Share

2. Bukan Sean

Author: Wideliaama
last update Last Updated: 2025-10-25 12:10:20

Clara memejamkan matanya rapat ketika bibir lelaki itu menyentuh lehernya. Sentuhan panas itu membuat tubuhnya menegang sekaligus gemetar. Di bawah cahaya kamar hotel yang temaram, ia meremas ujung rok dress hitamnya agar tetap sadar.

Pengaruh alkohol membuat dunia berputar, tetapi lengan kekar itu menangkap pinggangnya—mengangkat tubuhnya dengan mudah sebelum membawanya ke tempat tidur.

“Emh…”

Clara tersenyum kecil. Rasa malu dan sakit hati yang tadi membakar dadanya tergantikan oleh getaran aneh yang selama ini hanya ia bayangkan.

Ia sudah menunggu ini selama satu tahun. Menunggu Sean. Menunggu suaminya sendiri.

Ketika lelaki itu berhenti bergerak, Clara membuka mata. Ia berada di bawah. Dia berada di atas.

Posisi yang seharusnya Clara impikan.

“Kenapa berhenti?” bisiknya cemas. Ada ketakutan liar bahwa Sean akan menolaknya lagi—seperti dulu. Seperti saat ia menawarkan diri hanya untuk dibuang mentah-mentah.

Tak ingin kesempatan itu hilang, Clara mendadak membalik keadaan. Tangannya meraih belakang leher lelaki itu dan ia menindihnya.

Ia tahu apa yang harus dilakukan. Selama setahun terakhir ia sudah menonton banyak film biru untuk belajar.

Ia ingin Sean melihatnya sebagai wanita. Sebagai istri.

Saat lelaki itu hendak bangun, Clara spontan menekan bahunya.

“Jangan bergerak!” teriaknya gugup. Pipinya memerah, tapi ini sudah terlanjur.

“A-aku yang memimpin. Kamu hanya perlu… menikmati.”

Lelaki itu terdiam sejenak, lalu kembali merebahkan tubuh. Seolah menunggu apa langkah Clara selanjutnya.

Clara menelan ludah keras-keras. Pakaian mereka masih lengkap. Haruskah ia melepas pakaiannya? Haruskah ia membuka kaus Sean?

“Apa kamu ragu?” suara lelaki itu akhirnya terdengar.

Clara menggeleng cepat, meski ada sesuatu yang membuat keningnya berkerut. Suara itu… sedikit berbeda.

Tapi mungkin Sean memang sedang mabuk. Mungkin suara beratnya berubah.

Ia menunduk. Menciumi leher lelaki itu sesuai dengan apa yang pernah ia latih—perlahan, kemudian sedikit menggigit.

“Egh…”

Erangan kecil itu membuat Clara makin berani. Tangannya menyelinap turun, mengusap perut bidang yang terasa tegang di bawah jemarinya.

Tubuh Sean luar biasa…

Pikirannya mulai kebas oleh euforia dan alkohol.

“Kamu…”

Lelaki itu tiba-tiba duduk, meraih dagu Clara dan mencium bibirnya cepat. Tangannya masuk ke balik dress Clara, menyapu kulitnya sebelum membuka kaitan bra dengan satu sentuhan.

“Jangan menyesali ini,” ujarnya pelan.

Clara menahan napas.

Bagaimana mungkin ia menyesal? Ini adalah malam yang selalu ia impikan.

“Aku mencintaimu, Sean…” ucapnya lirih.

Lelaki itu kembali menutup bibirnya. Ciumannya lebih panas, lebih buas, lebih… menguasai. Clara sempat terkejut, tetapi tidak berhenti.

“Sean…” Clara nyaris tak mampu menahan gejolak dalam tubuhnya.

Kulit mereka bersentuhan. Nafas mereka bercampur.

Ia merasa melayang.

Satu hentakan kuat membuat Clara mendesah tertahan. Tubuhnya melemah seketika.

Akhirnya.

Jika malaikat maut datang saat ini juga, Clara pikir ia akan pergi sambil tersenyum. Lalu, ia terlelap.

“Clara.”

Ia berkedip lemah.

Pria itu menatapnya dari atas, napasnya masih terengah, rahangnya mengeras.

“Aku bukan suamimu.”

Ia menunduk sedikit, memastikan Clara benar-benar mendengar.

