Share

Bab 6

Author: Merisa storia
last update Last Updated: 2025-02-28 17:59:51

Di kediaman Gavin, langit Jakarta mulai memerah. Sinar jingga matahari senja menerobos masuk melalui jendela besar ruang keluarga. Pak Hendro dan Bu Lina berpamitan pulang pada Bella.

"Bella sayang," Bu Lina menggenggam kedua tangan menantunya, matanya menyiratkan harapan yang dalam. "Jangan menyerah, ya. Teruslah bujuk Gavin untuk meluangkan waktu ke Singapura. Dokter Chang itu sangat terkenal, bahkan ada daftar tunggunya, loh."

"Iya, Ma," Bella mengangguk pelan, suaranya lembut penuh kesungguhan. "Aku juga sudah sangat ingin memiliki anak dari Gavin. Aku akan mencoba bicara lagi dengannya nanti malam."

Pak Hendro menepuk pundak menantunya, senyum tipis terukir di wajahnya yang mulai keriput. "Kami percaya padamu, Bella. Kamu menantu terbaik yang bisa kami harapkan."

"Papa jangan terlalu banyak pikiran," Bella meraih tangan mertuanya, meremasnya dengan lembut. "Ingat kata dokter, jantung Papa butuh ketenangan. Pokoknya, aku janji akan mengusahakan program bayi tabung itu secepatnya."

Bu Lina memeluk Bella dengan erat sebelum pergi. "Terima kasih, Sayang. Mama dan Papa pulang dulu."

Bella mengantar mertuanya hingga ke depan pintu utama. Supir pribadi keluarga Hendro sudah membukakan pintu Mercedes hitam dengan sigap. Pak Hendro melambaikan tangan sebelum masuk ke dalam mobil, diikuti Bu Lina yang masih tersenyum hangat pada Bella.

Senyum di wajah Bella perlahan memudar seiring dengan mobil hitam yang menjauh dari pekarangan rumahnya. Raut wajahnya berubah datar, tanpa ekspresi. Ia berbalik badan dengan cepat menaiki tangga menuju kamar. Begitu sampai, ia langsung mengunci pintu dan bergegas menuju lemari pakaiannya.

Tangan Bella merogoh tumpukan pakaian dalam di sudut lemari, mengeluarkan sebuah ponsel rahasia yang ia sembunyikan. Layarnya berkedip menandakan adanya pesan masuk.

[Saya ingin bertemu denganmu, Nyonya.]

Pesan dari Daniel membuat matanya sedikit membelalak. Jemarinya lincah mengetik sebuah balasan.

[Nanti saja kalau situasinya sudah kondusif!]

Bella merebahkan tubuhnya di ranjang king size, matanya menatap langit-langit kamar. Pikirannya berkecamuk. Ia tidak ingin kehilangan Gavin. Suaminya itu bukan hanya seorang pria mapan dengan perusahaan yang terus berkembang, tapi juga aset berharga untuk kemajuan bisnis keluarganya.

Tapi Daniel, sopir pribadi yang selalu siap melayaninya, adalah pria yang mampu memuaskan hasratnya yang tak pernah bisa dipenuhi oleh Gavin. Tubuh atletis Daniel, dengan kulit kecoklatan dan otot-otot yang terbentuk sempurna, selalu berhasil membuatnya merasa menjadi wanita seutuhnya.

Bella tersenyum kecut. Jika saja Gavin tidak terlalu sibuk dengan perusahaannya, tidak terlalu lemah lembut di ranjang, mungkin saat ini ia tidak akan selingkuh dengan Daniel.

Ponselnya kembali bergetar. Pesan baru dari Daniel.

[Tapi ini penting, Nyonya.]

Bella menggigit bibir bawahnya. Kali ini, ia harus lebih berhati-hati. Tidak boleh membuat kesalahan lagi. Setidaknya, sampai program kehamilan berhasil dan posisinya sebagai Nyonya Gavin aman sepenuhnya.

