Share

Dia
Dia
Penulis: chicky_roll

Prolog

"DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI! SAYA SEKOLAHKAN KAMU SUPAYA BERGUNA, BUKAN UNTUK MENJADI PENGGUNA!" Teriakan seorang pria paruh baya memenuhi ruang jenguk di kantor polisi.

Di hadapannya, di balik jeruji besi ada seorang pria muda yang hanya bisa duduk dengan kepala menunduk dan tangan mengepal yang dilipat di atas meja. Rahangnya mengeras.

"KEMARIN KAMU BICARA DENGAN SOK MENGGURUI! TAPI KENYATAANNYA APA?! KAMU BAHKAN MENGONSUMSI BARANG TIDAK BERGUNA ITU! MEMALUKAN!!"

"Mas sudah..." Wanita berumur yang sejak tadi menangis mencoba untuk menenangkan mantan suaminya. Wajah wanita itu sudah merah, air mata mengalir deras dari kedua mata tuanya.

Mendengar bisikan dari wanita yang sudah menyandang sebagai mantan istrinya itu, sang pria tinggi besar yang tadinya fokus pada putranya sekarang malah menatap nyalang pada wanita di sampingnya, "KAMU JUGA! TIDAK BISA MENDIDIK ANAK?! HA?! IBU DAN ANAK SAMA-SAMA SIALAN, SAYA ME--- "

"MAS, AKU MOHON! CUKUP!!" Sentak sang wanita memotong kalimat yang akan keluar dari mulut mantan suaminya itu. 

"Berhenti...." lirihnya.

Dia memegang lengan keras sang mantan suami yang sedari tadi bergerak mengayunkan tangan dan jari telunjuk ke berbagai arah. Telinganya berdengung mendengar segala cacian yang mantan suaminya itu layangkan pada sang putra, dan juga dirinya. 

Mendengar sentakkan sang istri, pria itu membuang napas kasar. Bangkit berdiri dan membalik tubuhnya membelakangi jeruji besi. Suara kursi besi yang bergesekan dengan lantai berdecit keras.

Urat di leher pria itu belum mengendur menandakan masih banyak yang ingin ia keluarkan namun terpaksa di tahan.

Tidak ada lagi yang berbicara, hanya isakan tangis yang mengisi ruangan. Hingga akhirnya suara perempuan muda yang sejak tadi duduk diam di pojok ruangan memecah keheningan,

"Boleh saya bicara? Berdua saja," ujarnya datar. Mata sembab yang menghiasi wajah cantiknya tak lepas menatap pria yang saat ini masih saja menunduk memakai baju tahanan.

Keadaan perempuan muda itu sama kacaunya dengan wanita yang menangis tadi. Mata sembab, hidung merah, dan rambut yang sedikit berantakan.

Mantan pasangan suami istri yang ada di sana menatap sang perempuan muda dengan sedikit terkejut. Mereka lupa tentang keberadaan perempuan itu. 

Akhirnya dengan sedikit paksaan dari sang wanita, pria yang masih dilanda emosi itu mau untuk di ajak keluar ruangan walau kepergiannya diikuti dengan suara pintu yang di buka dan di tutup secara kasar.

Kini ruangan kembali sunyi. Si perempuan melangkahkan kakinya menuju kursi yang tadi di duduki orang tua dari laki-laki di hadapannya ini. Dia duduk dalam diam.

Hening.

Sang perempuan masih mengunci mulutnya. Mereka saling memandang, meneliti wajah di hadapan masing-masing.

"Le---," 

"Aku kecewa," ucap lirih sang perempuan memotong si pria yang hendak bicara. 

Perempuan itu menyeka air mata yang tanpa ijinnya mengalir melewati pipi. Terlalu sering mengeluarkan air mata membuat kelopaknya terasa perih saat ia menyentuh area itu.

Sang perempuan memalingkan muka saat matanya menangkap raut lelah pada wajah laki-laki yang dicintainya. Dari sudut mata, dia bisa melihat lawan bicaranya itu menunduk dan mengusap kasar wajahnya.

"A-aku kecewa lagi-lagi kamu lebih memilih benda haram itu di banding mencari aku untuk menumpahkan keluh kesah kamu," lanjutnya.

"Maaf a---," sang pria mengangkat kepala dan hendak meraih tangan si perempuan, namun belum juga tersentuh si perempuan dengan cepat manarik tangannya menjauh.

"K-kenapa--," Gadis itu mencoba berbicara namun tersendat. Ia memejamkan mata, mencoba menghalau air mata yang lagi-lagi ingin keluar.

Tangisnya luruh tak terbendung saat sang pria dengan sedikit paksaan menggenggam tangannya. Dia kembali menarik tangan dan menangis dengan menangkupkan telapak tangan di wajahnya.

"K-kamu k-kenapa---," ucapan si perempuan terbata dan terkalahkan oleh tangisnya yang menderu. Karena dirasa sudak tak bisa di tahan, akhirnya dia menumpahkan semua air matanya.

Dengan melipat lengannya di atas meja dan menelungkupkan kepalanya, dia mengeluarkan emosi yang tertahan dari beberapa jam lalu, tepatnya sejak ia melihat secara langsung bagaimana kekasihnya itu bercumbu dengan seorang gadis yang mana adalah sahabatnya dan tidak lama kemudian tertangkap polisi karena kasus narkotika.

Isakan pilu memenuhi ruangan.

Tangis karena sedih, kecewa, marah, rindu, dan segala emosi yang sudah ia simpan dari beberapa minggu belakangan ia keluarkan. Lepas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status