Share

Penolakan Aulia

Aulia dan Rafael berboncengan menuju tempat bekerja Aulia. Sesekali mereka berbincang tentang pelajaran yang tidak mereka sukai. Kadang mereka tertawa dengan senangnya karena obrolan konyol mereka. Keduanya nampak tak ada beban padahal saat ini Aulia tengah menghadapi masalah yang cukup membebani pikirannya.

Tak lama mereka pun tiba di cafe tempat Aulia bekerja. Aulia turun dan memberikan helm yang ia pakai pada Rafael.

"Terimakasih ya, Raf. Karena kau aku jadi cepat sampainya" ujar Aulia tulus.

"Santai, kau adalah temenku. Sudah sewajarnya aku membantumu. Nanti kalau aku sedajg butuh bantuan, giliran kau yang membantuku" jawab Rafael.

"Oke ..., oke ...," ujar Aulia mengerti.

Rafael tengah menggantungkan helm yang tadi dipakai Aulia, namun tiba-tiba ponsel Aulia berdering. Aulia pun mengambil ponselnya dari dalam tas dan melihat nama neneknya di layar ponselnya.

"Nenekku" ujar Aulia sedikit panik karena neneknya menghubungi dia di jam kerjanya. Rafael yang melihat itu hanya bisa melihat sambil menunggu apa yang sebenarnya terjadi.

"Ya, Nek. Ada apa?" tanya Aulia cepat. Namun karena ia tengah berada di pinggir jalan. Aulia pun mengaktifkan mode pengeras.

"Ke rumah sakit sekarang, Aulia!" terdengar suara lemah dari balik ponsel Aulia.

"Kenapa? Nenek baik-baik saja, bukan?" tanya Aulia yang mulai panik.

"Nenek baik-baik saja. Tapi ada hal penting yang harus kau ketahui. Nenek tunggu sekarang, ya" ujar Nenek Aulia yang langsung memutuskan panggilan teleponnya secara sepihak.

Aulia dan Rafael saling menatap. Wajah Aulia diliputi rasa cemas yang berlebihan.

"Aku antar, ya" ujar Rafael kembali menawarkan diri.

"Lalu bagaimana dengan urusanmu, Raf?" tanya Aulia.

"Itu gampang! Nanti aku urus. Yang penting Nenek dulu sekarang!" kata Rafael.

"Terimakasih ya, Raf. Aku merepotkanmu lagi" ujar Aulia merasa bersalah.

"Ah, berisik kau. Ayo cepat naik!" kata Rafael yang mulai jengah ketika mode tidak enakkan Aulia muncul.

Aulia kembali menaiki motor matic Rafael. Mereka menuju rumah sakit dengan kecepatan tinggi.

"Pegangan!" ujar Rafael mengingatkan.

Aulia melabuhkan kedua tangannya di pinggang Rafael. Sedikit canggung karena dia tidak pernah melakukan hal tersebut pada laki-laki mana pun. Namun ia juga tidak bisa mengabaikan keselamatannya saat ini.

Tak lama mereka tiba di halaman rumah sakit. Dengan cepat Aulia berlari menuju kamar neneknya yang berada di lantai tiga. Rafael kehilangan jejak karena Aulia yang lebih dulu meninggalkannya. Rafael mengambil ponselnya dan mengirimkan Aulia pesan.

"Aku langsung pulang, ya. Kalau ada apa-apa, kabari aku!" tulisnya dalam pesan yang ia kirim pada Aulia.

* * *

Aulia tiba di ruangan neneknya dan sedikit terkejut melihat banyak beberapa laki-laki dewasa di dalam ruangannya di tambah seorang laki-laki yang sudah berumur duduk di samping brankar neneknya.

"Nenek ...," panggil Aulia dengan nafas menderu karena baru saja berlari.

"Sini, Sayang" kata Neneknya mengajak Aulia duduk di sisinya.

Aulia menurut meski tatapan matanya tertuju pada semua pria yang ada di depannya kini.

"Sayang, kenalkan ini Opa Hendra. Dia teman Kakek dan Nenek dulu" ujar Nenek Aulia.

"Salam kenal, Opa" ujar Aulia sopan sambil mencium punggung tangan  pria sepuh itu.

"Kau tumbuh besar, Aulia. Opa senang melihat kau tumbuh menjadi gadis yang bertanggung jawab dan cantik" ujar pria itu pada Aulia.

"Terimakasih, Opa" jawab Aulia canggung.

Aulia masih tidak mengerti mengapa neneknya harus menyuruh dia datang jika hanya untuk kedatangan teman lamanya. Bukankah dia tidak akan mengerti tentang masa lalu Kakek dan Neneknya dulu.

