Home / Romansa / Di Antara Dua Pilihan / Bab 1. Cinta adalah Luka

Share

Di Antara Dua Pilihan
Di Antara Dua Pilihan
Author: Desti Angraeni

Bab 1. Cinta adalah Luka

last update Last Updated: 2025-11-30 16:17:49

‘Aku mengenalmu lalu berjuang untukmu.

Namun, saat senja kepemilikan tiba,

kau ...

lenyap ditelan cakrawala tak terjamah

Perlahan kau ukir luka yang mengikis harapan,

menghancurkan benteng-benteng kenangan,

dan menyisakan jurang gelap tanpa dasar.

Di bibir samudera, ku cegah badai dalam dada.

Namun, debur ombak menelan jeritku.

Lantas, siapa yang masih bisa utuh

saat cintanya terenggut?’

Buku ditutup, seolah tak ada apapun lagi yang harus dituliskan. Atau-andaikan tetap memaksa menulis memakai tinta basah, itu hanya akan mengotori kertas putih.

“Keenan?” seru pilu seorang gadis di depan punggungnya.

Keenan menoleh dingin, ia hanya menatap lewat bahunya dengan suara datar. “Kenapa kesini? Saya tidak punya urusan sama kamu.” Sunyinya pemakaman tidak mampu mengalahkan kesepiannya.

Gadis cantik berwajah manis ini menunduk sendu. Bibirnya bergumam, “Maaf mengganggu, tapi ... bisakah kamu lupakan Syifa dan fokus pada saya, pacar kamu?”

Punggung Keenan sangat dingin, pun tatapannya dibuang. “Asyifa adalah Asyifa, kamu adalah kamu. Kalian berbeda.”

Dhara Eleena, mulai mengekspresikan jeritan di dadanya. “Syifa sudah tidak ada, kamu harus menerima kenyataan! Dan ... memangnya apa arti semua ini, kita, apa saya cuma salah paham ...?”

Sudut matanya mulai basah. Dhara Eleena ‘Terang setelah hujan’ itu yang selalu dikatakan ibunya sebelum wanita itu pergi karena terlalu mencintainya. Entah cinta seperti apa? Tapi itu sangat menyakitkan!

Kini, engsel-engsel ditulutnya goyah hingga Dhara runtuh di pangkuan bumi. Meringis, bergumam di atas perih, “Cinta seperti apa yang kamu rasakan? Jelaskan. Karena—saya tidak mengerti apa itu cinta. Yang saya tahu, cinta adalah luka.” Bumi, ia basah oleh perasaan yang tumpah.

Laki-laki berusia 23 tahun dengan stelan santai, t-shirt hitam yang dibalut kemeja. Ia tak bersuara, bahkan andai angin menggodanya, ia tetap tak tergoyahkan.

Jeritan Dhara tertahan hingga udara di sekitarnya terasa habis ditelan kepedihan.

Namun, tangan kekar itu menggapainya di saat Dhara hampir kehilangan napasnya. “Cinta adalah luka. Itu benar, El.” Suara berat Keenan berhasil menghancurkan harapan seorang gadis yang telah kehilangan cinta pertamanya. Ibu.

Keduanya beradu tatapan yang di setiap pupilnya hanya diisi dengan perih. Luka yang tak dapat dijelaskan karena terlalu menyakitkan hingga hampir memecah akal sehat.

Pelukan hangat Keenan kembali untuk Dhara, tetapi dibalut perih dan kenangan bersama masa lalunya yang kandas.

“Mungkin bukan saya orangnya—dan kamu tidak usah mencari cinta yang kamu inginkan di diri saya. Itu tidak pernah ada.”

Tangisan Dhara semakin pekat hingga kemeja Keenan mulai basah. Dia mengerti semuanya, alasan kenapa dirinya tidak pernah tinggal dalam mata Keenan. Dan tentu saja mustahil untuk menyentuh hatinya.

“Saya tidak membenci kamu, El. Tapi jangan menuntut apapun,” tambah Keenan dengan suara beratnya karena masa lalu tidak berhenti mencekiknya.

