“Kenapa mendadak begitu mau pindah Lia?” tanya Tante Katrin dengan dahi berkerut. Sekilas ekor mata Liany melirik om Rudy kemudian dia menunduk lagi berbicara kepada Tante Katrin.“Sebenarnya rencana ini sudah lama, Tante, Lia hanya menunggu Rangga sudah bisa MP-ASI supaya Lia bisa bekerja. Maaf, Tante kalau saya tidak ngomong sebelumnya, tadinya setelah dapat rumah atau kamar sewa baru Liany mau ngomong sama Tante.”“Aduuuh Lia, kenapa harus pindah sih? Kami gak pernah keberatan loh kamu tinggal di sini, malah senang karena ada kamu dan Rangga.” Tante Katrin mendekati Liany dan mengusap-usap bahunya lembut.“Sudah waktunya Lia mandiri, Tante. Biar Liany berjuang untuk membesarkan Rangga dengan tenaga dan keringat Lia sendiri,” jawab Liany yang masih menunduk. Terdengar helaan napas panjang dari om Rudy yang tak jauh dari mereka.“Biar Papa nanti yang carikan Lia rumah ya, Ma, paling tidak kita bisa carikan rumah tinggal yang layak untuk Rangga.” Usul om Rudy membuat Liany dan Bi Inah
Myla agak bangun siang, kepalanya pusing karena minuman semalam, padahal dia tak minum sebanyak itu dan masih bisa menyetir mobil pulang ke rumah. Ditambah akhir pekan jadi Myla tak perlu ke kantor. Gadis itu hendak membuka jendela kamarnya tetapi urung dilakukannya, dari balik tirai dia melihat Om Rudy yang sedang menggenggam tangan Liany mesra, sementara sepupunya itu hanya mengangguk beberapa kali. Dari gesturnya Liany ingin melepaskan genggaman tangan Om Rudy tetapi papanya menahan tangan Liany. Myla tak pernah melihat ekspresi papanya seperti itu, raut wajah yang sedih dan sulit digambarkannya lagi.“Papa kenapa ya sama Lia? Kok mereka berdua kayak lagi ada masalah gitu?” Myla meninggalkan kamarnya ketika Om Rudy berbalik meninggalkan Liany. Dicarinya sosok Om Rudy yang dikiranya masuk ke ruang tengah. Akhirnya dia menemukan papanya di dalam ruang kerjanya.“Pagi, Pa, Mama bilang semalam kalau Papa lagi sakit ya?” Myla menyapa papanya yang terlihat seperti sedang termenung di de
Liany baru saja selesai cuci piring dan mengelap tangannya yang basah, teh yang ditunggunya menghangat sudah siap di meja dengan sepotong brownies yang dibuatnya tadi. Rangga masih tertidur pulas dan hanya dia sendiri di dapur. Setelah beraktifitas seharian dia bisa melepaskan sejenak lelahnya dengan meminum teh dan menikmati sensasi coklat di kue brownies itu. Tatapannya tertuju pada layar ponselnya untuk mencari lowongan pekerjaan atau bisnis yang tepat untuknya.“Liany, Om mau bicara,” ujar Om Rudy yang tiba-tiba saja sudah duduk di hadapannya.“Silakan, Om. Apa Om mau secangkir teh juga?” tawar Liany. Om Rudy hanya menggeleng untuk menolak tawaran perempuan itu.“Lia, aku tidak bermaksud untuk melecehkanmu, sungguh. Itu diluar kesadaranku, aku sudah jujur padamu jika aku benar-benar jatuh cinta padamu.” Om Rudy memandang lurus ke arah Liany.“Om, tolong kita tidak perlu bahas ini lagi. Posisiku sudah jelas, status Om pun sangat jelas, aku ini keponakan Tante Katrin, Om sudah berke
Liany menatap gedung yang ada di depannya, sangat jelas sekali tertulis jika salah satu dari kantor di dalam sana adalah gedung kantor Sparkling ADV dan dia belum lupa jika Satria Abimana adalah owner dan sekaligus CEO dari perusahaan periklanan itu. Dibacanya sekali lagi alamat yang dikirim oleh Dora lewat pesan obrolan, dan memang sudah benar itu adalah alamat yang harus ditujunya bahkan memang letak daycare tak jauh dari gedung itu. Walaupun ragu Liany tetap melangkahkan kakinya menuju lobi kantor.“Lia! Kesini!” seru Dora begitu gembira melihat Liany yang tiba tepat waktu.“Dora, apa kamu kerja di Sparkling?” tanya Liany ragu. Gadis tomboy itu mengiyakan dengan wajah ceria.“Pak Bos aku sendiri yang akan mewawancarai kamu, ayo aku antar ke ruangannya.” Dora melangkah cepat menuju lift dan mengantarkan mereka ke lantai lima belas kantor Sparkling.“Naah, ini ruangan Pak Bos, kamu yang tenang yaa, Pak Bos memang kadang galak tetapi percaya aku, dia sebenarnya laki-laki yang baik ba
