Share

Bab 5

Author: Amanah Cinta
last update Last Updated: 2021-10-01 11:33:13

Bab 5

Aku keluar dari kamar. Ada rasa gemetaran dalam hati, namun saat keluar yang ku lihat Mas Indra sedang menyantap pizza.

Oh, rupanya hanya kurir. Hampir membuat jantungku copot saja, dan Mas Indra. Kelaparan ia kah? sampai disaat seperti ini sanggup makan.

Akupun ikut makan bersama Mas Indra, dengan duduk dipangkuannya. Aku bisa romantis bukan, makanpun penuh dengan kemanjaan. Kapan lagi? Kalau tidak sekarang. Beginilah nasib menjadi Istri kedua, diutamakan tapi nunggu giliran.

------------------

Aku dan Mas indra menikmati angin pantai Bali, hari-hariku terasa indah, bila boleh diminta aku ingin lebih lama lagi, tetapi tuntutan pekerjaan Mas Indra tak bisa lama.

Ting... Sebuah pesan masuk

[ Mega, kamu dimana? Katanya kamu cuti. Dikontrakan enggak ada. Kamu pulang kampung kah? ]

Pesan dari Tia berurutan disertai puluhan panggilan telepon.

'Tia, Tia. Tak bisakah kamu tak mengangguku saat ini. Aku ingin bersama Mas Indra tanpa cemas' ucapku dalam hati. 

"Ada apa?" Mas Indra bertanya, memperhatikan mukaku yang cemas.

"Istrimu tak mencarimu kah, Mas" Aku balik bertanya.

"Sayang, Mas kan, udah ngomong. Saat kita berdua jangan bahas yang lain." 

"Tia mencariku, Mas"

"Biarkan saja, matikan HPmu. Aku ingin kita berdua bersenang-senang"

"Aku harus jawab apa" alih-alih dapat jawaban, Mas Indra malah mematikan gawaiku.

"Kita nikmati saja hari kita, masalah Tia. Kita urus setelah pulang. Oke"  Mas Indra memelukku dari belakang.

-------------------------

Setelah pertemuan itu dan waktu liburan. Hubungan kami membaik lagi, Mas Indra juga sering menemuiku dibelakang seperti biasa. 

Kegiatan di Apartemen pun berlanjut.  Aku juga jarang bertemu Tia, terakhir bertemu setelah liburan. Dia juga jarang menghubungiku mungkin aktivitasnya sebagai dokter bertambah sibuk. Aku memiliki kesempatan sering bersama Mas Indra. Sampai suatu saat kami kepergok orang yang suwaktu-waktu bisa membongkar hubungan kami. 

"Hai, mega. Apa kabar?" sapa seseorang lelaki, tanpa ijin mengambil tempat duduk disebelahku.

"Kamu!" Mas Indra tersentak kaget 

"Iya, aku!" jawab lelaki itu. 

"Mau apa kamu disini! Kamu dan Mega sudah berakhir!" Mas Indra tampak sengit.

"Lalu kalian berlanjut begitu" ucap lelaki itu, dengan senyum mengejek.

Mas Indra tak dapat berkata-kata, Mas Indra lupa kalau Remon mengenal mereka. Ya, lelaki itu bernama Remon. dia adalah Mantan suamiku.

"Apa maksudmu" Mas Indra mulai santai.

"Jangan berpura-pura bodoh, aku tau apa yang kalian lakukan. Aku juga telah mengambil foto kalian. Sepertinya kalian terlihat cocok"

Mas Indra tak menjawab Remon. Hanya tatapan matanya tajam. Melihat muka Remon seolah ada maunya.

"Sahabatmu itu begitu baik, Mega. Saking baiknya suaminya pun dipinjamkan" ucap Remon mengeluarkan tawa menjengkelkan.

"Kami tak seperti itu" kali ini Mas Indra menjawab.

"Memang tak seperti itu, tapi seperti ini" sambil menunjukan foto digawainya.  Teryata Remon sudah mengikuti kami tak hanya satu  foto kami, tapi puluhan.

"Apa maumu? Uang! atau..." Mas Indra kali ini terlihat seperti seorang yang mengerikan. Aku sendiri belum pernah melihatnya sebengis itu. 

"Bagaimana kalau tak keduanya" jawaban Remon membuat Mas Indra mengepalkan tangan. 

"Aku mau selingkuhanmu ini" Mendengar pilihan Remon Mas Indra menarik kerah baju Remon. Ingin meninjunya. 