Suara Dhara hampir hilang. “Itu tidak adil, kan ....”

“Adil atau tidak, kamu cuma punya dua pilihan ....” Keenan menjeda, pelukannya mulai longgar. “Kamu, atau kita.”

Wajah Dhara ditenggelamkan masa lalu Keenan yang berhasil merenggut masa depan mereka. “Kenapa, kenapa harus saya yang menanggung luka kamu, padahal ... saya sedang terluka.”

Lengan kekar Keenan memeluk Dhara seolah ia adalah segalanya, tetapi kalimat-kalimatnya selalu berbeda. “Saya tidak pernah meminta kamu bertahan. Lagipula dari awal kamu sendiri yang memilih masuk ke kehidupan saya yang gelap. Karena itu pilihan kamu, harusnya kamu sudah siap hidup dalam kebimbangan, tanpa arah.”

“Apa saya tidak menjadi cahaya kamu ..., seperti saya yang menjadikan kamu matahari?” Jerit pilu itu semakin tidak terdengar.

“Eleena—bulan. Jika saya adalah matahari, memangnya kapan matahari dan bulan bertemu di waktu yang sama dan berdampingan.” Itu bukan pertanyaan, tetapi kenyataan pahit yang sengaja dilontarkan oleh Keenan.

Eleena bisa diartikan sebagai bulan, tetapi Dhara tidak pernah menyukai malam karena ibunya pergi ke dalam kegelapan yang tidak pernah bisa ia gapai, bahkan ia tidak pernah mendapatkan alasan dari kepergian Sang bunda.

Dhara mengangkat wajahnya perlahan, mendonggak ke arah wajah datar Keenan. “Saya selalu punya alasan, walau saya tidak pernah mendapatkan alasan. Dan ... kenapa kamu adalah matahari, itu karena bersama kamu saya melihat dunia tanpa kegelapan.”

Ujung bibir Keenan sedikit terangkat, tersenyum samar. “Dunia saya gelap, selalu gelap. Dari sisi mana kamu melihat matahari?” Kini, sebelah alisnya yang terangkat heran.

Tatapan Dhara tidak pernah beralih, bahkan kini lebih dalam. “Kalau ada malam, pasti ada siang, kan.”

Senyumnya mulai meninggi, sedikit. “Jangan disamakan.” Suaranya lembut, tetapi wajahnya dibuang.

“Kita punya masalalu yang kelam. Saya tidak pernah berhasil keluar dari sana, tapi dari lubang gelap, saya melihat cahaya. Kamu.” Senyuman di garis mata Dhara adalah bukti jika Keenan telah berhasil merobohkan kegelapan di hatinya, dan Dhara tidak ingin kembali ke lubang gelap tanpa dasar walau jika itu artinya ia harus bertahan di sisi gelap lainnya, menunggu hingga kegelapan berakhir.

Kini pelukan Keenan berakhir, ia bangkit tanpa meraih tangan Dhara. Dengan dingin, ia berkata, “Batalkan saja pertunangan kita besok karena saya tidak bisa menjadi matahari kamu.”

Retak di permukaan cermin telah luruh, butirannya berceceran. Lagi, Dhara kehilangan napasnya. Rasa sakit yang menghancurkan harapan demi harapan yang telah tumbuh subur.

“Maaf, El. Karena selama ini kamu berjuang sendiri.”

Sunyi. Hingga akhirnya Keenan menemukan Dhara tak sadarkan diri di atas tanah yang dingin dan tandus.

***

Pria berpangkat dokter menggiring Keenan ke ruangannya. “Kami memohon maaf karena harus menyampaikan hal ini. Tapi ... Anda harus tahu, karena kemungkinan hidup Nona Dhara Eleena hanya tinggal beberapa bulan lagi.”