Om Rudy duduk termenung di kursi kerjanya, dia menatap kamar Liany dari kejauhan yang tidak lagi berpenghuni. Rasa sesak dan sedih berusaha ditutupinya sekuat mungkin. Seminggu sejak kepindahan perempuan muda itu Om Rudy merasa separuh hatinya ikut terbawa. Di depan Tante Katrin dan Myla dia berusaha terlihat baik-baik saja. Namun, ketika dia masuk ke ruangan ini hatinya seperti diremas, kerinduan menusuknya tanpa ampun.“Andai saja kau tahu Lia, betapa aku menyayangimu, sepenuh hatiku. Aku tahu aku salah aku tak dapat mengontrol dirimu sehingga menciummu seperti itu, aku ingin memilikimu dan meletakkan kebahagiaan di genggamanmu,” gumam Om Rudy lirih. Dibukanya ponselnya dan mencari ruang folder yang disembunyikannya dengan sandi, ada foto-foto Liany yang diambilnya diam-diam.“Aku akan mengunjungimu dan melihat Rangga juga.” Om Rudy seakan sedang berbicara dengan Lia lewat foto perempuan itu. Bibir lelaki itu menyunggingkan senyum yang hambar, kini ruang hatinya bukan hanya milik Ta
Satria memalingkan wajahnya dari tatapan tajam Liany. Dia menengok ke dalam rumah untuk mencari sosok bayi yang dirindukannya.“Aku ingin bertemu dengan baby boy-ku,” ujar Satria melewati Liany yang masih penasaran dengan bungkamnya Satria.“Sat, kamu belum jawab aku, ada apa dengan Myla sampai kamu menolak dia? Kurang apa Myla, Sat? Dia pasangan yang ideal untukmu tapi—““Aku mencintaimu, Liany. Sebelum bertemu dengan Myla aku lebih dulu bertemu denganmu dan aku jatuh cinta padamu. Myla bukan pilihan untukku jadi jangan bertanya lagi tentangnya, mengerti?” Satria menegaskan pandangannya ke arah Liany yang membuat perempuan itu tak berkutik dengan pernyataan laki-laki itu.“Aku mau main sama Rangga dulu, tiga hari di luar kota bikin aku kangen banget, Mama Rangga gak boleh ganggu kami, sini … sini… My Boy, jagoan Papa Satria!” seru Satria yang kehadirannya seakan sudah ditunggu-tunggu oleh bayi itu. Rangga merespon dengan tawa dan teriakan kecilnya juga terlihat bergembira. Tangan mun
Myla mengantarkan Demian kembali ke kantor Satria setelah menemaninya makan siang. Gadis itu sangat menyesali kecerobohannya yang akhirnya banyak menyita waktunya untuk mengurus pria yang ditabraknya.“Dem?! Lho kamu kenapa?” Chico yang melihatnya lebih dulu terkejut ketika Demian tiba di kantor dengan lengan yang dibebat dan digantung.“Hanya sedikit kecelakaan saja, Myla membantuku ke rumah sakit. Presentasi dengan klien bagaimana?” tanya Demian yang mengingat tugasnya bersama Satria.“Pak Bos belum pulang tuh, Dora tadi nyusul di panggil sama Pak Bos. Beberapa hari ke depan kita akan semakin sibuk karena ada beberapa klien baru, aku harap kamu cepat sembuh, Dem.”“Ini hanya sedikit terkilir, paling beberapa hari sembuh. Seseorang berjanji akan menjagaku dengan baik,” ujar Demian sambil melirik Myla yang berpura-pura tidak mendengarnya.“Mas Demian saya—““Kita sudah sepakat saat makan siang tadi, bukan?” potong Demian cepat.“Ouh yaa, maaf saya lupa, Demian, saya akan kembali ke ka
Menjelang tengah malam Om Rudy baru pulang ke rumah, tampangnya kusut, jasnya hanya disampirkan di bahunya dan dasinya sudah tidak terpasang lagi di lehernya. Rumahnya sudah gelap, hanya lampu ruang tengah saja yang menyala. Om Rudy mengambil air dingin dari kulkasnya, segelas itu habis tetapi belum bisa menghilangkan rasa berat di kepalanya akibat minuman keras. Tante Katrin yang tahu suaminya pulang segera keluar kamar dan heran melihat tampang suaminya yang kusut masai.“Papa dari mana sampai pulang-pulang kayak gini?” tanya Tante Katrin lembut.“Tadi ada klien dari luar, kami berhasil membuat kesepakatan besar dan Papa diundang untuk merayakannya,” jawab Om Rudy sambil melepas dasinya. Tante Katrin bergerak pelan dan mendekati Om Rudy, diendusnya baju suaminya yang bau minuman keras.“Papa sepertinya minum banyak, ingat, Papa harus jaga kesehatan, jangan ikuti mereka yang terbiasa seperti itu.” Tante Katrin mengelus dada suaminya. Sesaat mereka saling bertatapan, Tante Katrin men