Share

Dijatah Seember Air Seusai Melahirkan
Dijatah Seember Air Seusai Melahirkan
Penulis: Ria Abdullah

dijatah

Apa yang cukup dengan air yang hanya satu ember, di saat kau harus memasak, mencuci, punya bayi dan ingin mandi.

*

Mungkin impian untuk menikah dan membangun keluarga bahagia jauh dari harapan bak jauhnya gunung Tambora dan pulau Moyo. Aku yang tadinya datang ke dalam keluarga ini dengan penuh asa serta sukacita sebagai menantu baru yang akan dibahagiakan dan coba berbakti pada semua orang, harus pupus harapan.

Tadinya mereka baik, tapi setelah beberapa purnama bergulir, sifat asli mereka terlihat sempurna.

Bagaimana tidak, aku diboyong tinggal ke sebuah lingkungan yang terdiri dari beberapa rumah, di mana rumah orang tua dikelilingi oleh rumah anak anak mereka. Semua anak mantu berada dalam pantauan orang tua Kak Aidil suamiku.

Semua kegiatan, pekerjaan kebun, tugas kebersihan rumah, pembagian hasil, terlebih jumlah uang ditentukan oleh mertua, ibu mertua.

Tadinya aku ikut ikut saja, seperti menantu lain yang hanya manut diatur sedemikian rupa. Tapi setelah lama kelamaan, hari hari berganti, aku hamil dan melahirkan, diri ini makin merasa sesak hati.

Bayangkan, kebutuhan sehari hari semakin bertambah sementara harga barang meningkat. Aku harus lebih banyak makan dan mendapat asupan gizi, juga punya keperluan pribadi, anakku butuh pakaian, popok, dan beberapa peralatan bayi, tapi apalah dayaku, aku tak punya uang sama sekali.

Dan yang lebih menyesakkan hati, tiap tiap menantu harus berhemat dan mencukupi sepuluh hingga dua puluh ribu sehari, ditambah seember sedang air yang harus tak harus, cukup untuk satu hari.

Gila tidak?

Mungkin gila bagi orang lain, tapi, bagi ibu mertua dia punya filosofi tertentu dalam mendisiplinkan anak dan membangun keluarga. Entah ilmu dari mana, yang pasti setiap menantu harus pandai mengendalikan diri, mengendalikan kebutuhan, pandai mengatur belanja dengan selembar uang ungu dan mencukupi, (mohon maaf) seember air laknat yang selalu membuat diri ini menangis tersedu-sedu tiap hati.

Betapa tidak, bayiku masih merah, artinya dia masih sering buang air, tentu cucian menumpuk, jangankan untuk beli popok, beli lauk pun tak punya uang. Tapi aku tak bisa mengatakan bahwa mertuaku adalah orang miskin. Dia punya kebun yang luas, sawah serta lahan jagung yang sekalinya panen bisa ratusan juta.

Orang-orang merasa aku beruntung bisa menjadi menantu Juragan Herudin dan istrinya Hatimah, mereka mengira hidupku berada dalam surga. Karena di mata warga, kedua pasangan suami-istri itu adalah pasangan yang dihormati, terkenal mampu dan dermawan terlebih pada sumbangan masjid dan kegiatan swadaya masyarakat. Sayangnya, untuk keluarga sendiri, kami para anak terlebih menantu hanya bisa gigit jari.

Entah kepelitan macam apa itu, yang pasti, setiap kali masuk ke kamar mandi dan melihat ember ukuran sedang yang airnya tinggal sedikit aku hanya bisa kesal, sesak dada tapi hanya bisa menahan sensasi gondoknya di tenggorokan.

Cucianku menumpuk menimbulkan bau, baju bayiku hanya bisa kucuci sebagian karena sisa airnya akan kupakai cuci piring dan memasak. Hidupku seakan berada di penjara yang menyakitkan. Jangankan untuk bermimpi melaundry pakaian, untuk beli sabun pun ibu mertua yang menjatah.

Seminggu sekali akan ada jatah lima kilo beras, serenteng sabun cuci dan uang seratus ribu.

Aku tidak habis pikir padahal suamiku bekerja siang malam di kebun orang tuanya, sekalinya panen kelapa dan sayuran hasilnya bisa jutaan.

Mengapa ibu mertua pelit sekali terhadapku menantunya.

Oh ya, bukankah wanita nifas harus lebih banyak mandi untuk menghilangkan sakit dan menyegarkan badan? Sangat jauh mimpi untuk bisa puas membersihkan badan, kecuali seperti bebek yang tercebur ke kali. Mandi hanya tiga sampai lima gayung, jangankan sakit kepala bisa hilang, merasa segar pun tidak.

Kadang di puncak kekesalan dan bosan, aku hanya menjerit, merasa diri mulai terkena depresi pasca melahirkan, mulai merasa tersakiti dan dikungkung aturan konyol ibu mertua.

"Padahal air sumur melimpah, kalau pun mati lampu, tandon sudah terisi penuh. Mengapa Ibu mertua mengendalikan keran air yang mengarah ke kamar mandi menantunya?"

Aku menangis dengan rasa terdzolimi yang bertumpuk-tumpuk.

Akhirnya, karena sudah merasa tidak tahan aku pergi menemui ibu mertua di rumah induk, dia yang terlihat sedang makan buah nampak mengernyitkan sebelah alis ketika aku mendatanginya.

"Ibu bolehkah saya minta air sedikit lebih banyak, karena harus cuci baju bayi yang terkena kotoran dan gumoh, saya juga harus mandi karena meriang, saya juga ingin bersihkan kamar mandi yang sudah kotor."

"Bukankah pagi tadi sudah ku jatah kau airmu?"

"Iya, tapi setelah Kak Aidil mandi airnya tinggal sedikit."

"Solusinya gampang, pergilah ke sumur buka penutup sumur lalu menimbalah sampai kau puas," ucapnya sambil menggigit buah delima.

"Andai saya tidak sakit, mungkin saya tidak akan meminta bantuan seperti ini Ibu."

"Kamu tahu tidak kita belum panen token listrik sangat mahal, segala sesuatu aku yang menanggungnya dan aku pusing!" bentak mertuaku dengan matanya yang melotot bengis.

"Kalau begitu kenapa tidak izinkan kami patungan, masing-masing anak mendapatkan jatah lalu kami akan mengcover sendiri kebutuhan, Ibu?" Dengan menahan ketakutan Aku mengucapkan hal itu.

"Entah seperti apa aturan keluargamu, tetapi aturan yang berlaku di tempat ini adalah aturanku. Anak dan menantuku yang sudah hidup lebih lama darimu di tempat ini, tidak pernah protes. Mengapa kau yang baru datang kemarin sore lantas ingin mengatur-aturku?!"

Aku yang sudah kehabisan kata-kata tidak bisa berbicara lagi, selain hanya bisa menghapus air mata, lalu membalikkan badan untuk kembali ke rumah.

"Tuhan, andai buah dadaku tidak sakit karena bengkak, andai tubuhku tidak panas dingin oleh meriang dan jahitanku sakit, andai Aku tidak sedang punya bayi yang masih selalu menangis dan ingin ditimang, andai tubuhku tidak sering gemetar karena kekurangan energi dan gizi ... andai aku kuat dan sehat, niscaya aku kuras sumur itu sampai tidak bersisa setitik pun air!

Beri aku kecerdikan ya Allah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status