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Antara Dua Pilihan   Bab 7. Keenan dan Langit-Dua Orang yang Bertolak Belakang

    Langit menghilang di balik hujan, diguyur perih karena Dhara menabur garam di atas luka.Begitupun Dhara, ia terluka, entah karena apa? Tetapi luka Langit menjadi lukanya juga.***Amir pulang sesuai janjinya. Pelukannya, perhatiannya, kasih sayang, semua ditumpahkan untuk Dhara. Pun, bersama ayahnya gadis ini bisa tertawa lepas dan mengekspresikan diri sesuai kata hatinya.“Langit temani Dhara? Hampir setiap senggang Papa telepon Langit, tapi sudah dua hari Langit tidak angkat telepon. Apa kalian berjalan-jalan?” Tatapan serta senyumannya menggambarkan harapan besar untuk kebahagiaan putrinya.Namun, Dhara membalas datar, “Kok bisa sih, Papa percayakan Dhara ke Langit? Gimana pun Langit itu laki-laki.”Tubuh Amir segera condong ke arah Dhara dengan wajah pucat. “Dia melecehkan Dhara!”“Bukan Pa ... ya ampun ....” Teh hangat disodorkan pada Amir. “Maksud Dhara, Langit kan laki-laki. Gimana kalau Langit tiba-tiba sentuh Dhara?”Sejurus kemudian Amir terkekeh. “Karena Papa tahu bagaiman

  • Di Antara Dua Pilihan   Bab 6. Orang yang Kamu Cintai atau Orang yang Mencintai Kamu?

    Suhu tubuh Keenan meningkat sengit karena sentuhan insten dengan Dhara. Embusan udaranya menghangat, menyapu leher dan daun telinga si gadis.Di luar hujan sangat deras, tetapi sunyi di dalam. Hal itu membuat isi kepala keduanya sangat liar. Mereka memandangi satu sama lain dengan sayu.Perlahan, selimut ditarik ke atas oleh Keenan hingga mengubur mereka. Di atas sopa sempit ini keduanya mulai mencoba melakukan hal gila. Degupan jantung yang seolah saling bertaberakan, embusan udara hangat, sentuhan panas.“Dhara!” seru seorang lelaki dari balik kaca yang tertutup tirai.“Langit?” gumam Dhara seiring dorongan kecil yang membuat Keenan bangkit. “Kayanya itu Langit.” Panik di bola matanya sangat kontras.“Ck!”Segera Dhara beringsut dari sofa, merapikan pakaian yang kusut dan rambutnya yang berantakan. “Keenan, pakai baju kamu!” paniknya.“Buka saja pintunya!” Keenan tidak peduli, ia hanya bersantai di atas sofa dengan kedua tangan terlentang dan satu kaki terangkat.“Pakai dulu baju ka

  • Di Antara Dua Pilihan   Bab 5. Kita Akan Menikah Apapun yang Terjadi!

    Dhara sedang mencuci piring ketika Keenan kembali ke dalam rumah. “Hari ini saya kuliah, tapi tidak mungkin saya tinggalkan kamu.” Dia berdiri di sisi kiri Dhara, memandanginya.Garis senyuman di mata Dhara sangat kontras. “Kuliah saja, saya tidak apa-apa kok.”Sejenak, Keenan mengalihkan tatapannya ke lantai. “Saya juga harus pulang.” Suaranya sedikit menipis dan mendesah berat. “Papa udah telepon.”Dhara mengerjap kecil, memandangi Keenan dengan gelisah. “Apa Papa kamu marah karena 5 hari kamu tidak pulang?”Dengusan itu tipis, tetapi sangat jelas. “Bukan.” Langkahnya menuju meja, helm diraih. “Sorry ya, saya harus tinggalin kamu.”Hati Keenan hanya untuk mantan kekasihnya, tetapi kini tatapan penuh kekhawatiran dimiliki oleh Dhara.Lagi, senyuman Dhara mengudara bahkan sangat indah. “Pulang saja. Kapan-kapan kesini lagi, ya.”Senyuman seperti itu sering didapatkan Keenan dari Asyifa, maka senyuman Dhara-- bukan apa-apa!Pintu dibuka, sedikit berdecit karena gaya tarikan dengan angi

