Share

Bab 2

Penulis: Ricny
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-25 14:50:32

"Ridho hentikan! Kamu mau kemana?"

Ibu merebut baju di tanganku dan melemparkannya ke tembok.

"Ridho mau pergi dari sini, lebih baik Ridho tinggal di kontrakan daripada tinggal rumah ini tapi gak ada satupun yang mau menghargai Ranti sebagai istri Ridho," tegasku.

Mulut ibu menganga, mungkin beliau sedang syok karena anak lelaki yang biasanya selalu kalem dan nurut apa saja kata beliau kini berubah jadi macan liar.

"Ridho! Apa-apaan ini? Tinggal di kontrakan katamu?!" sengit Ibu.

Dan sebelum aku menjawabnya ibu sudah bicara lagi.

"Heh kamu gadis kampung." Ibu melotot ke arah Ranti seraya menoyor dadanya sebelah.

"Lihat anakku! Sejak dia menikah denganmu entah kenapa anakku jadi anak durhaka seperti ini, dia jadi berani membantah dan membentakku begini," imbuh beliau berteriak kencang.

Tubuh Ranti bergetar ketakutan.

"Tapi Ranti gak ada niat buat-"

"Diam kamu!" potong Ibu. Beliau bertelunjuk jari, sejurus kemudian tangan beliau melayang dengan gagahnya, untunglah aku segera menangkis tangan itu agar tak sampai mendarat di pipi Ranti.

"Jangan sakiti istri Ridho, Bu," ucapku menatap beliau tajam.

Wajah ibu memerah, tampak kemarahan yang sangat besar berkobar di sana.

"Lepaskan! Biar Ibu tunjukan siapa dia dan apa tempat yang pantas buat wanita ini!" sengit Ibu.

Kulepaskan tangan ibu pelan-pelan, kutatap matanya tajam.

"Kalau Ibu gak bisa nerima Ranti sebagai istri Ridho, jangan salahkan Ridho kalau Ridho akan benar-benar melupakan rumah ini," ancamku.

Mulut ibu lagi-lagi menganga. Setelah itu beliau tampak berusaha menetralkan diri semampunya.

Ibu membuang napasnya perlahan-lahan setelah itu beliau kembali bicara dengan suara yang sudah normal.

"Ridho ... udahlah, gak perlu besar-besarkan masalah begini, kamu anak Ibu kan? Selama ini kamu tinggal bersama Ibu, sekarang gak mungkin kamu bisa tinggal jauh dari Ibu, apalagi di rumah kontrakan, ayo taruh lagi bajunya, kita kembali sarapan ya."

Alisku menaut, kenapa ibu jadi seperti ini? Tadi beliau sedang amat murka, tapi sekarang apa? Apa ibu sedang berusaha meyakinkanku agar aku mengurungkan niatku pergi dari rumah ini?

Ya benar. Mungkin saja.

Aku tahu, ketakutan ibu memang begitu, beliau sangat takut melepaskan kedua anak lelakinya tinggal terpisah, itulah kenapa mas Haris juga masih tinggal bersama kami walau ia sudah menikah 5 tahun yang lalu.

Entahlah apa alasannya aku pun tak tahu.

Sebetulnya aku tak keberatan kalau harus terus tinggal bersama ibu dan sodara-sodaraku, hanya saja, yang membuatku akhirnya geram adalah--mereka selalu menganggap istriku itu pembantu dan lebih-lebih hari ini ibu mengungkit masalah kami yang masih menumpang di rumah beliau.

Padahal tinggal di sini juga bukanlah kemauan kami, ibu sendiri yang memintanya bahkan sampai memohon-mohon dulu.

Aku membuang muka.

"Maaf Bu, tapi keputusan Ridho udah bulat, tinggal terpisah bukan berarti Ridho akan melupakan Ibu kan?" ucapku seraya menurunkan koper itu dari atas kasur.

"Ridho!!" Ibu kembali menyentak hingga membuat Ranti terperanjat di tempatnya.