"Kedatangan Opa Hendra kesini untuk satu tujuan, yaitu menyampaikan amanah yang dibuat Kakek dan Opa dulu. Tepatnya sebelum Kakekmu meninggal. Dan ini juga sudah disetujui Papa dan Mamamu, Aulia" kata Opa Hendra mulai bicara.

"Amanah?" ujar Aulia bingung. "Amanah apa kalau Aulia boleh tahu?" tanya Aulia penasaran.

"Tentu saja kau harus tahu karena ini menyangkut dirimu sendiri" jawabnya yang kian membuat Aulia tidak mengerti.

"Maaf, Opa. Bisa bicara dengan jelas. Aulia tidak mengerti" jawab Aulia ragu.

Hendra tersenyum, baru saja Opa Hendra hendak menjelaskan seorang pria masuk keruangan Nenek Aulia. Dan orang itu membuat Aulia kaget bukan kepalang karena kehadirannya.

"Kau ...," kata Aulia dan pria itu bersamaan.

"Kalian sudah saling kenal?" tanya Opa Hendra pada keduanya.

"Iya, Opa. Dia pegawai magang yang aku terima di perusahaan kita tadi siang" jawab pria yang tak lain adalah Ganendra.

Aulia dan Ganendra saling menatap namun tidak lama karena keduanya kembali berpaling muka.

"Baguslah kalau begitu. Semuanya jadi lebih mudah, Win" ujar Opa Hendra pada Nenek Aulia. Nenek Aulia hanya tersenyum menanggapinya.

"Ada apa Opa menyuruh aku kemari?" tanya Ganendra.

"Jadi begini, Kakek Aulia dan Opa dulu berteman dan saat perusahaan keluarga Prahardja sedang berada dipuncaknya, Kakek Aulia dan Opa membuat kesepakatan. Kesepakatan itu terkait kalian berdua karena saat itu kau baru saja lahir, Gane" ujar Opa Hendra menjelaskan.

"Apa isi kesepakatan yang kalian buat, Opa?" tanya Ganendra penasaran.

"Kesepakatannya adalah, kalau anak Wijaya dan Arini perempuan maka akan dijodohkan denganmu, tapi jika laki-laki maka akan dijadikan saudaramu. Ini kami buat untuk mempertahankan kejayaan perusahaan pada masa itu" ujarnya.

Aulia kaget bukan kepalang saat nama kedua orang tuanya disebutkan oleh Opa Hendra yang berarti pula anak perempuan yang Opa Hendra maksudkan adalah dirinya sendiri.

"Maksud Opa aku dan Bapak ini dijodohkan?" tanya Aulia memastikan.

"Benar, Sayang!" sela Nenek Aulia.

Aulia terduduk lemas di atas brankar neneknya. Sementara Ganendra menatap tidak suka pada reaksi Aulia.

"Apakah aku sebegitu tidak menariknya sampai-sampai dia begitu lemas setelah mendengar penjelasan Opa" gerutu Ganendra dalam hati.

"Kenapa kalian bisa membuat kesepakatan mengenai masa depan seseorang?" tanya Aulia tidak terima.

"Saat itu kami tidak benar-benar ingin melaksanakannya karena kami memikirkan kalian. Namun saat kakekmu mulai mengalami kebangkrutan, dia menagih kembali janji yang sudah kami buat untuk membuat kamu merasa aman. Dan itu tepat dua hari sebelum kakekmu meninggal" jelasnya.

"Maaf, Opa. Aku tidak bisa menerima perjodohan ini!" kata Aulia tegas.

Suasana nampak hening seketika setelah mendengar penolakan yang Aulia katakan pada Opa Hendra.

"Aulia, ini amanah kakekmu sendiri!" kata Winda, Nenek Aulia menyela.

"Tapi, Nek ..., aku tidak bisa menikah begitu saja. Aku tidak mengenal orang itu dan yang lebih penting aku tidak mencintainya!" jawab Aulia sambil menunjuk pada Ganendra.

Mendapatkan penolakan yang berulang kali membuat harga diri Ganendra terluka. Ganendra tidak menyangka kalau ia akan ditolak oleh gadis rendahan seperti Aulia. Di saat para gadis lainnya berlomba-lomba untuk berdekatan dengannya bahkan ada yang rela naik ke atas ranjangnya hanya untuk menarik simpati Ganendra. Sementara Aulia menolaknya mentah-mentah bagai barang yang tidak bernilai harganya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yhullia Naru
Keren sekali ceritanya ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status