“Aku sepupu suamimu—Regan.”

**

Pagi itu, Clara terbangun dengan senyum yang sulit disembunyikan. Ada perasaan hangat yang memenuhi dadanya, seolah hari ini akan menjadi awal baru yang penuh keberkahan.

Cinta yang dulu hanya bertepuk sebelah tangan… akhirnya berbalas. Bahkan, semalam ia dan Sean telah melewati malam yang tak pernah ia bayangkan akan terjadi—penuh gairah, penuh penantian yang selama ini ia simpan seorang diri.

Walaupun terlambat untuk disebut malam pertama, Clara tetap merasa bersyukur. Seolah semua luka setahun terakhir menguap begitu saja.

“Sudah bangun?”

Clara tersenyum ketika sebuah tangan hangat mengelus pipinya. Ia bahkan spontan memeluk tubuh kekar yang masih telanjang itu.

Tapi…

Dahinya berkerut. Kesadaran yang baru kembali membuatnya menangkap sesuatu—suara itu asing. Bukan suara Sean.

Dengan hati-hati ia mendongak, berharap wajah yang akan ia lihat adalah wajah suaminya. Namun detik berikutnya tubuhnya membeku.

Lelaki itu bukan Sean.

“Kamu…. siapa?”

Clara tak sanggup bergerak. Tubuhnya dingin. Lidahnya kelu. Sementara itu, Regan bangkit dan mengenakan boxer yang tergeletak di lantai. Ia kembali duduk di hadapan Clara sambil menghela napas berat.

“Ternyata kamu benar-benar mengira aku Sean Fernandes, ya?” tanyanya, tak percaya efek mabuk Clara bisa sebegitu parahnya.

Clara tersentak sadar. Dalam panik, ia turun dari tempat tidur sambil memeluk selimut ke dadanya. Wajahnya pucat, seperti habis melihat hantu.

“Kamu… Kenapa kamu bisa disini?!” suaranya bergetar, penuh harapan bahwa ia salah paham. Tidak mungkin ia setolol itu sampai tidak mengenali suaminya sendiri… kan?

“Ini kamarku!”

Regan mengangkat alis. Jelas-jelas kesal. “Ini kamarku.”

Clara menggeleng keras. “Bohong! Ini kamar yang Sean pesan. Aku sudah cek semalam!”

“Begitu?” Regan menyilangkan tangan. “Coba sebut nomor kamarnya.”

“101! Nomor kamarnya 101!”

Regan mengusap dagu, berlagak bingung. “Dan benar, ini kamar 101.”

Clara menghela napas lega. “Tuh, kan! Aku tidak salah kamar! Pasti ada kes—”

“Tapi,” potong Regan tenang, “Kamar 101 ini tidak pernah disewakan. Ini kamar pribadiku.”

Clara menutup wajahnya. Pesan dari nomor tak dikenal semalam—jangan-jangan itu jebakan. Bodoh! Kenapa ia percaya begitu saja?

“Coba kamu lihat lagi, apa memang benar kamar ini kamar yang dipesan suamimu?”

Regan bersandar di ambang pintu, suaranya tenang tapi menusuk. “Kamu yakin tidak salah tempat, Clara?”

Clara mengerjap, lelaki itu tahu namanya. Tapi bukan itu yang harus ia pikirkan. Dadanya turun-naik karena mabuk dan amarah.

“A-aku cuma… mengikuti pesan…” gumamnya, masih mencoba berdiri tegak. Sesaat ia ingin menunjukkan pesan itu, naas pesannya sudah dihapus.

Ia menoleh, memeriksa ruangan itu sekali lagi. Nomor kamar tertera jelas di pintu. Sama persis dengan yang ada di pesan itu.

“Nomornya benar…” bisiknya lirih.

Tapi saat pandangannya naik ke kartu informasi yang terpajang di belakang pintu—

logo hotel yang berbeda menyambutnya.

Clara membeku. Wajahnya memucat saat huruf-huruf itu menyatu dalam kepalanya.

“…Ini bukan hotel yang sama.”

Clara langsung memunguti pakaian yang berserakan dengan perasaan malu luar biasa. Apapun yang terjadi… bagaimana bisa ia berakhir seperti ini?