Sifat aslinya seperti kembali lagi setelah tadi beliau gagal merayuku.

"Kenapa sih kamu jadi baperan begini? Biasanya juga si Ranti Ibu suruh-suruh kamu fine-fine aja, hal sepele begini gak usahlah kamu besar-besarin." semburnya lagi dengan wajah kembali merah padam.

Aku menggeleng tak percaya, hal sepele katanya?

Istriku disuruh kerja dari pagi sampai malam, rumah harus selalu rapi dan tak henti-hentinya ia disuruh-suruh, hal sepele katanya?

Selama ini aku sabar dan diam karena Ranti selalu menahanku saat aku mulai emosi.

Ranti bilang selama bisa sabar kenapa harus bertengkar? Apalagi sama ibu sendiri.

Tapi entah kenapa kali ini rasanya aku sudah tak tahan. 2 bulan bayangkan! Dua bulan aku harus diam dan membiarkan istriku dijadikan pembantu.

Enggak lagi, sekarang aku gak bisa menuruti ucapan Ranti lagi, kasihan dia jika Ranti terus-terus menjadi babu di rumahku sendiri.

Kupalingkan wajah kasar tanpa aku berkata lagi, rasanya aku sudah malas berdebat dengan ibu.

Segera kutarik koperku.

"Ayo Ranti! Kita pergi dari sini sekarang."

Aku menarik tangan istriku keluar kamar dan meninggalkan ibu yang masih mematung di sisi ranjang.

"Jadi kamu benar-benar akan memilih istri kamu yang gak ada apa-apa nya itu Ridho?" Teriakan Ibu membuat langkahku mati.

Aku berbalik badan menampakan wajah kecewa.

"Apa maksud Ibu? Ranti gak ada apa-apa nya gimana maksudnya?" cecarku dengan dada yang kembang kempis.

Ibu berjalan pongah dengan tangan melipat di dada.

"Iya, kamu mau kontrak rumah dan hidup miskin sama wanita ini kan? Silakan! Pergi, pergi saja kau dari rumah ini, tapi ingat! Jangan pernah kembali dengan alasan kamu menyesal," tegas Ibu bertelunjuk jari.

"Kamu pikir mudah hidup miskin," imbuhnya pelan nyaris tak terdengar.

Aku menarik napas berat. Entah apa yang ada dalam pikiran beliau. Dalam situasi seperti ini saja beliau masih menghina istriku?

Kuakui, memang saat aku menikah dengan Ranti, ibuku jelas tidak mengizinkannya dengan alasan Ranti tidak sepadan dengan keluarga kami, kelas kami berbeda.

Ranti hanya gadis dari kampung yang kutemui di warnas langganan dekat kantorku, ia bekerja di sana beberapa bulan dan aku menaruh hati begitu dalam hingga akhirnya aku betekad meresmikan dia jadi istriku.

Kupikir setelah aku menikahi dan membawa Ranti ke dalam rumahku ibu akan mulai membuka hati dan menerima kenyataan ini, tapi ternyata aku salah.

Alih-alih diterima, istriku malah sengaja dijadikan pembantu.

"Hidup bukan soal miskin atau kaya saja, Bu, tapi soal kasih sayang dan kenyamanan, dan hal itu gak bisa diatur oleh siapapun," tegasku akhirnya.

Ibu mengatupkan bibir. Dengan langkah pasti kutarik tangan Ranti keluar rumah.

"Kamu benar-benar sudah berubah Ridho!" teriak Ibu lagi di bibir pintu.

Mas Haris dan Suci pun menghampiri.

"Halah palingan cuma gertak doang. Si Ridho yang biasa hidup mewah dan ber AC di rumah ini, apa mampu dia hidup mandiri? Apalagi cuma tinggal di kontrakan," sinisnya terdengar jelas sekali ke telingaku.

"Iya udah biarin aja, Bu, nanti juga pada balik lagi," sahut Suci juga.

