinya bisa lulus dari sini dan mencapai cita-citanya. Namun dengan kejadian ini, dia memiliki catatan kejahatan, yang mungkin tidak akan baik juga untuk masa depan. Davin benar-benar putus asa.

“Dia dikeluarkan aku dengar,” bisik seorang mahasiswa di sudut papan majalah dinding.

“Bagus jika begitu. Karena aku tidak ingin juga, satu kampus dengan seseorang seperti itu,” sahut temannya dengan nada yang rendah juga, namun masih bisa didengar oleh orang di sana.

“Bukankah akan lebih baik jika dia dihukum?” Mereka sedikit tertawa saat mengucapkan hal itu.

Davin sudah kebal, ia benar-benar tidak ingin mengambil hati semua ucapan itu. karena hatinya sudah sesak dengan hal yang lain. Pikirannya memang tidak bisa jernih, ada banyak hal yang menjadi pikirannya saat ini.

Dan jika dipikir-pikir lagi, mungkin sudah saatnya juga dia meminta penjelasan pada Alan. Karena hanya lelaki itu, yang bisa membantu keluar dari masalah ini. Ayolah, Alan adalah sahabatnya, dan dia memiliki banyak sekali kekuasaan, hal yang mudah untuk sekedar membantu dirinya keluar dari masalah ini.

“Loh, ada apa, Bu?” Davin masuk ke dalam rumahnya dan menghampiri seorang wanita yang terlihat sudah menunggunya di sana. Ia mengenal wanita itu sebagai pemilik rumah yang ia tempati sekarang.

Rumah Davin memang hanya kontrakkan, yang harus dibayar setiap bulan. Dulu dia dan sang ayah memiliki rumah sendiri, akan tetapi harus dijual karena memerlukan biaya.

Berbeda dari biasanya, wanita pemilik kontrakan itu terlihat tidak ramah untuk menatap Davin. “Aku sudah mendengar,” ujarnya. “Kau terlibat kasus yang cukup serius di kampus, apakah itu benar?” sang wanita setengah baya itu menatap Davin dengan penuh selidik.

Davin terkejut, ia tidak tahu bagaimana wanita itu bisa mengetahuinya. “Saya masih berusaha menyelesaikannya, karena saya hanya dijebak. Saya tidak pernah melakukan hal seperti itu,” jelasnya dengan jujur.

“Hmm, tapi itu akan sangat berpengaruh, apalagi kau cukup dikenal di sini,” ujar sang wanita pemiliki kontrakan. “Maafkan aku, Davin. Aku tidak bisa membiarkanmu berada di sini lagi, karena bagaimanapun juga, aku tidak ingin mengganggu yang lain.” Wanita itu menatap Davin dengan prihatin.

“Apa?” Davin membulatkan matanya kaget. “Tapi kenapa? Saya dan Papa tidak memilliki tempat lagi, dan saat ini Papa sedang sakit. Saya mohon jangan seperti ini,” ujarnya meminta belas kasihan.

Namun wanita itu menggelengkan kepala, “Maaf Davin, kau harus segera pergi dari sini, maafkan aku,” tegasnya seraya pergi dari sana. Davin kembali lemas. Setelah dia diusir dari kampus, kini dia terusir dari rumah juga?

Sekarang, harus ke mana lagi dia meminta bantuan? Dunia benar-benar tidak adil terhadap dirinya, dan Davin mulai merasa kesabarannya menipis. Rasa amarah dan takut bercampur menjadi satu, tanpa bisa dirinya lampiaskan.

Saat Davin hendak ke rumah sakit, ia tidak sengaja mengecek ponselnya, dan melihat Alan mengubah statusnya berada di apartemen. Oh, lelaki itu sudah datang? Davin tidak ingin membuang kesempatan, ia mengurungkan niat untuk ke rumah sakit, dan bergegas mendatangi apartemen sahabatnya itu.

***

Alan memang anak orang kaya, ia tinggal di sebuah apartemen yang mewah. Alan sebenarnya juga sering ke sini. Bahkan bisa dibilang tempat itu adalah rumah kedua untuk Davin. Karena Alan selalu mengizinkan dia ke sana kapanpun dia inginkan.

Mereka biasanya mengerjakan tugas, dan belajar di sana. selain nyamana, tempat itu memiliki banyak sekali buku yang lengkap. Maklum saja, Alan adalah anak orang kaya, bisa membeli apapun yang dia inginkan. Sebagai seorang sahabat, tentu saja selama ini Davin banyak terbantu.

Ting.