***

Dua hari berlalu dengan lambat. Di kontrakannya yang sempit dengan cat kusam yang mulai mengelupas, Livia duduk meringkuk di tepi tempat tidur saat ponselnya berdering. Nama Elena muncul di layar. Dengan tangan yang sedikit gemetar, ia menggeser ikon hijau.

"Halo, El ...?"

"Liv! Aku baru saja mendapatkan apartemen yang cocok!" Suara Elena terdengar bersemangat di seberang sana. "Lokasinya dekat dengan kantorku. Kira-kira hanya sekitar sepuluh menitan jika jalan kaki."

Livia tersenyum tipis, setitik kehangatan meresap di hatinya yang beku. "Benarkah?"

"Iya! Apartemennya tidak besar, tapi cukup nyaman. Ada dua kamar, jadi kita masing-masing punya privasi. Oh, ya, dan ada balkon kecil yang menghadap ke arah timur. Kamu bisa menikmati matahari terbit sambil minum kopi. Gimana? Asik, kan?"

"Kedengarannya bagus, El ...."

"Ayo, mulai berkemas. Aku akan menjemputmu nanti malam." Suara Elena terdengar antusias. "Aku tidak ingin kamu terus-terusan sedih karena tinggal di rumah yang penuh kenangan buruk itu."

Air mata kembali menggenang di pelupuk mata Livia. "Terima kasih, El. Aku tidak tahu harus bagaimana kalau tidak ada kamu."

"Hey, itu gunanya sahabat, kan?" Elena tersenyum, suaranya menenangkan. "Mulai sekarang, kita akan menghadapi semuanya bersama-sama. Oke?."

Setelah menutup telepon, Livia bangkit perlahan. Matanya menyapu seisi kontrakan yang telah menjadi rumahnya selama bertahun-tahun. Tempat ini penuh kenangan, baik yang manis maupun yang pahit. Terutama kenangan bersama sang ayah, satu-satunya orang yang benar-benar menyayanginya setelah ibunya meninggal.

Dengan langkah tertatih, Livia mengeluarkan koper usang dari bawah tempat tidur. Membukanya lebar-lebar, ia mulai melipat pakaiannya satu per satu. Untunglah, barang-barangnya tidak terlalu banyak, hanya beberapa helai pakaian, dua pasang sepatu, sebuah tas, dan sedikit pernak-pernik.

Selama ini, Livia jarang sekali berbelanja. Uang gajinya sebagai cleaning service selalu habis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, terutama setelah sang ayah sakit dan harus rutin kontrol ke rumah sakit, ditambah Rita dan Sandra yang banyak menuntut membuat beban finansial Livia semakin berat.

Setelah hampir selesai berkemas, Livia terdiam sejenak. Masih ada satu ruangan yang belum ia kunjungi, yaitu kamar mendiang ayahnya. Dengan langkah berat, ia mendorong pintu kayu yang sedikit berderit. Aroma khas sang ayah langsung menyeruak, membuat dadanya sesak oleh rindu.

Kamar itu sangat sederhana, hanya ada sebuah ranjang single, lemari pakaian kecil, dan meja kecil di sudut ruangan. Semenjak ayahnya sakit, ibu tirinya itu memang tidak mau tidur sekamar lagi dengannya karena tidak mau terganggu dengan rintihan kesakitan di tengah malam.

"Ayah ... aku akan pindah," bisiknya, seolah sang ayah masih bisa mendengar. "Tapi aku janji akan sering mengunjungi makam Ayah."

Livia bangkit, membuka lemari pakaian sang ayah. Baju-baju sederhana berjajar rapi—beberapa kemeja kerja, celana kain, dan dua sweater tua. Ia memilih beberapa helai, bermaksud membawanya sebagai kenang-kenangan.

Saat melipat sebuah kemeja biru tua—kemeja favorit ayahnya—Livia merasakan sesuatu yang mengganjal di saku. Jemarinya merogoh ke dalam, mengeluarkan sebuah foto usang yang sudah menguning. Seorang wanita muda tersenyum ke arah kamera, rambutnya panjang tergerai, wajahnya cantik dan lembut. Di balik foto itu, tertulis satu nama dengan tinta biru "Evita".