"Mau ku adukan istrimu" dengan santai Remon menimpali. Seketika nyali Mas Indra menciut. 

"Santai aja bro! aku tak butuh wanita sampah ini. Aku sudah puas menikmatinya!" maki Remon melihat kearahku sekilas. 

Remon mengambil gawai Mas Indra disakunya lalu merapikan kemejanya. Lalu, Remon mencacat nomer Mas Indra. Mas Indra mendiamkan kelakuan Remon yang tak punya sopan santun.

"Nomer kamu, aku simpan! Jadi,  jangan macam-macam!" ancam Remon. 

"Aku mau duit. Berikan yang ada didompetmu!" lanjutnya

Mas Indra bagaikan orang kena rampok, menurut begitu saja. Saat Remon memalak uangnya. 

Saat Remon hendak menerima Mas Indra menarik kembali uangnya kemudian berkata.

"Kamu mau uang. Jangan panggil dia wanita sampah!" ucap Mas Indra penuh penekanan tajam. Lalu, uang itu dilemparkannya tepat mengenai muka Remon. 

"Kamu Ambil atau kukirim saja foto mesra kalian, ke Tia. Atau kerumahmu" Remon bertindak santai terhadap kelakuan Mas Indra. 

"Ayo Ambil!" Kali ini Remon terlihat marah

Saat Mas Indra hendak memungutnya aku langsung bertindak. Aku tak mau harga diri Mas Indra terinjak oleh bajingan seperti Remon.

"Ini uangnya,  kamu jangan bilang Tia" ucapku sambil menyodorkan uang yang ku pungut.

Remon mengambil uang lalu pergi. Aku dan Mas Indra duduk dengan perasaan kacau.  Bagaimana kalau Remon nekat? Apa yang harus kami lakukan meskipun hubungan kami halal. 

"Bagaimana ini, Mas?" tanyaku. Setelah terdiam cukup lama, Mas Indra diam membisu sejak tadi.

"Aku belum siap, Tia tau, Mas"

"Kenapa kamu diam saja, Mas?" ucapku sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya

"Kita harus cari cara, Mas"

"Mega, kamu bisa diam enggak! Aku juga bingung. Kalau kamu cerewet aku enggak bisa mikir!" bentak Mas Indra. Seketika mengudang perhatian orang-orang di tempat ini. 

"Kamu pikir aku siap! Jika harus pisah dengan Tia!" lanjutnya lagi, kali ini Mas Indra lupa dia berada ditempat ramai. Tak memedulikan sekeliling orang menatapnya. 

"Semua gara-gara kamu!" Mas Indra tak berhenti membentakku. Aku malu dibentak di tempat umum, aku malu orang-orang menatapku sinis. Tak ku dengarkan lagi kemarahan Mas Indra, karena bentakannya kami sudah jadi tontonan gratis.

Aku berlari menundukan kepala melewati orang-orang yang menatapku. Aku ingin segera menangis, hati rasa sudah diujung untuk menahan airmata, sakit terasa sampai tak bisa ku menahannya.

Aku kembali ke Apartemen tanpa Mas Indra, kutumpahkan tangis yang sedari tadi, aku luapkan semua kesal. Ku banting semua barang. Baju ku hamburkan aku obrak-abrik seisi apartemen ini. Setelah kesal dihati reda. Aku duduk menghadap jendela. Merenungi nasib.

Apakah semua lelaki sama? Aku tak pernah berfikir Mas Indra bisa seperti itu? Mengingat bentakan Mas Indra membuat hatiku makin sakit. Aku teringat awal aku dan Mas Indra mulai hubungan ini. Mas Indra begitu baik, meluluhkan hatiku setelah rumah tangga yang kujalani bersama Remon bagai neraka. Saat itu yang ku rasakan aku merasa diperlakukan wanita yang dikasihi, seiring bertambahnya waktu rasa itu berubah menjadi sesuatu yang lain, yaitu cinta. hal yang tak aku dapatkan dari Remon.

Semakin aku berfikir semakin banyak masalalu yang teringat. Aku mengingat Mas Indra, kemudian rasa bersalah pada Tia makin dalam. Pikiranku menyalahkan diri sendiri tapi, hati tak bisa dipungkiri aku mencintai suaminnya.

Mungkin benar yang dikatakan Mas Indra semua gara-gara aku, jika saja aku tak masuk dalam hidupnya pasti hidup mereka bahagia. Tapi semua bukan salahku sepenuhnya. Entah siapa yang patut disalahkan dalam hal ini. Aku, Mas Indra atau Tia. Bisa saja Remon yang paling bersalah.

