Share

Ancaman Gila Melvin

Author: Senja Berpena
last update Last Updated: 2025-04-26 03:54:06

"Dengan menjadi istrimu yang akan kau siksa setiap harinya?" ucap Thania lirih, suara seraknya nyaris patah. Matanya menatap Melvin dengan luka yang tak bisa ia sembunyikan lagi.

Melvin mengangguk mantap. Tegas. Tanpa ragu sedikit pun.

"Ya. Itu benar." katanya, suaranya dingin dan dalam. "Kau adalah istriku. Dan kau akan hidup sesuai keinginanku. Tak ada pengecualian."

Thania menunduk, menggenggam ujung selimut tebal yang bergetar di tangan. Air mata terus mengalir, namun ia tak mengusapnya. Untuk apa? Tangisnya pun tak punya tempat lagi untuk berlabuh.

Tubuhnya masih terasa sakit. Bukan hanya karena sentuhan kasar Melvin beberapa menit yang lalu, tetapi karena kata-kata yang terucap dari mulut pria itu—kata-kata yang lebih tajam dari bilah pisau mana pun.

"Kau adalah boneka mainan," lanjut Melvin, mendekat dan mencengkram dagu Thania dengan kasar, mengangkat wajah wanita itu agar menatapnya.

"Boneka milikku. Bagian dari perjalanan hidupku. Maka dari itu, turuti semua perintahku. Jangan pernah melawan."

“Dan satu lagi.” Melvin menatap datar wajah Thania yang tengah menatapnya nanar.

“Jangan perlihatkan muka kusutmu di hadapan semua orang. Kau harus terlihat bahagia karena telah menikah denganku! Itu adalah hukuman yang harus kau terima!”

Thania menggertakkan giginya pelan, menahan isak yang hampir keluar. Tatapannya tajam, tapi masih berbalut luka.

"Bagaimana mungkin aku bisa memperlihatkan kebahagiaan di hadapan mereka... kalau perlakuanmu saja seperti iblis?"

Sekejap mata Melvin menyala, dan tangannya mendorong wajah Thania menjauh. Sorot tajamnya mengiris udara, membuat ruangan yang dingin menjadi semakin membeku.

"Iblis dalam diriku tercipta karenamu, Thania!" suaranya meninggi. "Karena kebohonganmu. Karena senyum palsumu di hadapan ayahku! Kau membuatku seperti ini!"

Thania menahan napas. Ia melihat Melvin sejenak, dan dalam diamnya, ada luka yang tak bisa disuarakan.

"Aku tidak pernah ingin ini semua terjadi, Melvin..." suaranya hampir tak terdengar, seperti desir angin yang lelah.

Namun Melvin tak menggubris. Ia mundur selangkah, lalu menatapnya dari atas ke bawah.

"Terserah kau. Tapi mulai besok, kita akan terlihat seperti pasangan bahagia. Suka atau tidak. Karena semua orang harus percaya bahwa aku mencintaimu."

Thania rasanya ingin bercerai saja dengan Melvin, meski pagi tadi baru saja menyelesaikan pemberkatan. Namun, tidak mudah baginya. Melvin pasti akan melakukan segala cara liciknya untuk menahannya.

Bukan karena mencintainya. Melainkan untuk menyiksanya dengan hinaan atau caranya menyentuh Thania. Begitu hina, menatap tubuhnya saja seperti sedang menatap seorang wanita panggilan.

"Mulai hari ini," ucap Melvin dengan nada datar namun penuh ancaman, "kau akan menjalani hidup sebagai istriku sesuai aturanku."

Thania membalikkan badan, menatap suaminya yang kini mendekat satu langkah demi satu langkah. Hatinya berdetak cepat, bukan karena cinta—melainkan ketakutan.

"Apa maksudmu dengan aturan?" tanya Thania pelan.

"Kau tidak boleh dekat dengan pria mana pun, tak peduli itu siapa. Bahkan dengan sopir, pelayan, atau tetanggamu sendiri. Jangan pernah terlihat ramah pada pria lain."

Melvin berhenti tepat di hadapan Thania. "Dan satu hal lagi... kau harus selalu terlihat bahagia di depan semua orang, terutama keluargaku. Tapi, bukan berarti kau harus dekat dengan mereka, terutama pada ayahku!”

Thania mengepal tangannya, menahan amarah yang membuncah. "Dan kau? Bagaimana denganmu?” tanyanya kemudian.

Melvin menyeringai miring. Matanya berkilat seperti menyimpan niat buruk.

"Aku?" Ia tertawa pendek. "Tentu saja aku bebas melakukan apa pun yang aku mau. Apa urusanmu bertanya hal konyol seperti itu?”

