Hari ini merupakan hari pertama Salsa melakukan WFH. Ia telah menyiapkan laptop dan catatan untuk ia bekerja pada jam 9 nanti. Namun ia mendapat masalah, sinyal yang ia dapatkan tidak stabil sampai bisa hilang entah kemana.
Ia mencoba bertanya kepada Resya tentang tempat di kampung yang bisa mendapat sinyal dengan stabil. Jawaban Resya adalah rumah Pak RW, yang di mana rumah itu pasti ada Imam. Salsa kemudian menggeleng, ia pasti bisa menemukan tempat lain yang terdapat sinyal stabil.Tanpa berpikir panjang, Salsa keluar rumah dan mencari sinyal di beberapa tempat sekitar rumahnya. Tak lama, seseorang di belakangnya berbicara kepada Salsa."Kalau kamu cari sinyal stabil, kamu bisa ke rumah saya. Walaupun tidak terlalu bagus, setidaknya sinyal di sana cukup stabil."Salsa menoleh, menemukan Imam berada tak jauh di belakangnya. Ia kemudian menatap Imam dengan malas, kemudian ia mengabaikan Imam dan melanjutkan pencarian sinyal di tempat lain."Kamu bisa langsung ke sana, cuma ada ibu dan abah saya aja, sekalian kamu silaturahmi juga, saya pamit." Lanjut Imam.Selepas Imam pergi, Salsa menatap punggung Imam yang menjauh darinya. Ia sekarang berpikir, gengsi atau meeting di jam 10. Tak berpikir panjang, ia pulang, menyiapkan segala keperluan untuk ia bekerja.Masa bodoh dengan gengsi, uang adalah hal yang paling berharga saat ini.Batin Salsa berusaha menyemangatinya. Ia kemudian bergegas ke rumah Pak RW. Beberapa warga yang berpapasan dengannya banyak yang menyapanya dengan hangat, ada juga yang mengajaknya untuk mampir ke rumah mereka. Salsa membalas dengan ramah kembali dan menolak dengan halus.Sesampainya ia di rumah Pak RW, ia cukup kelelahan, karena jalan menuju rumah Pak RW cukup jauh dari jalan utama, ia harus menaiki banyak anak tangga hingga sampai ke rumah Pak RW."Permisi pak, saya Salsa anaknya ibu Sela yang di bawah sana." Sapa Salsa kepada Pak RW yang sedang menyiram tanaman.Pak RW diam sejenak sambil menatap Salsa. "Oh neng Salsa ya? Wah sudah besar ternyata kamu, gimana kabarnya?""Baik pak, bapak gimana kabarnya?" Tanya Salsa."Baik juga neng, ngomong-ngomong ada apak ya, sampai bawa tas begitu?" Pak RW balik bertanya sambil menunjuk tas laptopnya."Sinyal di rumah saya kurang stabil pak, tadi adik saya bilang kalau sinyal di sini bagus, jadi saya coba ke sini, apa boleh pak saya ikut di sini? Cuma sampai jam 12 aja ko pak.""Oh tentu boleh, silahkan duduk. Meja nya boleh dipakai untuk laptopnya." Jawab Pak RW yang langsung mengarahkan Salsa untuk duduk di dalam ruang tamu."Pak, di luar saja pak. Takutnya saya ganggu kalau di dalam." Salsa merasa tidak enak jika harus bekerja di ruang tamu pak RW, ia merasa kalau teras rumah Pak RW sudah cukup untuk tempat ia bekerja."Di dalam saja neng, di rumah juga enggak ada siapa-siapa." Bujuk Pak RW kepada Salsa."Dia maunya di luar, Bah, biarin aja."Suara itu berasal dari belakang Salsa, ia mengenali suara itu. Boleh Salsa mengumpat saat ini? Laki-laki satu ini begitu kejam padanya, ia tahu kalau dirinya merasa tidak enak, tapi bukan begitu caranya kan?"Eh Imam, jangan begitu sama tamu. Dia baru pulang ke sini lho!" Seru pak RW pada anaknya.Salsa berdeham sambil mendelik pada Imam. "Udah pak, saya bisa kerja di teras rumah bapak, sudah lebih dari cukup yang penting sinyalnya bagus aja pak. Mungkin anak bapak merasa kurang nyaman kalau saya di dalem." Ucap Salsa menyindir Imam sambil menatap Pak RW.Pak RW menggeleng kecil menatap anaknya dan menatap Salsa dengan tatapan sedikit meminta maaf. "Yasudah kalau begitu, neng Salsa boleh pakai kursi dan meja yang ada di teras." Ujar Pak RW."Saya pergi dulu ke kantor, ada