"Mega, Mas, minta maaf" ucap Mas Indra begitu datang ke Apartment. Aku sama sekali tak bergeming.

"Maafkan aku, ya" Mas Indra mendekat kearahku.

"Mungkin benar,  semua gara-gara aku" ucapku menyalahkan diri

" Maafkan aku, aku benar-benar kacau tadi" Lalu Mas Indra memelukku dengan cinta seperti biasa. 

"Aku sudah menemukan solusinya"

"Apa... " jawabku antusias

"Kita ikuti saja kemauan Remon selama tidak membongkar hubungan kita"

"Kalau bajingan itu, memerasmu" 

"kita bisa lapor polisi" jawab Mas Indra enteng.

"Tak semudah itu, Mas. Kalau lapor polisi hubungan kita malah makin ketahuan. Bahkan sampai kepublik"

"Kamu benar juga" ujar Mas Indra mangut-mangut.

"Kita harus cari cara" ucapku.

"Kita harus nyusun rencana"

"Rencana apa?" tanya Mas Indra menerka nerka. 

"Kita tunggu aja apa permainan Remon, Mas" ucapku.

Aku dan Mas Indrapun berbaikan lagi, seperti pepatah bagaikan masakan tanpa garam. Hambar. Aku dan Mas Indra tak bisa dipisah. Seperti apapun kami selalu ada tempat berbaikan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
biarpun dokter tapi g harus cerdikkan.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 49

    ○Bab 49"Sedang apa kamu di sini?" tanya Andrian, nadanya mengisyaratkan ketidaksukaan. "A-ku, aku" aku bingung dengan keadaanku, naman sayanyanya kalimat ini tercekat dalam hati. "Belum puaskah? Uruasanku denganmu selesai!" tekannya. "Aku minta maaf" akhirnya kalimat ini tersampaikan. "Mudah bagi kami memaafkan. Silahkan pergi dari sini" ucapnya sambal menunjuk pintu terbuka. "Kakak, jangan usir tante mega. Lihat sekarang keadaanya?" Putri memohon. "Putri, dengarkan Kakak. Dia pernah membuat kita berantakan, dia menjadikan kita tawanan tidakkah kamu ingat perlakuan jahatnya?" ujar Adrian menjelaskan. Sebenarnya aku ingin pergi, namun aku tidak punya tempat lagi. "Tapi dia baik, tidak pernah sekali pun aku atau ibu di perlakukan buruk, Kak" ujar putri"Putri bagaimana pun dia tetap orang asing yang pernah menaruh kejahatan pada kita" tukas Andrian. "Tolong jangan berdebat karena aku. Aku akan pergi. Aku berjalan berbulan-bulan demi bisa menemui Kalian hanya berharap kalian me

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 48

    ○Bab 48Sepasang sepatu hitam mengkilat memijakkan kakinya di sini, serta beberapa pengawalnya. Siapa lagi? Ya, dia, Pak Burhan lelaki tua yang menjebakku di sini. "Bagaimana kabarmu wanita rendah?" sapa Pak Burhan. Kali ini aku tidak marah malah aku ngrasa benar menjadi perempuan rendah. "Apa kamu betah tinggal di sini?" tanyanya, aku juga melihat matanya tanpa ingin menjawab. Tetiba saja terlintas dibenakku tentang keluarga si kembar. "Ardi dan Andrian tidak salah. Kuharap Pak Burhan masih punya hati tidak menerlibatkan mereka dalam permainanmu" ucapku. Aku sungguh kasian jika melihat nasib mereka sepertiku, sebab terlepas ini semua mereka tidak bersalah. "Tentu saja saya punya hati tidak seperti kamu yang begitu tega dalam segala hal. Mereka telah hidup dengan damai tanpa ada kalian menjalani hari-hari seperti sebelumnya" perkataan Pak Burhan, biarpun menusuk namun membuatku merasa sangat lega. "Keluarkan dia" titah Pak Burhan pada bawahannya. Akhirnya aku bisa menghela naf