Davin memencet kombinasi angka pada pintu apartemen itu, kombinasi yang merupakan tanggal ulang tahun dari Alan. Pintu itu terbuka, dan Davin segera masuk. Sepertinya benar Alan sudah datang, namun ada banyak sepatu di sana, apakah sedang ada tamu?

Suara gelak tawa terdengar dari ruang santai. Apartement ini begitu besar, sehingga di dalamnya sangat lengkap. Bahkan ada tiga kamar, ruang santai, dan juga dapur yang besar. Davin tidak pernah bisa bermimpi, kapan dirinya bisa memiliki tempat seperti ini.

“Kau benar-benar berhasil, aku pikir kau akan kalah dalam taruhan ini, Alan!” terdengar suara yang cukup keras disertai tawa yang cukup renyah. Davin melepas sepatunya dan bergegas ke ruangan itu.

“Kalian selalu mengatakan aku bergantung pada Davin, bukankah sekarang aku sudah membuktikan semuanya?” celetuk sebuah suara yang tidak asing.

Mendengar namanya disebut, langkah dari Davin terhenti. Itu adalah suara Alan, apa yang sedang dia lakukan? Membicarakan dirinya seperti itu tentu saja membuat Davin penasaran.

“Baiklah, kami akui. Kau memenangkan taruhan itu, kau tidak perlu membelikan kami apartemen,” salah seorang dari sana menyahut.

Alan menyahut, “Cih, kalian sangat sombong kemarin. Tapi ternyata kalian tidak bisa mengalahkanku, dan aku menang dalam taruhan ini,” ujarnya dengan nada yang terdengar bangga.

“Karena kau begitu tidak menyakinkan, kami pikir kau tidak akan tega melakukan itu pada Davin. Mengingat kalian ke mana-mana selalu berdua, kau mengekorinya terus. Padahal kau lebih hebat daripada dia.” Suara itu diiringi oleh gelak ketawa dari yang lainnya.

“Aku tidak suka kau mengatakan itu! Aku berteman dengannya karena dia berguna, kau pikir aku mau berteman dengan seseorang yang tidak sepadan denganku? Keluargaku selalu mengajarkan untuk memanfaatkan semua yang ada, termasuk Davin,” tegas Alan yang sepertinya tidak ingin untuk diejek oleh oleh teman-teman di sana.

“Lalu bagaimana sekarang? Ternyata ini semua lebih besar dari yang kita perkirakan. Dia dikeluarkan dari kampus, bagaimana kau akan menghadapinya nanti?” tanya seorang teman Alan yang Davin cukup mengenal siapa dia.

“Aku tidak peduli, jika dia keluar dari kampus, bukankah gelar mahasiswa terbaik akan jatuh di tanganku? Selama ini aku selalu bisa mengalahkan semua orang, kecuali Davin. Dan itu sedikit menggangguku!” celoteh Alan segera saja mendapatkan anggukan setuju dari beberapa temannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dendam Dokter Tampan   Menyesal

    “Kau sedikit kejam, aku tidak menyangka kau akan menggunakan taruhan ini sebagai keuntunganmu sendiri,” tanya seorang lelaki yang duduk di sebelah Alan persis.“Siapa yang peduli?” sahut Alan dengan enteng.Tangan Davin mengepal dengan eat, darahnya terasa sangat mendidih, jantungnya berdetak dengan begitu cepat. Ia belum pernah merasa semarah ini, benarkah Alan mengatakan hal itu tentang dirinya? Rasanya sungguh tidak bisa dipercaya.Dari ruang tengah, Alan yang melihat bayangan seseorang, segera berdiri dan keluar dari sana. meninggalkan teman-temannya. Ia sedikit terkejut melihat kehadiran Davin di sana. Mata mereka saling bertatapan, tentu saja ada raut kekecewaan dan emosi dari dalam diri Davin.Davin menatap lelaki di hadapannya itu, ia mencium aroma alkohol, apakah Alan minum-minum? Sedikit tidak bisa dipercaya, Alan adalah anak yang baik selama ini, apakah semua itu hanya kedok saja?“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Alan dengan dingin, ia kemudian bersedekap tangan menata