"Diam kalian! Kalau sodara kalian itu pergi apa kalian siap gantiin kerjaan si Ranti di rumah ini?" pekik Ibu membuat mulut mereka tertutup seketika.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
suaminya si ranti benar tu, cuma si ranti aja yg bermental pembantu.
goodnovel comment avatar
Siti Zulaikah
nah....kan..... memang dikasih tugas ngurus rumah tuuuu
goodnovel comment avatar
Rifdah Nisa
benar tu ridho lebih baik bw sja istri ny.. dripada tinggl sm ma lampir wkwkwk kok aku yg emosi ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 48

    "Benar 'kan apa kata Ibu? Si Suci memang pelakunya, dasar anak kurang ajar." Ibu geram dan tak bisa mengendalikan emosinya. Beliau pun melangkah ke dalam dengan emosi yang meluap-luap, aku tak bisa mencegahnya sebab langkah ibu yang terlalu cepat seperti kilat. "Suciii." Ibu berteriak di bibir pintu.Suci menoleh dengan wajah terkejut."Kalian?"Tapi kemudian anak itu tertawa kencang."Oh hahaha baguslah kalian sudah datang," ujarnya menantang sambil melotot ke arah kami.Sementara tangan kanan nya memegang sebilah bambu. Rupanya selama diculik istriku disiksa oleh si Suci dengan sebilah bambu itu karena saat kulihat Ranti ia tengah terikat dengan luka-luka lebam di sekitar kaki dan tangannya."Apa yang kamu lakukan pada istriku Suci? Lepaskan dia!" semburku."Dia??" Suci menunjuk kearah Ranti."Hahaha aku gak akan pernah melepaskannya, coba saja kalau kalian bisa lepaskan, lepaskan saja." Suci lalu mengayunkan sebilah bambu yang dipegangnya itu dan hendaknya memukulkannya pada Ran

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 47

    Aku mematung sebentar, perkataan ibu mungkin ada benarnya tapi apa iya si Suci yang menculik istriku? Untuk apa ia melakukan itu? Dan kenapa harus Ranti? Anak itu memang nekat? Tapi aku harap Jika benar Ranti diculik sama dia, semoga Ranti baik-baik saja dan suci tidak melakukan apapun pada istriku. "Apa Ibu yakin bisa Suci yang melakukannya?" tanyaku lagi, memastikan."Ibu yakin sekali, gak mungkin orang lain, si Suci pasti si Suci."Aku manggut-manggut, sekarang aku sama yakin nya dengan ibu. Bedebah kalau sampai si Suci yang melakukannya, aku pasti akan menangkapnya dan menyeretnya kembali ke dalam penjara. "Tapi kira-kira untuk apa ia melakukan ini, Bu?" Aku bicara lagi."Jangan bodoh Ridho, orang yang sedang dendam apapun akan dilakukan demi hatinya merasa puas."Benar juga apa yang dikatakan ibu."Sekarang kita harus berpikir gimana caranya kita bisa menangkap si Suci dan mencari bukti bahwa dialah yang sudah menculik Ranti," kata Ibu lagi.Aku dan ibu pun diam mencoba menca

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 46

    Pov Ridho."Ada apa, Bang?" tanya Ranti."Suci kabur.""Apa?" sahut Ibu di belakang."Iya, Bu, katanya Suci kabur dari tahanan.""Ya Tuhan bisa-bisa nya si Suci kabur, itu tahanan atau tempat apa? menjaga anak bau kencur saja tidak bisa." Ibu terdengar makin kesal."Entahlah," balasku sama kesalnya.Mobil pun melaju semakin kencang, gara-gara kabar kaburnya suci dari lapas membuat kami semua resah dan ingin segera sampai ke rumah. Entah apa yang sudah terjadi, kok bisa-bisanya si Suci kabur dari Lapas.Ya Tuhan Semoga saja anak itu tidak berbuat ya aneh-aneh.-Pukul 3 sore kami sampai di rumah.kami langsung masuk dan beristirahat sebab perjalanan yang kami tempuh cukup jauh, lebih-lebih kami tidak menyempatkan diri untuk beristirahat di rest area tadi siang tadi.Malam hari aku menghubungi pengacaraku. Ia ternyata sudah mengetahui tentang kaburnya suci dari lapas."Iya ini juga sedang saya usahakan, Pak, katanya lapas sedang ada perbaikan, Suci meminta izin untuk membeli pembalut