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 47

    ○Bab 47"Tia, aku mohon maafkan aku. Aku janji bakal ninggalin suamimu. Tapi tolong bebaskan aku, bukankah selama ini kamu mengejarku dengan selalu mengancam nyawaku" ujarku. "Iya. Aku selalu menghantuimu dengan rasa takut, bahkan resep obat untuk membuat gila, serta aku yang menggurkan bayimu. Ada yang lebih penting lagi dari ini" ungkap Tia."Apa? Bisakah kita berbicara dengan baik seperti biasanya?" tukasku. " Kamu itu ular mana mungkin aku mau berbicara baik denganmu. Semakin dibaikin malah mematokku" ujar Tia. "Mega, jika Andrian tidak melakukan kesalah di masalalu apa kamu akan tetap merebut suamiku?" tanya Tia. "Tentu saja tidak. Aku sangat mencintainya" jawabku. "Sudah kuduga. Kamu sangat mencintainya. Kamu tahu cara dia mati" ungkap tia. "Jangan-jangan kamu ..." aku menggantungkan kalimat. Berfikir bahwa Tia. "Aku yang menyuruh bekas suruhanmu untuk menghajarnya kemudian membawanya padaku. Sebenarnya dia masih hidup dan menceritakan tentang kalian. Perdunganku di pen

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 46

    ○Bab 46"Ya, kamu meninggalkan putriku saat dia mengandung anakmu. Dasar lelaki biadab!" maki Pak Burhan. "Siapa sebenarnya putri, Bapak?" "Laras dia putri saya" air mata lelaki iti luruh begitu saja. "Laras. Jadi dia... Sekarang dimana dia, Pak. Saya ingin bertemu kenapa tidak dia katakan kalau sedang hamil" ucap Mas Indra. "Dia bunuh diri setelah melahirkan anakmu" lelaki tua itu tak membendung lagi tangisnya bercampur emosi."Apa... " Raut wajah Mas Indra penuh penyesalan. Entah ada apa dibalik cerita ini. Sedangkan aku masih mencari tahu siapa selama ini yang ingin membunuhku. Belum sempat terbesit. Seorang wanita berpaikan dokter datang menghampiri lelaki tua itu. Dia adalah sahabatku, sekaligus istri sah Mas Indra. "Tia... Kamu" ucapku tak mengerti. "Iya aku, Meg. Aku tahu semuanya apa yang telah kamu sembunyikan dariku. Sungguh kamu sahabat paling jahat, tega merebut Mas Indra" ucapan tia menyambar hatiku, tia yabg manis dan lembut kini datar mukanya tak bermimik.

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab 45

    Bab 45"Kamu gak papa, Sayang," ucapku sambil mengelus bahu Andrian, lebih tepatnya aku meremasnya sebagai tanda jangan kaget."Ng ... Gak papa, kok" ucapnya sambil tersenyum ramah.Mereka saling berjabat tangan seolah tidak saling kenal."Ya, udah aku kembali ke kamar" Mas Indra berpamitan, sambil berjalan menjauh."Ya, kita juga belum selesai beberes" ucap Andrian berjalan masuk ke kamar sok sibuk. "Eh, besok kalian harus bangun pagi, ya. Kita kliling puncak" ucap Tia, berlalu pergi menyusul suaminya. Aku menutup pintu, dadaku yang tadinya berdegup kencang ada kelegaan, aku mendeprok depan pintu. "Gila kamu!" maki Andrian menghampiriku."Apaan sih?" Aku risih, suara Andrian mengejutkanku."Jadi ini alasan kamu, nyuruh aku buat jadi suami kamu" lantang Andrian sambil menggelengkan kepala. Aku tak mampu mengelak pasrah atas ucapan A

  • Diam-Diam Jadi Madu   Bab44

    Bab 44.Perlengkapan dengan segala tetek bengeknya sudah disiapkan."Kita satu mobil atau gimana?" tanya Andrian sambil menenteng tas besar."Gak lah, kita ketemu di pos""Memangnya alamatnya mana sih?""Nih," aku menyodorkan handphone dengan mode gps."Jadi nanti kita ngikutin alamat ini. Udah berangkat belum mereka?" tanya Andrian."Sudah. Kita agak belakangan aja. Santai" Aku membuka bagasi mobil, sedangkan Andrian membawa koper.Aku dan Andrian, memasuki mobil aku menyuruh Andrian menyetir seseuai arah gps, sambil memberikan beberapa peraturan."Kamu nanti harus bisa acting. Tidak boleh ada mukamu yang mencurigakan. Kita harus terlihat seolah kita itu pasangan" ucapku disela-sela kesibukan Andrian."Soal acting gampang! Cuma kamu udah bilang belum sama suami aslimu?" balas Andrian."Dia tahu" ucapku acuh."Oh, iya. Yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status