  • Dendam Dokter Tampan   Hancur

    “Tapi-”“Sudahlah, Davin. Kami akan mencoba untuk membantumu nanti, tapi untuk sementara kau harus menerima keputusan ini. Sangat berat harus melepaskan mahasiswa jenius sepertimu, akan tetapi kesalahamu terlalu fatal,” putus Pak Windra tanpa bisa dibantah lagi. Ia menutup buku yang ada di meja, kemudian menarik nafas panjang.Davin menggeleng-gelengkan kepalanya putus asa, ia benar-benar tidak lemas. Tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Hatinya kacau, dirinya tidak tahu bagaimana nanti harus mengatakan pada sang ayah.Ia terlalu takut, siapa yang akan menolongnya sekarang? Hanya tinggal selangkah lagi, dirinya bisa lulus dari sini dan mencapai cita-citanya. Namun dengan kejadian ini, dia memiliki catatan kejahatan, yang mungkin tidak akan baik juga untuk masa depan. Davin benar-benar putus asa.“Dia dikeluarkan aku dengar,” bisik seorang mahasiswa di sudut papan majalah dinding.“Bagus jika begitu. Karena aku tidak ingin juga, satu kampus dengan seseorang seperti itu,” sahut temanny

  • Dendam Dokter Tampan   Kehilangan Semua

    Davin menarik nafas panjang, sejak kejadian itu memang para teman kuliahnya berubah sikap. Mereka memperlakukan dan melihat Davin seperti orang yang tidak layak untuk berada di sana. Davin mungkin memang miskin, namun dia tidak akan melakukan hal terlarang untuk mendapatkan uang. “Kau masih punya nyali untuk datang ke sini? Kau sudah membuat fakultas kedokteran merasa malu! Bisa-bisanya mahasiswa beasiswa melakukan hal kriminal seperti itu!” tegur seorang temannya kala dia hendak keluar dari kelas. “Aku tidak melakukannya,” sergah Davin. “Aku sudah mengatakannya berkali-kali. Kalian bisa tanya pada Alan!” “Cih, kau ingin berlindung di balik sahabatmu yang kaya raya? Pengedar tetaplah pengedar! Kau tidak pantas untuk berada di tempat ini, dasar miskin dan kriminal!” tuduhnya menunjuk ke arah Davin dengan mengejek. Meskipun sakit hatinya begitu dalam, ia berusaha untuk tenang. Davin membuka loker, dan mengambil semua buku-buku yang ada di sana. kemudian memasukkannya ke dalam ta

  • Dendam Dokter Tampan   Usaha Tiada Henti

    “Jadi, kau sama sekali tidak memiliki bukti selain dari ucapanmu itu saja?” tanya salah seorang dosen yang mengintrogasinya. “Kau tahu? Ini adalah masalah serius, sudah banyak mahasiswa kampus ini yang terkandung kasus obat terlarang, dan kami tidak ingin hal ini terus berlanjut.” Davin menatap dosen meminta belas kasihan, “Sungguh, saya bukan pengedar. Saya hanya disuruh oleh Alan, anda bisa untuk menanyai Alan. Dia yang menyuruh saya untuk mengantarkan paket itu ke Pak Dani,” jelas Davin putus asa. “Saya tidak berbohong.” “Kami sudah meminta konfirmasi pada Alan, dia tidak tahu menahu. Dan kami tidak ingin mengganggu kerja prakteknya, karena itu sangat berpengaruh untuk kampus,” kata sang dosen yang bernama Pak Windra itu. “Tapi itu tidak adil!” potong Davin. “Alan benar-benar menyuruh saya, dia yang meminta bantua pada saya!” Pak Windra bersedekap tangan. “Jadi, kau menuduh jika Alan yang sebenarnya pengedar obat terlarang itu?” tanyanya memberikan tatapan yang penuh selidik pa

  • Dendam Dokter Tampan   Terjebak

    “Tapi itu sungguh bukan milik saya!” teriak seorang lelaki yang memakai kemeja biru, celana jeans, dan sepatu rapi itu, seraya meremas tangannya sendiri yang gemetaran. “Beraninya kau melakukan ini pada dosenmu sendiri? Apakah kau ingin menjebaknya? Kau sengaja melakukan semua ini untuk kepentinganmu sendiri? Iya?” balas seseorang yang terlihat berkuasa di sana. Tangannya bersedekap dengan sorotan mata yang begitu tajam. Lelaki yang tengah dihakimi itu, Davin, menggelengkan kepalanya hampir putus asa, “Itu tidak benar sama sekali, saya hanya disuruh oleh Alan untuk mengantarkan itu. Saya bahkan tidak tahu jika isinya benda berbahaya, saya tidak mengeceknya!” cicitnya dengan nada yang begitu lemah, ia berusaha keras menghentikan tangannya yang gemetar. “Jangan membuat banyak alasan, karena bukti sudah berada di tangan kami. Sidang kedisiplinan akan segera dilakukan. Sebaiknya kau segera mempersiapkan diri, karena bisa jadi kau salah satu mahasiswa sindikat pengedar obat terlarang,”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status