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 45

    "Aduh jauh juga ya Ran rumahmu ini, Ibu sampe encok," katanya sambil memegangi pinggang yang sakit.Memang lumayan juga perjalanan dari Jakarta ke Kuningan-Jabar.Bisa 6 sampai 7 jam perjalanan, sayangnya ke Kuningan belum ada kereta atau pesawat jadi hanya bisa ditempuh dengan mobil saja."Emang jauh. Bu, gak ada AC lagi," sahut Ayah lagi-lagi setengah menyindir."Aa." Bunda memberi kode. Spontan ayah pun nyengir.Kami masuk ke dalam rumah. Di dalam makanan enak sudah tersedia, rupanya Bunda menelepon Bik Mursi untuk menyiapkannya saat tadi kami akan pulang."Ayo pada makan dulu, perjalanan jauh capek." Bunda menggelar karpet di ruang keluarga dan mulai menaruh nasi serta lauk pauknya di tengah-tengah."Eh kok udah ada makanan aja, Bu?" tanya Ibu keheranan."Kalau hidup di kampung emang gak usah khawatir Bu, jangankan makanan, uang saja berhamburan di luar rumah," sahut Ayah. Bunda menggeleng kepala."Eh masa sih?""Kalau enggak percaya nanti ikut jalan-jalan keliling desa.""Aa." B

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 44

    PoV Ranti."Ran, kamu berhasil, Ibu sudah menyesali semua perbuatan buruknya sama kita terutama sama kamu, kamu hebat," bisik Bang Ridho di telingaku.Karena tubuhku masih lemas dan tak bisa bergerak aku hanya membalas dengan senyuman."Kamu seneng 'kan? Makanya kamu harus cepat sembuh ya sayang," ucap Bang Ridho lagi.Aku memejamkan mata."Iya, Bang.""Saya juga mau lihat anak saya, Sus." Kudengar suara gaduh Bunda dan Ayah di luar.Mereka tampak memaksa ingin masuk ke dalam."Maaf Bu, tapi di dalam hanya boleh dua orang saja yang menjenguk."Ibu mertua bangkit, beliau menatapku sekali lagi sebelum akhirnya beliau mengalah dan memberi kesempatan untuk Bunda masuk bergantian."Cepet sembuh ya Lus," katanya pelan nyaris tak terdengar.Sejurus dengan itu ada bagian di hatiku yang rasanya teriris, kali ini bukan karena hal yang menyakitkan tapi karena terharu sekaligus tak percaya ibu mertuaku kini sudah bisa membuka hatinya untuk menerimaku.Ibu mertua keluar, Bunda tergesa-gesa masuk k

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 43

    "Bisa, Ibu sudah jauh lebih baik hari ini."Aku tersenyum lebar seraya mengusap dada, untunglah aku diberi kesempatan mendonor untuk Ranti. Semoga dengan cara ini aku bisa menebus sedikit kesalahanku padanya.Selesai dilakukan pemeriksaan aku dibawa ke ruang khusus, di sana segera darahku diambil.Selesai melakukan donor aku kembali dibawa ke ruang rawat inap, sebetulnya aku merasa sudah lebih baik tapi dokter menyarankanku agar aku tetap dirawat dulu sampai 2 hari ke depan, lebih-lebih karena aku baru saja melakukan donor."Makasih Bu, Ridho pikir Ibu--.""Ibu minta maaf ya Rid, penyesalan memang selalu datang di akhir," potongku.Ridho mengangguk ragu, kasihan dia, gara-gara aku yang keterlaluan Ridho mau tak mau harus rela menerima batunya juga.Entah bagaimana keadaan Ranti sekarang, semoga menantuku itu bisa sehat kembali."Kapan operasinya dimulai?""Sekarang sedang dipersiapkan Bu dan akan segera dimulai.""Bawa Ibu ke depan ruang operasi Rid, Ibu ingin menunggu Ranti juga di s