Dengan sumpah serapah dalam hati, Clara menyeret kakinya masuk ke kamar mandi sambil tetap membungkus tubuhnya dengan selimut. Ia ingin lenyap dari muka bumi saat itu juga. Buru-buru ia memakai baju seadanya.

Sesaat keluar kamar, pria itu masih menatapnya dari kasur.

“Anggap saja ini hanya satu malam.” tukasnya meraih dompetnya kasar. “Ini– untuk tutup mulutmu. Terima kasih!”

Clara menaruh beberapa lembar uang di nakas saat meninggalkan pria itu yang tersenyum miring.

Wanita itu…. menganggapnya pria bayaran? Tidak tahu kah perempuan itu siapa dirinya sebenarnya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Ranjang Sepupu Suamiku   6. Apa Aku Boleh Menjilatnya Lagi?

    Aroma mawar dan eucalyptus memenuhi ruangan ketika Clara menunduk merapikan rangkaian bunga yang baru saja ia mulai.Tangannya bekerja cekatan, menyisipkan batang demi batang ke dalam vas kristal, membentuk kombinasi warna lembut sesuai yang dipesan pelanggan."Jadi benar ya, Bu?" Suara Nella, salah satu pegawai Clara, memecah keheningan.Clara mendongak sedikit, pada Nella yang bersandar di meja kasir sambil mengunyah permen karet. "Apa?""Itu loh... katanya cucu pertama Mananta Group sudah pulang ke Indonesia."Clara membenarkan posisi bunga lily yang mulai mekar. “Kamu dengar dari siapa?”“Sarah," jawab Nella cepat. Dagu lancipnya menunjuk ke arah sudut ruangan, tempat Sarah sedang memberi label harga pada pot bunga kecil. “Dia dengar dari temannya yang jadi salah satu pelayan di rumah keluarga Mananta." Jelas Nella. Clara mencoba tertawa kecil. “Iya… dia pulang.”“Oh, jadi benar?!” seru Nella sambil mengangkat alis tinggi, lalu mulai heboh memanggil Sarah. “Sarah! Cepat kemari!

  • Di Ranjang Sepupu Suamiku   5. Terjebak

    Clara gugup dengan uluran tangan itu. Tangannya dingin, jemarinya bergetar. Dunia seakan berputar dan hampir membuatnya jatuh. Sendok Clara berhenti di udara.Ia bisa merasakan tatapan Regan tertuju padanya, bahkan sebelum ia menoleh.Ketika Clara akhirnya menengok ke arah laki-laki itu, Regan memang sedang menatapnya. Senyum jahil, nakal, menggodanya—senyum yang langsung menyeret ingatan Clara pada malam memalukan itu.“Baik.”Clara buru-buru mengalihkan pandangan, jantungnya memukul keras. Tangannya yang memegang sendok sedikit bergetar, enggan membalas uluran tangannya.Sean tidak menyadari apapun. Ia tetap makan, tak mengangkat kepala sama sekali. Seakan dunia lain tak berarti baginya.“Sean,” lanjut Jusuf sambil beralih menatap cucu keduanya, “aku sangat puas dengan laporan bulan ini. Kamu melakukan perkembangan besar.”Sean mengangkat dagu sedikit. “Terima kasih, Kek.”“Kamu selalu konsisten. Selalu disiplin. Tidak seperti sepupumu ini,” gumam Jusuf sambil menggeleng, membuat R

  • Di Ranjang Sepupu Suamiku   4. Sepupu Suami

    Sejak ibunya meninggal, rumah besar keluarga Mananta tidak lagi terasa hangat bagi Clara.Dulu, Mila, ibunya adalah kepala pelayan yang bekerja di rumah itu selama puluhan tahun. Sosok yang disegani dan disukai oleh para pelayan lain. Clara masih kecil ketika Mila membawanya tinggal di sana --menempati rumah pelayan yang terpisah di sisi barat halaman.Meski tinggal di lingkungan keluarga kaya, Clara tidak lupa siapa dirinya. Ia tidak pernah mengganggu pekerjaan ibunya. Sebaliknya, Clara justru membantu apa pun yang bisa dilakukan—memetik sayur di kebun, menyiram tanaman, bahkan menanam bunga di taman belakang. Karena itu para pelayan menyayanginya, dan di masa itu, Clara merasa bahagia.Tapi setelah ibunya meninggal… segalanya berubah.Clara dijodohkan dengan Sean Fernandes—cucu kedua Tuan Jusuf, pemilik Mananta Group. Sebuah perjodohan yang lahir dari balas budi karena ibunya mendonorkan jantung kepada Tuan Jusuf sebelum meninggal. Sebuah hutang nyawa yang ingin dibayar dengan ikata

