Ting ... Tong ....
Sonya yang sedang menikmati teh hangat dan membaca novel terusik saat mendengar suara bel pintu rumahnya, dengan takut-takut Sonya berjalan ke arah pintu karena Bi Sun pembantunya sedang keluar untuk membeli keperluan pribadinya.
“Siapa?” teriak Sonya sembari mengangkat novel karya Dan Brown yang lumayan tebal dan memiliki hard cover.
Hening tidak ada suara sama sekali di balik pintu rumahnya, namun, sekali lagi Sonya mendengar suara bel pintu rumahnya berbunyi. “Siapa?”
Sonya bersumpah bila yang membunyikan bel tidak menjawab pertanyaannya dia tidak akan membuka pintu rumahnya sama sekali, dia tidak mau ada rampok yang mendatangi rumahnya atau bahkan yang lebih parah lagi kalau Emir tiba-tiba berada di ambang pintu rumahnya, Sonya yakin ia akan muntah di tempat bila melihat sosok suaminya yang sudah membuat mood-nya hancur di pagi hari tadi.
“Siapa?!” teriak Sonya keras.
Ting ... Tong .
“Hah ... Ah, Awan,” bisik Sonya disela-sela napasnya yang memburu, kening dan seluruh tubuhnya sudah banjir peluh. Tubuhnya benar-benar sudah kelelahan dan membutuhnya istirahat namun, Awan sama sekali tidak peduli dan terus mencengkeram tangan Sonya memaksa Sonya untuk terus bergerak mengikuti ritme yang Awan buat.“Ayo Sonya, gerak,” bisik Awan sembari mengelus nadi Sonya yang ada di pergelangan tangannya dengan jempol.“Aku ... nggak ... hah ... aku, Ah ....”Bruk ....Kelelahan tubuh Sonya ambruk menimpa tubuh Awan, dadanya menekan punggung Awan yang lengket karena keringat yang timbul akibat apa yang mereka berdua lakukan.“Sonya ...,” bisik Awan yang kaget saat dirinya tertimpa badan Sonya hingga membuat dirinya tersungkur ke kanan.“Aku nggak kuat, Wan, aku ....” Sonya menggigit bagian bawah bibirnya sembari mengangkat tubuhnya yang menimpa Awan, dengan cepat Sonya duduk di s
Sonya menghempaskan bokongnya di atas ranjang yang ada di sana, dia mulai mencoba semua ranjang yang ada di sana bersama Awan. Mulai dari ranjang berukuran queen hingga ukuran king, namun, tidak ada satu pun yang Sonya sukai. “Ini kamu nggak suka?” tanya Awan sembari menghempaskan bokongnya di ujung ranjang lainnya. “Empuk, loh.” “Aku nggak suka, nggak enak,” ucap Sonya seraya berdiri dan menekan-nekan ranjang itu dengan kedua tangannya, membuat posisinya menghadap Awan. Awan sama sekali tidak berkedip saat melihat bagian dada Sonya yang mengenakan kaos olah raga yang longgar, hingga mau tidak mau suka dan tidak suka Awan bisa melihat belahan dada Sonya yang menawan. Bahkan entah bagaimana caranya Awan tiba-tiba bisa merasakan di kedua tangannya betapa padat dan lembutnya dada Sonya. “Nggak enak, ini kurang empuk. Aku bisa encok kalau pakai ranjang ini, Wan,” protes Sonya sembari terus menekan-nekan ranjang dengan lebih keras lagi. Detik itu j
“Maaf Mbak, tapi, untuk ranjang yang Mbak inginkan sedang kosong stock-nya,” ucap Pegawai yang di dadanya tertulis nama Danang.“Nggak bakal di restock?” tanya Sonya.“Sebentar saya tanya orang gudang dulu,” ucap Danang sembari pergi meninggalkan Sonya dan Awan yang duduk di meja yang memang khusus diberikan untuk pembeli yang ingin membeli ranjang custom di sana.Sonya dan Awan duduk berhadapan hanya dipisahkan meja berukuran kecil yang menyembunyikan kaki mereka di bawah sana. Awan mengambil air minum yang disediakan saat sedang meminumnya dia merasakan sebuah sentuhan di kakinya, sentuhan pelan dan tidak sengaja namun mampu membuat Awan merasakan gelenyar hangat di perutnya.“Sonya,” bisik Awan yang sadar sentuhan di kakinya itu adalah ujung sepatu Sonya yang tanpa sengaja menyenggol kakinya saat Sonya mengganti posisi duduknya.“Iya, kenapa, Wan? Kamu nggak keberatan tunggu, kan?” tany