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 42

    PoV Ibu Mertua"Maaf Bu, pasien masih harus istirahat banyak karena tubuhnya banyak yang cidera, luka bekas operasinya juga belum sepenuhnya sembuh," kata Dokter.Aku terpaksa melepaskan diri dari Ranti. Padahal saat ini aku benar-benar tengah menyesali kebodohanku.Kupikir selama ini Ranti adalah menantu yang kurang ajar. Sejak kehadirannya di rumahku sebagai istri nya Ridho aku tak pernah sedikitpun menyayangi dan menerimanya.Bagiku dia adalah benalu, pemisah antara aku dan anak laki-lakiku karena sejak Ridho menikah dengannya ia jadi lebih sering menghabiskan banyak waktu dengan wanita itu.Jujur saja aku cemburu dan tak terima, aku mengizinkan kedua anak lelakiku menikah bukan agar mereka hidup bahagia lantas melupakanku.Aku hanya ingin mereka tidak merusak anak gadis siapapun dan bisa menyalurkan hasrat bilogisnya pada istri mereka masing-masing.Tapi sial, setelah menikah mereka justru memilih jalan sendiri-sendiri, mereka tak lagi meminta bantuan atau pendapatku lagi. Mereka

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 41

    Tapi tidak, aku tidak boleh ragu-ragu pergi ke kantor polisi, dengan bantuan layar monitor cctv di ponselku aku akan terus memantau gerak-gerik mereka dan memastikan mereka tak banyak bertingkah di dalam rumahku.Pukul setengah 9 aku sampai di kantor polisi, segera kuberikan bukti rekaman suara Suci yang ada di dalam ponselku itu."Baik, Bu, kami akan segera melakukan penangkapan dan pemeriksaan pada terduga.""Baik, Pak, saya tunggu, terduga ada di rumah saya sekarang dan dia berniat terbang ke Surabaya siang nanti," ujarku lagi.Petugas polisi mengangguk paham.Aku kembali bangkit saat sudah menyelesaikan urusanku. Di koridor kantor polisi kutelepon kembali Bang Ridho."Bang, semua beres.""Oke, makasih istriku."Dari sana aku tak kemana-mana lagi, karena khawatir dua brekele itu akan berbuat ulah segera aku kembali pulang.-Sampai di rumah aku mendengar suara ribut-ribut di kamar ibu dan Suci. Perasaanku langsung tak enak, secepat kilat aku berlari menaiki anak tangga."Ibu bilang

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 40

    "Kenapa Ibu pucat? Apa jangan-jangan bener ya?" tanyaku lagi tanpa jeda.Ibu menggeleng cepat."Mungkin si Suci kecapekan karena udah pergi seharian ke pasar," jawabnya cemas. Kening ibu mendadak basah oleh keringat dingin."Ah masa? Tapi kok si Suci tidurnya kayak orang kena obat ya?" sindirku lagi, ibu makin tersesak-sesak memegangi dadanya."Hati-hati loh Bu, pemakaian obat tidur berlebihan bisa menyebabkan tidak sadar lagi seumur hidup." Aku berbisik di telinganya. Ibu yang sedang panik makin ketakutan."Apaan sih ngaco aja kalau ngomong.""Dih kalau gak percaya tanya aja sama dokter."Ibu makin cemas, ia berusaha membangunkan anaknya berkali-kali. Sementara aku memilih pergi."Ci Suci bangun hei Suci, masa kamu gak mau bangun lagi sih?"Aku terkikik di tangga. Puas rasanya bisa memberi mereka pelajaran meski entah kapan mereka berubahnya.Aku masuk dalam kamar, bosan juga rasanya tak ada Bang Ridho di rumah, aku jadi kesepian meski ada dua brekele yang selalu bikin ulah.Kubanti

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status