  • Di Ranjang Sepupu Suamiku   3. Ciuman Pertama Setelah Setahun Pernikahan

    Sudah lima kali Clara membersihkan diri di kamar mandi. Meski tubuhnya terasa licin oleh sabun, rasa kotor itu tetap menempel kuat. Ia merasa jijik pada dirinya sendiri—lebih dari rasa jijik yang ia rasakan pada Sean.Saat Clara keluar dari kamar mandi, Sean baru saja pulang. Matanya melirik Clara sekilas, tapi hanya sebatas itu. Tidak lebih, tidak ada ketertarikan sama sekali. Padahal… Clara hanya menggunakan handuk pendek. Penampilan yang cukup membuatnya malu di depan seseorang yang bahkan tidak pernah menganggapnya sebagai seorang wanita. "Baru pulang?" Clara berusaha menjaga nada suaranya tetap netral. Berjalan menuju lemari untuk mengambil pakaian. "Hmm. Semalam aku tidur di kantor," jawab Sean tanpa menatap.Pembohong. Aku tahu kamu tidur di hotel dengan selingkuhanmu.Clara memaki dalam hati, namun bibirnya tetap kelu."Oh begitu," hanya itu yang sanggup ia ucapkan sebelum akhirnya menanggalkan handuk dan mengganti pakaian tepat di hadapan Sean. Tapi lagi-lagi lelaki itu

  • Di Ranjang Sepupu Suamiku   2. Bukan Sean

    Clara memejamkan matanya rapat ketika bibir lelaki itu menyentuh lehernya. Sentuhan panas itu membuat tubuhnya menegang sekaligus gemetar. Di bawah cahaya kamar hotel yang temaram, ia meremas ujung rok dress hitamnya agar tetap sadar. Pengaruh alkohol membuat dunia berputar, tetapi lengan kekar itu menangkap pinggangnya—mengangkat tubuhnya dengan mudah sebelum membawanya ke tempat tidur. “Emh…” Clara tersenyum kecil. Rasa malu dan sakit hati yang tadi membakar dadanya tergantikan oleh getaran aneh yang selama ini hanya ia bayangkan. Ia sudah menunggu ini selama satu tahun. Menunggu Sean. Menunggu suaminya sendiri. Ketika lelaki itu berhenti bergerak, Clara membuka mata. Ia berada di bawah. Dia berada di atas. Posisi yang seharusnya Clara impikan. “Kenapa berhenti?” bisiknya cemas. Ada ketakutan liar bahwa Sean akan menolaknya lagi—seperti dulu. Seperti saat ia menawarkan diri hanya untuk dibuang mentah-mentah. Tak ingin kesempatan itu hilang, Clara mendadak membalik keadaan. Ta

  • Di Ranjang Sepupu Suamiku   1. Salah Kamar

    "Dasar brengsek! kalau kamu memang tidak mencintaiku, kenapa kamu setuju menikah denganku?!" Clara Favietra menenggak segelas minuman panas sampai tandas.Sudah hampir dua jam wanita dengan dress mini hitam itu duduk di meja bar. Menghabiskan dua botol minuman panas sambil menangis dan meracau sendirian. Barista yang melayaninya tidak sedikitpun bertanya. Clara bukan satu-satunya pelanggan yang mengalami hal serupa. Entah putus cinta atau kesulitan menghadapi masalah hidup, orang-orang selalu memilih club sebagai tempat meringankan beban. Saat Clara hampir ambruk, Barista itu berbicara. "Nona, mau saya panggilkan taksi online?"Clara melambaikan tangan tanpa membuka mata. Kepalanya terasa berat tapi ia masih memiliki sedikit sisa kesadaran. "Tidak usah.""Baiklah."Memegangi satu sisi kepala yang semakin berat, Clara meraih ponsel yang tergeletak di samping minuman ketika benda persegi itu bergetar singkat. Seseorang mengirimkan pesan. Sial. Ia bahkan kesulitan melihat layar. Cla

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status