beberapa hal yang harus di urus." lanjut pak RW.Kemudian Pak RW menghampiri anaknya untuk memberitahu kalau di rumahnya tidak ada siapapun. Salsa dan Imam kemudian berpamitan dengan Pak RW. Setelah itu, Salsa berjalan menuju teras dengan langkah menggebu, Imam hanya memperhatikan Salsa dari kejauhan sambil menahan tawa, melihat Salsa kesal menjadi salah satu kesukaannya. Menurutnya, ketika Salsa kesal padanya sangat lucu.Tanpa memperdulikan Imam, Salsa segera membuka laptopnya dan memulai aktifitasnya bekerja. Imam pun mengerti kalau ia tidak seharusnya mengganggu Salsa, ia masuk ke dalam dan menyiapkan air minum dan beberapa cemilan untuk Salsa.Ketika Imam mengantar jamuannya pada Salsa, Salsa hanya menatap Imam dan hanya berkata terima kasih dengan wajah yang tidak ikhlas. Imam menggeleng, ia akan membiarkan Salsa melakukan apapun yang ia mau. Kemudian ia masuk dan melakukan aktifitas yang sama, ia juga bekerja dari rumah karena kantornya berada di Chicago.Beberapa saat Imam sedang bekerja, ia mendengar Salsa sedang mempresentasikan sesuatu. Ia mendengarkan sejenak apa yang dipresentasikan Salsa, ia tersenyum tipis sambil menatap laptopnya.Ia menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Ternyata, kamu semakin berkembang ya Sal." Ucap Imam.“Gue gak mau jadi pacar lo, sekarang lo keluar!” Ucap Salsa tak terbantahkan, ia bahkan menarik lengan Imam dengan keras dan mengeluarkannya dari apartemennya, setelah itu ia tutup pintunya dengan keras.Imam sampai memejamkan matanya karena hembusan angin dari pintu yang Salsa tutup dengan kencang. Ia menatap pintu itu dengan senyum hangat, ia suka dengan Salsa yang seperti itu. “Saya pulang dulu kalau begitu, selamat malam.” Ujar Imam lalu pergi ke apartemennya.Semetara di balik pintu, Salsa terduduk lemas sambil memikirkan bagaimana wajahnya tadi saat Imam mengajaknya berpacaran. Ia berpikir bagaimana pikiran Imam sehingga ia secara ugal-ugalan menunjukkan ketertarikannya pada Salsa? Ia juga beripikir mengapa hatinya merasa nyaman saat berada di dekat Imam?Salsa kemudian menampar pipinya dengan keras, mungkin ia sedang bermimpi.“Aw!!”Ia sedirkit menjerit karena kesakitan, berarti ini bukan mimpi. Ia kemudian memejamkan matanya seraya menenangkan suasana hatinya. Ia tidak boleh
Sesampainya mereka di depan gedung apartemen, Salsa turun dari motor dan langsung menyerahkan helm pada Imam.“Makasih udah anterin gue pulang, gue masuk duluan.” Ucap Salsa yang langsung pergi masuk ke dalam gedung.Imam pun segera memarkirkan motornya dan menyusul Salsa masuk ke dalam lift. Untung saja Imam sedikit berlari, kalau tidak, mungkin lift nya akan segera tertutup. Dilihatnya, Salsa sudah menekan tombol lantai tujuan mereka. Imam pun melihat Salsa yang menyender di pinggiran lift sambil berdiri dan memejamkan matanya.Imam kemudian berdiri di sebelah nya dan mengambil tas yang dipakai Salsa, Salsa pun terbangun.“Biar saya yang bawa.” Ucap Imam.Salsa malas berdebat, ia hanya pasrah dan memejamkan matanya kembali. Selama lift berjalan, Imam memerhatikan Salsa. Ia mungkin telah membuat Salsa kelelahan karena nya. Salsa harus berangkat kerja lebih pagi, pulang lebih malam, dan makan dengan di luar dengan diam-diam. Imam pun terkekeh kecil dan Salsa mengetahuinya.“Ngapain lo
