Share

Dia Ditakdirkan Menjadi Anakmu
Dia Ditakdirkan Menjadi Anakmu
Penulis: Athalaz

Bab 1

"Sepertinya Ayah membagikan warisan kita sekarang." Bramasta berucap sesaat setelah dirinya masuk ke ruang kerja ayahnya.

Di dalam ruangan, ternyata sudah duduk dengan santai dua orang saudara tirinya. Maria dan Alfa, keduanya sedang asyik dengan ponselnya dan hanya menoleh sekilas ketika melihat kedatangan saudaranya yang paling tua.

"Aku malah berpikir dia mengumpulkan kita untuk membicarakan rencana pernikahannya yang ke empat," balas Maria. Seperti mereka ketahui, Ayah mereka adalah seorang miliarder yang terkenal sangat royal dan senang bermain wanita.

"Aku harap, wanitanya lebih tua darimu, aku tidak bisa membayangkan memiliki ibu tiri lagi yang ternyata usianya jauh di bawah usiaku dan usiamu," sela Alfa.

Bram hanya terdiam mendengar lelucon kedua adiknya itu, walaupun mereka beda ibu, tapi ayah mereka memperlakukan ketiga anaknya dengan sangat baik, walaupun dirinya telah berpisah dengan semua wanita yang pernah dia nikahi.

"Iya, aku harap juga demikian. Tapi, aku sedikit ragu, jangan sampai Ayah mengumpulkan kita untuk membahas tentang siapa yang seterusnya akan menjadi penerusnya nanti," ucap Maria lagi, dari bahasanya dia terlihat sedikit sedih.

"Kamu sebenarnya bodoh atau pura-pura bodoh?" Alfa bertanya dengan tatapan frustasi ke arah Maria, bisa-bisanya kakaknya itu berkata sesuatu yang keduanya sudah tahu jawabannya.

"Maksud mu?" Maria bertanya balik, walaupun dia bisa menebak kemana arah pembicaraan adiknya, namun dia tak ingin berspekulasi.

"Kamu tau sendiri, di antara kita bertiga, Bram lah yang paling tua, dia anak pertama dan anak tunggal dari pasangan Ayah dan Mama Janet. Sudah di pastikan hampir semua harta dan kerajaan bisnis jatuh ke tangannya." Alfa berkata dengan sangat jujur, dia tak takut hal itu menyinggung perasaan Bram yang juga sedang berada di ruangan itu bersama mereka.

"Alfa! Bisakah sekali saja kamu tidak mengungkit hal itu? Walaupun kita ini beda ibu, tetapi aku yakin Ayah akan melihat kita dari potensi, bukan dari silsilah keluarga, lagian Bram pun sudah mendapatkan banyak harta dari Mama Janet, aku rasa dia tak seserakah itu."

Ketika sedang berdebat, pintu ruangan kantor Ayahnya terbuka, nampak sosok tua yang sejak tadi di bicarakan berjalan ke arah mereka. Ardiyansyah menatap heran ketiga anaknya.

"Ada apa kalian ke sini?" tanyanya. Ketiga anaknya saling bertatapan. "Bukankah Ayah yang memanggil kami?" tanya Alfa balik, sebagai anak bungsu, dia memang masih sering ceplas-ceplos kepada orang yang lebih tau tanpa tau melihat situasi.

"Sepertinya info yang kalian dapatkan salah, aku hanya memanggil Bram, jadi kalian pergilah dari sini!"

Tanpa menunggu di usir, Maria dan Alfa bangkit, terlihat wajah kesal dari keduanya.

"Ya, sepertinya kamu benar. Ayah pasti akan membicarakan tentang warisan. Kadang aku menyesal lahir dari keluarga ini," gumam Alfa kepada Maria.

Wanita itu tak menjawab, dia sama kesalnya dengan Alfa, namun karena mereka masih hidup di bawah nama besar Ardiansyah, maka mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain menurut.

Sementara itu, Bram sama sekali tidak mencegah keduanya pergi, dia sebaliknya penasaran apa yang membuat Ayahnya memintanya bertemu berdua saja di jam sibuk dan di kantornya.

"Sebaiknya, Ayah mengatakan sesuatu yang penting. Aku tidak ingin waktuku terbauang sia-sia," ucap Bram dengan nada sarkastik.

"Apakah kamu tidak bisa sopan sedikit kepada ku? Walau bagaimanapun, aku adalah Ayahmu," ucap Pak Ardi.