  • Di Antara Dua Pilihan   Bab 4. Kamu cuma Berpura-pura

    Aroma masakan menggelitik rongga hidung Dhara. Gadis ini bergegas ke dapur karena mungkin Langit membuat kekacauan lagi. Namun, ternyata itu Keenan, ia memasak dengan terampil.“Pagi.” Senyuman lembut dengan pembawaan shunsine didapatkan Dhara dari lelaki yang berhasil mengisi hatinya setelah Amir.“Saya masak beberapa menu. Saya tidak tahu kamu suka atau tidak, tapi di kulkas cuma ada ini.” Bahkan penataan meja pun terkesan elegan jika di tangan Keenan.Dhara masih menganga kala Keenan terkekeh.“Makan, yuk.” Keenan segera menggiring Dhara ke arah kursi yang sudah disiapkan. Kedua bahu si gadis disentuh lembut.“Kamu masak semua ini?”Apa ini mimpi? Keenan, seseorang yang sering mengacuhkannya tiba-tiba sangat perhatian, dan ... tindakannya selalu di luar dugaan!“Iya.” Keenan masih dengan senyuman yang sama.Dhara masih dalam suasana tidak percaya, tetapi ini nyata. Lalu memperhatikan hidangan di meja makan dengan heran, “Sebanyak ini?”Keenan mengangguk kecil. Ia menggeser kursi di

  • Di Antara Dua Pilihan   Bab 3. Masa Lalu atau Orang Baru?

    “Polisitemia Vera.”Dhara sudah mendengar penyakitnya dari dokter bahkan sebelum ayahnya tahu, tetapi ia sembunyikan agar Amir tidak bersedih. Jadi gadis ini membiarkan ayahnya tahu dengan sendirinya, sedangkan dirinya tetap berpura-pura seolah tidak tahu apapun.Lalu, sekarang di hadapan Keenan, ia melakukan hal yang sama. Bukan karena ingin dikasihani agar Keenan tetap menjadi miliknya, tetapi ia ingin seseorang memeluk ayahnya ketika dirinya sudah tidak di dunia ini.Namun, walaupun begitu, perasaan dalam dadanya sangat nyata. Dhara jatuh cinta pada pandangan pertama pada seniornya di kampus yang sempat memarahinya ketika ospek. Keenan tampak kaku, tetapi sangat tegas. Kuat walau sebenarnya memiliki kelemahan.Hanya butuh 2 bulan sejak awal bertemu hingga menjalin hubungan spesial, tetapi Keenan tidak seperti pacar pada umumnya. Dia dingin, tetapi hangat sesekali.Awalnya Dhara tidak tahu apapun, hingga akhirnya ia tahu jika Kenaan pernah ditinggal mati oleh Asyifa-perempuan yang d

  • Di Antara Dua Pilihan   Bab 2. Penyakit Langka

    Air mata? Bukan. Keenan sudah menyelesaikan semuanya saat bersama Asyifa. Yang dilakukannya kini hanya menatap nanar ke arah Dhara yang terbaring dengan beberapa alat di tubuhnya.“Kenapa kamu bisa bertahan sejauh ini, dan kenapa cuma saya yang tidak diberi tahu. Lalu, kenapa kamu tetap memilih saya. Kamu cuma buang waktu, kamu tahu itu?”Dua jam lalu, setelah percakapan dengan dokter, Keenan berbicara banyak dengan ayahnya Dhara-Amir. Pria itu membenarkan penyakit yang diderita putrinya. Penyakit langka, yang hidupnya hanya mengandalkan keajaiban.Gejala penyakit itu muncul tidak lama setelah kepergian ibunya Dhara-Deswita Maharani yang hingga saat ini keberadaannya tidak pernah diketahui oleh Amir sekali pun. Wanita itu pergi tanpa alasan. Ia hanya berkata ‘Ibu pergi karena terlalu mencintai Dhara, tapi Dhara boleh membenci Ibu.’Genggaman lemah tangan Dhara menyadarkan Keenan dari lamunan. Tatapannya sayu, tetapi senyumannya indah. “Keenan, kamu di sini ....”Dhara tampak bagai bun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status