"Licik sekali kau, Melvin." desis Thania tajam. "Itu tidak adil."

"Itulah nasib yang harus kau jalani," Melvin mendekatkan wajahnya ke telinga Thania. "Karena sudah menggoda ayahku."

"Aku tidak pernah menggoda ayahmu!" teriak Thania, matanya berkaca-kaca.

"Jika memang aku wanita penggoda, sudah sejak empat tahun lalu aku bisa menghancurkan rumah tangga orang tuamu!"

Melvin terdiam sejenak. Namun alih-alih terdiam karena merenung, ia justru tersenyum sinis.

"Oh!" ucapnya dengan suara terangkat. "Jadi, kau memang berniat ingin melakukannya? Sekali murahan tetaplah murahan!"

Ucapan itu menusuk jantung Thania. Ia menggeleng, air matanya jatuh satu per satu.

"Kau tidak tahu apa-apa tentangku..." lirihnya penuh luka.

Melvin menatap tajam, lalu mendekat begitu dekat hingga Thania bisa merasakan napasnya.

"Tentu aku tahu. Aku sudah mengenalmu selama empat tahun dan selalu memantaumu.” Melvin mengingatkan tentang pekerjaan mereka dalam satu ruangan yang sama.

“Kalau kau berani melanggar semua aturan yang telah aku berikan padamu... kau akan mati di tanganku."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (10)
goodnovel comment avatar
b3kic0t
enak sekali Melvin kalo ngomong,mending jujur ke Nadya deh than kalo suamimu sudah melewati batas dan g nyangka kalo kakaknya Thania sama bejat nya dg melvin
goodnovel comment avatar
Ika Dewi Fatma J
astagaaa si Melvin kesurupan iblis mana sih? perasaan kalen g gini2 amat deh jadi manusia
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Melvin apa yang kamu lihat tentang thania sih sampai memberikan peraturan konyol gitu ke thania
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Derita Istri Tak Diinginkan   Pria Bodoh itu Bernama Melvin

    Melvin membuka matanya perlahan, kelopak matanya terasa berat dan lehernya pegal akibat posisi tidur yang tak nyaman.Pandangannya menyapu ruangan dan seketika ia terperanjat bangun saat menyadari tempatnya sekarang. Sofa ruang tengah. Dingin. Asing.“Ah! Bodoh sekali kau, Melvin!” umpatnya lirih namun penuh penyesalan. Ia mengacak rambutnya dengan frustasi saat sadar bahwa dirinya masih berada di apartemen Joana. Keningnya berkerut menahan panik.Dengan cepat, ia melihat ke jam tangan. Jarum panjang sudah menunjuk ke angka dua belas dan jarum pendek ke angka delapan. Pukul delapan pagi.“Sial!” desisnya. Dadanya sesak. Ia bangkit dan berlari kecil ke arah pintu, menjejak tangga darurat menuju basement.Detak jantungnya memacu cepat, diiringi suara napasnya yang berat dan tak beraturan. Ia merasa seolah dunia menindih pundaknya.

  • Derita Istri Tak Diinginkan   Kalian Punya Tanggung Jawab Baru

    “Apa yang kau lakukan, Joana?!” teriak Melvin begitu pintu apartemen terbuka dan pemandangan di depannya membuat napasnya seketika terengah-engah.Ruangan itu berantakan. Tirai berkibar oleh tiupan angin dari jendela besar yang terbuka lebar. Di ujung sana, tubuh Joana berdiri di ambang, satu kakinya sudah hampir menggantung keluar.Ia mengenakan gaun tipis yang berkibar ditiup angin malam, rambutnya acak-acakan, dan wajahnya tampak putus asa.Di sisi lain ruangan, Jesika berlari ke arah Melvin dengan wajah panik.“Melvin! Tolong Joana. Dia ingin bunuh diri! Dia tidak sanggup bertahan hidup dengan keadaan seperti ini!” Jesika menggenggam lengan Melvin erat, matanya berkaca-kaca penuh ketakutan.Melvin menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan detak jantungnya yang berdegup liar.“Aku pun tidak mau terlibat dalam masalah ini. Aku tidak sanggu