Livia menatap foto itu lekat-lekat, dahinya berkerut. Ia sama sekali tidak mengenal wanita ini. Tapi, ia ingat kata-kata terakhir sebelum sang Ayah menghembuskan napas terakhirnya. "Carilah Evita!"

"Siapa dia?" Livia bermonolog, jemarinya mengusap wajah wanita misterius yang tersenyum dalam bingkai kertas usang. "Dan apa artinya bagi Ayah? Mengapa Ayah menyimpan foto ini?"

Livia memasukkan foto itu ke dalam dompetnya. Mungkin ia akan mencari tahu tentang Evita suatu hari nanti.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Neng Heryani
kira kira siapa wanita yg ada di Poto itu ... apa hubungannya yu kita lanjut membaca
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 131

    "Mobil saya sengaja ditabrak mobil lain beberapa kali hingga terguling," kata Gavin dengan nada rendah, matanya menatap kosong ke taman. "Saya masih ingat jelas, mobil itu menabrak dari samping dua kali, kemudian dari belakang dengan kecepatan tinggi sampai mobil kami terbalik."Daniel menarik napas dalam-dalam, wajahnya mengeras. "Saya sangat yakin kalau itu orang suruhan keluarga Bella," desisnya dengan rahang mengeras."Kemungkinan besar," angguk Gavin. "Timing-nya terlalu pas. Tepat setelah Bella dipenjara, tiba-tiba saya mengalami 'kecelakaan' seperti itu.""Mereka sudah kelewat batas! Untung saja Anda dan Livia selamat, kalau sampai ... Saya tidak akan pernah memaafkan mereka.""Maka dari itu saya sudah minta pengacara untuk menindaklanjuti ini," kata Gavin sambil mengepalkan tangannya. "Tidak boleh ada yang lolos. Livia dan Alaric harus aman."©©©Tidak lama kemudian, suara klakson mobil berbunyi. Sekuriti membukakan pintu gerbang untuk seorang pria yang berada di dalam mobil

  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 130

    Tiga hari berlalu dengan cepat. Pagi itu, sinar matahari menyusup masuk melalui jendela kamar rawat VVIP, menerangi wajah damai Livia yang tengah menyusui Alaric. Suasana hangat itu terpancar dari kedekatan ibu dan anak yang baru saja bersatu kembali."Sudah siap pulang, sayang?" tanya Gavin sambil mengelus rambut Livia dengan lembut.Livia mengangguk sambil tersenyum, meski masih terlihat sedikit lelah. "Sudah tidak sabar ingin membawa Alaric ke rumah."Evita yang duduk di kursi samping tempat tidur langsung berdiri dengan antusias. "Ayo, biar Mama yang gendong Alaric," katanya sambil mengulurkan tangan, matanya berbinar-binar menatap cucunya.Dengan hati-hati, Livia menyerahkan Alaric ke pelukan Evita. Wajah Evita langsung berseri-seri, seolah semua kepedihan bertahun-tahun hilang seketika saat memeluk cucu pertamanya."Lihat betapa tampannya cucu Mama," gumam Evita sambil mencium pipi mungil Alaric. "Mirip sekali dengan Gavin, tapi matanya persis seperti kamu waktu kecil."Gavin te

  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 129

    Evita menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian untuk membuka luka lama yang sudah bertahun-tahun ia pendam."Malam itu," mulai Evita sambil terisak, "aku dan seorang pria memutuskan untuk kawin lari. Aku sangat mencintai dia, walaupun ibuku menentang keras karena dia hanyalah seorang sopir. Ibuku ingin aku menikah dengan pria yang sederajat, dari keluarga kaya, tapi rasa cintaku sangat besar padanya. Aku tidak peduli dengan status sosial."Livia mendengarkan dengan seksama, tangannya mencengkeram lengan kursi dengan erat."Kami pergi ke sebuah perkampungan terpencil dan menikah secara sederhana. Tak lama kemudian aku hamil, dan melahirkan seorang putri yang sangat cantik." Evita menatap Livia dengan mata berkaca-kaca. "Walaupun hidup kami pas-pasan dan aku harus beradaptasi dengan kehidupan yang berubah 180 derajat—dari mewah menjadi sederhana—tapi itu bukanlah menjadi penghalang. Secara batin aku sangat bahagia memiliki pria itu dan bayi kecilku."Suara Evita semakin be