Bram hanya diam, tak ingin menanggapi pertanyaan ayahnya itu, dia tak sabar lagi harus menunggu hal apa yang ingin di katakan oleh lelaki yang duduk di depannya itu.

"Kapan sebenarnya kamu akan benar-benar menghargai hidupmu ini? Berhentilah bersikap kekanak-kanakan, kamu sudah dewasa, umurmu sudah 35tahun."

"Aku sudah menghargai hidupku, aku senang dengan apa yang aku jalani sekarang," jawab Bram tegas, dia tidak memberi waktu untuk ayahnya memojokkannya.

"Apakah benar? Apa kamu tidak ingin mengakui sesuatu kepada ayahmu ini?" Pak Aldy belum menyerah untuk membuat Bram mengatakan kebenaran yang selama ini di tutupi oleh putra yang menjadi kebanggaannya saat ini.

"Hem, aku tidak mengerti apa yang Ayah maksud," jawab Bram.

"Ayah baru dapat laporan kalau sebenarnya kamu telah memiliki anak dan aku telah menjadi Kakek!"

Bram diam, wajah tampan dan arogannya mendadak datar, sementara pupil matanya membesar namun tak terlihat oleh ayahnya. Sayangnya, perubahan ekspresi Bram hanya sesaat, dia segera merubah air wajahnya dan mengangkat dagu di depan ayahnya.

Walaupun rahasia yang selama ini di kuburnya, akhirnya di ketahui oleh orang ayahnya. Dia tak merasa bersalah dan dengan santainya dia membalas ucapan sang ayah.

"Kalaupun itu benar, aku pastikan Ayah tak akan pernah melihat anak itu, walaupun Ayah menyuruh semua orang kepercayaan Ayah mencarinya ke seluruh tempat." Jawabannya tidak mengelak dan terkesan membenarkan perkataan ayahnya.

"Katakan, apa maksud mu melakukan itu?" tanya Pak Aldi, dia sama sekali tidak mengerti cara berpikir anaknya.

"Aku hanya menjaga nama baik keluarga kita, aku mencegah agar Ayah tak malu kepada para kolega dan semua rekan kerja Ayah."

"Oh, benarkah seperti itu? Aku ragu. Ayah malah berpikir kamu melakukan itu agar semua kebusukanmu terbongkar, kebiasaan mu bermain perempuan masih bisa tetap kamu lakukan dan kamu tidak harus terikat dengan pernikahan," jawab Pak Aldy, dari sorot matanya yang tajam, dia terlihat benar-benar mengejek anaknya.

Bram menyugar rambutnya, dia sama sekali tak suka dengan tuduhan Ayahnya walaupun dalam hati kecilnya, dia membenarkan sedikit dari pernyataan sang Ayah.

"Apa lagi yang akan kamu katakan, aku harap kamu tidak berpikir untuk mengelabui aku saat ini. Perlu kamu ketahui, orang-orang yang bekerjasama dan menutupi semua kelakuan mu adalah mantan orang-orang kepercayaan ku, jadi tidak akan sulit mencari informasi tentang siapa dan di mana anakmu sekarang."

Bram mengangkat dagunya, dia yang beberapa saat menunduk, menatap tak percaya kepada ayahnya.

"Itu sebuah kesalahan, hanya cinta semalam, itu kecelakaan dan aku sudah membereskan nya!" Bram bersikeras bahwa apa yang telah di lakukannya adalah sesuatu yang benar.

Brak!

Tanpa Bram duga, Pak Aldi menggebrak meja, kali ini emosinya langsung naik mendengar ucapan Bram yang seperti lelaki tak bertanggungjawab.

"Kesalahan? Apa kamu pikir anak kecil itu berhak menanggung kesalahan dari kebodohan dan kelicikan mu?" tanyanya dengan rahang mengeras.

Bram memalingkan wajah, jika orang yang berdiri di depannya, bukan ayahnya sendiri, sudah pasti dia akan menarik lelaki itu dan menghajarnya habis-habisan.

"Lalu, apa yang Ayah harapkan?" tanyanya setelah bisa menguasai emosinya. Tangannya masih terkepal kuat di sisi tubuhnya, dia masih berusaha mengendalikan diri.

Dia lelaki dewasa berpikiran terbuka, dia sama sekali tak terima di intimidasi seperti itu walaupun oleh ayahnya sendiri.

"Setidaknya kamu bisa menikahi wanita itu dan memberikan status yang jelas kepada anak kalian," jawab pak Aldi akhirnya.

"Menikah!" pekik Bram, seketika dunianya rasanya telah kiamat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status