Sejak Imam mengaku kalau dirinya tinggal satu gedung apartemen dengan Salsa, Salsa selalu menghindari Imam dengan cara apapun, termasuk berangkat ke tempat kerja nya jam 5 pagi. Imam selalu meminta bantuan Salsa dalam segala urusan, padahal Salsa tahu kalau Imam bisa melakukannya sendiri. Terakhir kali Imam meminta bantuan Salsa adalah meminta bantuan Salsa untuk memasangkan seprai kasur dan sarung bantalnya. Perkara mudah bukan? Setahu Salsa, Imam sudah tinggal mandiri sejak kecil, ia tidak mungkin tidak bisa melakukan hal itu. Senin sore, Salsa harus melembur karena sudah masuk tanggal tua yang membuat pekerjaan kantor tiba-tiba menumpuk. Pukul 8 malam lebih 15 menit Salsa masih berada di gedung kantornya, ia duduk di lobby kantornya sejenak sambil melihat jalanan macet di hadapannya. Ponsel Salsa bergetar menandakan ada yang menelponnya. Segera Salsa mengangkat panggilan itu. “Halo Dhe? Lo udah balik kan?” Tanya Salsa. “Iya gue udah balik nih dari kemarin, baru sampe apart. Lo k
Selama perjalanan menuju apartemen Salsa, tidak satupun diantara mereka yang ingin memulai percakapan. Imam masih merasa kaget karena Salsa mencubit tangannya dengan keras setelah Imam berteriak di Mall tadi.Imam beberapa kali melirik Salsa sambil menahan senyum, entah kenapa Salsa yang sekarang sedang cemberut membuatnya gemas. Sedangkan Salsa sejak tadi masih cemberut dan menyilangkan tangannya di dada tanpa menoleh kemanapun.Imam berdeham cukup keras sampai Salsa meliriknya. Imam tahu itu, reaksi Imam tetap mempertahankan rasa gemasnya."Kamu masih marah sama saya?" Tanya Imam."Mikir aja sendiri." Jawab Salsa dengan kesal dan membuang muka.Imam menahan tawanya. "Saya dari tadi mikir salah saya apa ya?"Salsa menoleh pada Imam dengan tatapan kesal. "Kalau orang mikir biasanya ada gambaran.""Ada ko." Ucap Imam tanpa dosa.Salsa menunggu jawaban tapi matanya diam-diam melirik Imam."Saya tahu kalau tadi kamu cemburu." Lanjut Imam.Salsa langsung memukul lengan Imam tanpa aba-aba,
Sesuai dengan jam kerja, pukul empat sore Salsa sudah berada di lobby dan akan segera pulang. Namun setelah sampai di depan pintu menuju keluar gedung kantornya, ia tiba-tiba tidak ingin langsung pulang ke apartemennya. Tanpa berpikir panjang, ia akan pergi mengistirahatkan dirinya dari hal-hal yang penat. Ia pergi ke salah satu pusat perbelanjaan yang tidak jauh dari kantornya. Dengan santai, ia melewati beberapa macam toko lalu tertuju pada salah satu toko perhiasan. Ia masuk dan melihat-lihat beberapa perhiasan, sekilas Salsa ingin membeli salah satu kalung, namun ia akan melihat-lihat dulu untuk saat ini. “Ada yang bisa saya bantu Mbak?” Tanya seorang pegawai perempuan di toko tersebut. “Saya mau lihat-lihat dulu aja Mbak.” Jawab Salsa seraya tersenyum. Tak jauh dari itu suara seseorang membuatnya menoleh ke belakangnya. Ia membelakkakan matanya, Imam sedang berada tepat di belakangnya dengan seorang wanita pirang nan cantic khas orang barat. Buru-buru ia mencari tempat agar ti
Tengah malam, Salsa terbangun dari tidurnya yang tidak nyaman. Ia merasa haus, kemudian ia berjalan ke arah dapur untuk minum. Salsa melihat secarik kertas di meja makan. Sambil Salsa minum, ia duduk dan membaca isi kertas itu.Ini surat wasiat kakeknya dan kakek Imam. Ia ingat perkataan adiknya bahwa Imam sedikit mengubah perjanjian awal. Namun ia tetap harus mengetahui bagaimana pernjanjian awalnya.Isi wasiat yang pertama dikatakan bahwa semua harta atas nama kakek Salsa bukan miliknya, melainkan milik kakek Imam. Dengan alasan agar keluarga kakek Salsa bisa memanfaatkan aset-aset yang ada untuk menunjang kehidupannya.Lalu, isi wasiat kedua dikatakan bahwa jika kakeknya ingin menjadikan aset-asetnya menjadi hak miliknya, maka harus ada pernikahan resmi untuk mengikat kedua keluarga.Dan isi wasiat terakhirnya, jika pada generasi ketiga tidak ada pernikahan, maka semua aset-aset yang dipinjam akan dikembalikan hak miliknya kepada keluarga kakek Imam.Dibawahnya ditandai dengan tand