  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 128

    Evita menoleh, wajahnya pucat pasi mendapati Livia yang sudah berdiri di ambang pintu bersama Gavin. Matanya membulat kaget, dan untuk sesaat ia kehilangan kata-kata. Tangannya yang dipenuhi gelang dan jam tangan mahal sedikit bergetar."Sa-saya ingin menjengukmu, tapi mereka menahan saya," kata Evita dengan suara tergagap, berusaha menenangkan diri sambil melirik nervous ke arah petugas keamanan.Salah satu petugas keamanan langsung membungkuk pada Gavin. "Maaf, Tuan, saya sudah berusaha mencegah nyonya ini untuk masuk tetapi beliau memaksa. Beliau terus berteriak ingin bertemu dengan Tuan dan Nyonya."Gavin mengangguk dengan tenang. "Tidak apa-apa, terima kasih sudah menjaga dengan baik."Kemudian Gavin beralih pada Evita. "Silakan masuk, Bu Evita."Evita masuk dengan langkah perlahan. Begitu memasuki ruangan, ia langsung mendekati Livia dan tanpa ragu-ragu mengelus rambut panjang Livia dengan penuh kasih sayang. Sentuhan tangannya begitu lembut, seolah takut Livia akan menghilang.

  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 127

    Livia menghela napas panjang. "Masih diselidiki oleh polisi. Gavin curiga ada yang sengaja menabrak kami, tapi kita belum punya bukti."Elena mengerutkan dahi, kekhawatiran tergambar jelas di wajahnya. "Ini pasti ada hubungannya dengan drama kemarin, bukan?"Tidak lama kemudian, pintu kembali terbuka. Daniel dan Aruna masuk dengan wajah cemas namun lega melihat kondisi Livia dan Gavin."Syukurlah kalian selamat," kata Aruna sambil menghampiri Livia dan memeluknya."Kami sangat khawatir," tambah Daniel, matanya berkaca-kaca. "Dika menelepon dengan nada panik, kami pikir terjadi sesuatu yang buruk.""Justru ada keajaiban," kata Livia sambil menunjuk ke arah Gavin yang menggendong Alaric. "Bayi kami lahir dalam perjalanan ke rumah sakit."Aruna terkesiap, tangannya menutup mulut karena terkejut sekaligus terharu. "Ya Tuhan! Jadi dia lahir di ambulans?""Ya, dengan bantuan paramedis yang luar biasa," jawab Gavin.Aruna menghampiri Gavin, menatap bayi dalam gendongannya dengan mata berkaca

  • Dicampakkan Calon Suami, Dikejar Tuan Kaya Raya   Bab 126

    Dalam hitungan jam, pemberitaan tentang kecelakaan yang menimpa mobil mewah Gavin telah menyebar bagai api dalam sekam. Video amatir yang direkam oleh pengendara lain memperlihatkan mobil Mercedes hitam yang ringsek parah di tengah jalan tol, dengan ambulans yang datang untuk mengevakuasi korban. Media sosial dipenuhi spekulasi dan komentar, sementara stasiun televisi berlomba-lomba menyiarkan berita terbaru tentang kecelakaan yang melibatkan pengusaha muda yang baru-baru ini viral karena konflik dengan keluarga mantan istrinya.Tim forensik polisi bekerja dengan cermat di lokasi kecelakaan, mengumpulkan setiap jejak yang tersisa. Serpihan kaca, bekas rem di aspal, dan reruntuhan logam difoto dari berbagai sudut. Seorang investigator senior mengerutkan dahi saat memeriksa pola kerusakan pada mobil Gavin."Ini bukan kecelakaan biasa," gumamnya pada rekan kerjanya. "Lihat sudut benturannya—ini seperti sengaja ditabrak."©©©Di kantornya, Elena sedang fokus menyelesaikan pekerjaannya ket

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status