“Sonya ....” Sonya mengalungkan kedua tangannya di leher Awan sembari mendekatkan bibirnya ke bibir Awan, entah setan apa yang membuat Sonya berani untuk menekan bibir Awan dan merasakan betapa manis juga hangat bibir lelaki yang selalu menggodanya itu. Lidah Awan menyusup ke dalam bibir Sonya, menggelitik setiap inci bagian dalam bibir Sonya, menggoda lidah Sonya agar saling bertaut dengan miliknya. “Awan ... Ah,” desah Sonya saat merasakan tangan Awan yang menjelajah tubuhnya, menarik semua pakaian yang ada menempel di tubuhnya. “Pintu,” bisik Sonya sembari menatap keluar rumah, dia masih waras dan tidak mungkin dirinya bercinta dengan keadaan pintu rumah yang terbuka sangat lebar. Awan beranjak dari tubuh Sonya dengan enggan, setelah menutup pintu dia memutar tubuhnya dan kaget saat Sonya sudah ada di hadapannya. “Sonya, kamu yakin?” tanya Awan pelan sembari mengusap bagian belakang tubuh Sonya, jemari Awan dengan lincah menari resleting belakang S
"Kamu mau kerja, Sayang?" Suara bariton mengagetkan Sonya yang baru saja turun dari tangga, matanya membulat saat menemukan Emir yang sedang duduk di meja makan dan menikmati sepotong roti bakar juga kopi hitam kesukaannya. "Ngapain kamu, di sini?" Sonya menyimpan tasnya di meja makan dengan kasar dan duduk di kursi paling jauh dari Emir. "Ngapain?" tanya Emir bingung, "tentu saja aku pulang ke rumah, Sayang, kamu nggak kangen aku?" tanya Emir sembari menepuk pahanya. Sonya ingat betul arti tepukan di paha Emir, itu artinya Emir meminta dirinya duduk di paha Emir. Dengan kesal Sonya memutar bola matanya dan mengambil gelas yang berisikan teh hangat yang selalu dia konsumsi setiap pagi. "Sonya," panggil Emir dengan suara manja sembari menepuk pahanya, meminta Sonya untuk dud
Darah segar terlihat dari pelipis Emir akibat lemparan piring yang Sonya lakukan, Sonya bisa melihat ekspresi kaget yang Emir berikan saat tangan kanan Emir menyentuh dahinya yang sobek. “Sonya,” bisik Emir saat melihat darah di jemari tangan kanannya. “Keluar Emir?!” teriak Sonya yang tidak peduli dengan keadaan dahi Emir. “Sonya kamu ini sinting atau kenapa? Kenapa kamu lempar piring sampai bikin dahi aku kaya gini?!”teriak Emir sembari mengambil serbet dan menekan luka di dahinya. “Hah ... Emir, kamu ....” Sonya benar-benar lelah hingga tidak bisa lagi berkata apa pun juga, tenaganya seolah terkuras habis bila sudah berurusan dengan Emir, setiap mereka bertemu selalu saja berakhir dengan angkara murka dan amukkan yang membuat Sonya kelelahan sendiri. Dengan cepat Sonya mengangkat tangannya di depan dada, sebagai tanda menyerah dengan semuanya. Dia benar-benar tidak sanggup lagi menahan amarahnya bila sudah bersama dengan Emir, lelaki yang dulu pernah ia ci
"Aku terima kamu Sonya, aku terima kamu dalam keadaan kamu mandul."Argh ... Sonya ingin menyumbat kupingnya saat Emir mengatakan kata mandul, sebuat kalimat dan situasi yang membuat Sonya ingin mengakhiri hidupnya sesegera mungkin."Sonya ....""Emir, aku tahu kamu begitu berlapang dada untuk menerima aku dengan kemandulan ini, aku bersyukur akan hal itu. Karena mungkin tidak ada lelaki yang mau melakukannya, aku tahu dan sadar akan itu semua. Tapi, kalau kelakuan kamu kaya gini, mending aku mati aja, Emir aku nggak kuat," ucap Sonya."Sonya, aku datang benar-benar untuk meminta maaf," bisik Emir berusaha untuk berdamai dengan istrinya itu."Mungkin kamu kalau mau berdamai, mungkin kamu harus belajar dulu dan mengingat kalau wanita yang sedang kamu sentuh dan kamu minta
Suara langkah kaki Sonya yang khas terdengar sangat jelas di lorong rumah sakit membuat beberapa orang perawat, petugas kebersihan dan pasien yang sudah hafal dengan suara khas sepatu Sonya langsung menyapa pada dirinya. Sonya membalasnya dengan senyuman atau lambaikan tangan, dia terus berjalan ke arah ruangan yang biasanya ditempati oleh perawat. “Maaf, ada Awan?” tanya Sonya saat melihat ke bagian dalam ruangan dan hanya mendapati Eka dan beberapa tenaga kesehatan lainnya. “Tadi katanya mau ke ruangan Dokter untuk menyerahkan berkas rekam medis untuk operasi SC nanti siang,” terang Eka. Sonya mencengkeram gagang pintu ruangan saat mendengar perkataan Eka, dia tahu hal itu karena Awan tadi ke ruangannya dan mendapati dirinya sedang bersama Emir dan entah kenapa Awan malah menutup pintunya kemudian meninggal dirinya dengan Emir. Sebenarnya, Sonya tidak perlu mempermasalahkan itu semua karena Awan bukan siapa-siapanya namun, entah kenapa hatinya memaksanya un