  • Derita Istri Tak Diinginkan   Berkali-kali Menghubungi

    “Kenapa kau ada di rumah sakit?” tanya Arion setelah mereka berdua duduk di salah satu sudut kafetaria rumah sakit yang cukup sepi.Evelyn menatap Arion sejenak, lalu menghela napas. Tatapannya kosong, tapi tetap tenang. Ia meraih cangkir cappuccino latte-nya, meniup permukaannya perlahan sebelum menyesapnya.“Ibuku sakit. Andrew sedang di luar negeri dan akhirnya aku yang harus menemani Ibu di sini,” jawabnya sambil meletakkan cangkir kembali ke atas meja.Arion mengangguk pelan, kedua tangannya melingkar di sekitar gelas kopinya yang belum ia sentuh. “Semoga ibumu segera sehat kembali,” ucapnya tulus.Evelyn hanya membalas dengan anggukan kecil, lalu kembali menatap pria di hadapannya. Ada sedikit rasa ingin tahu yang akhirnya tak bisa ia tahan lebih lama.“Kau sendiri? Kenapa belum move on? Kau ingin dihajar lagi oleh Melvin, huh?” Nada kesalnya muncul, tapi terdengar lebih seperti kepedulian yang dibungkus dalam sarkasme khas Evelyn.Arion mendengus pelan, menatap wanita itu denga

  • Derita Istri Tak Diinginkan   Tidak Pantas Bergombal

    “Kau sudah pulang?” tanya Thania dengan nada lembut, matanya menatap Melvin yang baru saja membuka pintu ruang rawat inap itu. Langkah Melvin terlihat pelan, tanpa tergesa. Tangannya kosong, tidak membawa kantong belanja apa pun seperti yang ia katakan sebelumnya akan dilakukan. Alis Thania mengerut pelan, ekspresinya berubah bingung. “Bukankah kau pergi ke supermarket? Kenapa tidak membawa apa-apa?” tanyanya sambil sedikit mengangkat tubuhnya dari posisi bersandar. Nada suaranya menunjukkan rasa penasaran, sekaligus sedikit kekhawatiran. Melvin menutup pintu perlahan, lalu menghampiri Thania dengan langkah penuh pertimbangan. Wajahnya tampak serius, namun lembut. “Sudah dibawa oleh Regina ke rumah. Aku tidak mampir lagi dan langsung kemari,” ucapnya tanpa menjelaskan terlalu banyak. Tanpa menunggu tanggapan, ia langsung duduk di pinggir ranjang dan memeluk tubuh Thania dengan erat. Pelukan itu hangat, erat, dan penuh perasaan. Tidak seperti biasanya. Thania bisa merasakan dada M

  • Derita Istri Tak Diinginkan   Menyesakkan Dada

    “Aku sangat senang mendengar kabar kehamilan Thania,” ucap Regina sambil mengambil beberapa dus susu ibu hamil untul Thania dari rak dan meletakkannya ke dalam keranjang belanja yang didorong Melvin.Senyumnya tulus, mata teduhnya berbinar meski raut wajahnya terlihat sedikit lelah.Melvin menoleh ke arah Regina. “Ya. Tapi, kau harus menjadi tameng,” ujarnya pelan.“Karena kondisi Thania yang masih lemah, bahkan harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari.”Regina mengangguk dengan mantap tanpa ragu. “Tidak masalah. Pekerjaan itu sudah menjadi bagian dari hidupku.”Ia menoleh menatap Melvin, lalu menambahkan dengan suara bergetar pelan, “Aku sangat menikmati pekerjaan ini. Aku tidak akan melupakan jasa Davian yang sudah membantuku—memberiku kesempatan kedua untuk hidup dan berkembang.”Nada suaranya penuh kebanggaan yang halus. Ada haru yang tak bisa ia sembunyikan, meng

  • Derita Istri Tak Diinginkan   Rasa Ingin Tahu yang Membuncah

    “Hamil?” Mata Nadya langsung berbinar, rona bahagia merekah di wajahnya begitu mendengar kabar dari Davian.Sinar haru dan sukacita seketika menyelimuti tatapan matanya, seolah ia baru saja menerima hadiah tak ternilai dari langit."Ya ampun... Thania hamil?" gumamnya lirih, seperti masih tak percaya. Senyum hangat merekah di bibirnya.Davian yang duduk di hadapannya, mengangguk dengan semangat. “Ya. Usia kandungannya baru tiga minggu. Tapi, karena baru ketahuan dan Thania selalu ikut lembur dengan Melvin, jadi kondisi kehamilannya lemah. Dia sedang dirawat di rumah sakit sekarang.”Mendengar kata “dirawat di rumah sakit”, kegembiraan di wajah Nadya langsung berubah menjadi kekhawatiran.Dahinya mengernyit, senyumnya menghilang, dan ia spontan meraih lengan suaminya yang duduk di sampingnya.“Astaga. Tapi, tidak terjadi sesuatu yang parah, kan?” tanyanya dengan nada cemas.Bayan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status