Beberapa hari kemudian, Ayu sudah mulai menjalani aktivitas seperti biasanya. Ia tidak ingin larut dalam kesedihannya terus menerus. Dan untuk kejadian malam itu Ayu akan lupakan, ia akan menganggap jika itu hanyalah angin lalu.
"Pagi, Sayang," sapa Ratna —mama Ayu— dengan senyum lembut terukir di bibirnya. Ia sekarang sedang sarapan bersama suaminya. "Pagi, Ma, Pa," jawab Ayu sembari duduk di kursi, meja makan. "Mau sarapan pakai apa? Nasi goreng atau roti?" tanya Ratna ketika Ayu sedang meminum susu yang sudah ada di atas meja. Ayu mengusap mulutnya, membersihkan sisa susu yang mungkin tertinggal di sana. "Nggak usah, Ma. Aku sarapan nanti di kantor aja," tolak Ayu, "kalau begitu aku berangkat ya, Ma, Pa," lanjut Ayu sembari mencium pipi kedua orang tuanya, lalu pergi. Galih dan Ratna menatap kepergian putri mereka. Ada tatapan sedih di sorot mata Ratna saat melihat putrinya seperti itu. Setelah itu, ia mengalihkan tatapannya pada sang suami. "Pa, apa Papa udah putusin semua hubungan dengan keluarga Rio?" tanyanya. "Sudah, Ma. Walaupun mereka nggak terima, tapi Papa tetap putusin semuanya. Aku nggak rela Rio memperlakukan Ayu seperti itu." "Mama tuh kasian sama Ayu, Pa. Padahal rencana pernikahan mereka 'kan udah nggak sampai satu bulan, tapi malah ada kejadian kek gini," ucap Ratna sedih. "Papa malah bersyukur, Ma. Untung aja, Ayu tahu kelakuan Rio sekarang. Gimana kalau dia tahu waktu mereka udah nikah? Bakal lebih sedih lagi si Ayu." "Iya juga sih, Pa. Tapi Mama tetep sedih rasanya, Ayu kek mayat hidup. Dia nggak pernah mau makan, kerjaannya kerja terus sekarang, nggak kenal waktu," ucap Ratna khawatir. "Mama nggak usah khawatir, Papa akan pantau Ayu. Papa nggak akan biarin dia ngelakuin hal aneh-aneh," ujar Galih mencoba menenangkan istrinya. Ratna mengangguk. "Ya udah, kalau gitu Papa berangkat kerja dulu. Mama baik-baik di rumah." Ratna kembali mengangguk. "Iya, Papa juga hati-hati di jalan," ucapnya yang kemudian mencium punggung tangan suaminya. —oOo— Ayu memarkirkan mobilnya di depan kantor papanya. Ia keluar dari dalam mobil, namun baru saja ia keluar dari dalam mobil tangannya sudah dicekal seseorang. Ayu menoleh dan menatap orang itu, seketika matanya melebar. "Rio?" gumam Ayu pelan, tidak menyangka akan bertemu dengan Rio di sana. "Apa yang kamu lakuin di sini? Lepas!" sentak Ayu sembari mencoba melepaskan cekalan tangan Rio. "Kita harus bicara, Yu. Masalah waktu itu, kamu cuma salah paham, kamu harus dengar penjelasan aku," ucap Rio yang semakin mengeratkan genggaman tangannya pada pergelangan tangan Ayu. "Salah paham?" Ayu tertawa getir. "Hal kayak gitu kamu bilang salah paham? Jelas-jelas aku liat kamu sedang ... ah, sudahlah! Aku nggak mau bahas soal itu lagi. Hubungan kita itu udah selesai, mending kamu pergi dan pikirin tuh cewek sialan, jangan sampai dia hamil di luar nikah," ucap Ayu sambil menghempaskan tangan Rio dengan keras hingga genggaman tangan Rio terlepas. Setelah itu, ia berjalan cepat, masuk ke dalam kantor. "Ayu!" panggil Rio. "Yu! Please beri aku kesempatan, aku nggak mau pisah sama kamu. Please maafin aku," teriaknya sembari berusaha mengejar Ayu. Namun, sayang, waktu ia hampir mengejar Ayu, ia dihadang oleh sekuriti di sana, membuat Ayu semakin jauh. "Minggir!" bentak Rio pada dua sekuriti di hadapannya. "Maaf, Pak, anda tidak boleh masuk." Rio menatap dua sekuriti itu dengan tajam. "Apa kalian tidak tahu saya siapa? Saya ini calon suami Ayu Cempaka, anak dari pemilik perusahaan ini! Jadi minggir!" ucapnya sambil berusaha masuk ke dalam. "Maaf, Pak, Anda tetap tidak boleh masuk!" ucap salah satu sekuriti sambil menahan Rio. "Ini adalah perintah dari Pak Galih sendiri. Beliau mengatakan jika Anda tidak boleh masuk dan mengganggu Ibu Ayu. Jadi saya mohon, lebih baik Anda pergi dan jangan buat keributan di sini." Rio menatap sekuriti itu dengan tajam, tangannya mengepal, menahan emosi di dalam dadanya. Setelah itu, ia menatap ke dalam kantor di mana Ayu masuk tadi. "Kamu liat saja, Yu. Aku nggak akan pernah lepasin kamu! Sampai kapanpun kamu harus menjadi istriku!" Sementara itu, Ayu yang tadi masuk ke dalam kantor ternyata masih di lobby. Ia sesekali mengintip ke luar untuk melihat apa Rio sudah pergi atau belum. Hingga akhirnya, setelah cukup lama Rio akhirnya pergi juga, membuat Ayu bisa bernapas lega. "Akhirnya dia pergi juga," gumamnya. Ia kemudian beranjak dari tempatnya, berjalan menuju lift. Namun, baru saja ia sampai di depan lift, ia seperti mendengar suara familiar seseorang. Ayu menoleh dan menatap orang yang berada di depan meja resepsionis, sontak saja kedua mata Ayu melebar saat melihat orang itu. Dengan gerakan cepat Ayu kembali menghadap ke pintu lift yang belum terbuka agar orang yang ada di depan meja resepsionis tidak melihatnya. "Kenapa dia bisa di sini? Untuk apa seorang pria penghibur di kantor Papa?" gumamnya sangat pelan, hingga seperti bisikan. Ayu pelan-pelan menatap ke meja resepsionis. Katanya semakin melebar saat ia melihat pria malam itu hendak berjalan ke arahnya. "Mati aku!" makinya yang kemudian masuk ke dalam lift yang kebetulan sudah terbuka dan segera menekan tombol agar pintu lift tertutup. Namun, terlambat, belum sepenuhnya pintu lift tertutup, sebuah tangan sudah menahannya agar pintu lift kembali terbuka. "Kita bertemu lagi, Nona.""Kita bertemu lagi, Nona," ucap Ashraf sembari tersenyum pada Ayu, senyum penuh arti yang membuat bulu kuduk Ayu meremang seketika. Ayu tidak menjawab, ia hanya menatap Ashraf sesaat dengan tatapan tidak suka. Setelah itu, ia memalingkan wajahnya ke arah lain. Mendapat perlakuan cuek dari Ayu, Ashraf sama sekali tidak marah, ia malah tersenyum tipis dan masuk ke dalam lift, berdiri di sebelah Ayu. Sementara asistennya, berdiri satu langkah di belakang Ashraf. Perlahan lift bergerak naik, Ayu merasakan ketegangan yang semakin menyesakkan. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya dengan keberadaan Ashraf. Meskipun ia berusaha tenang, tetapi tubuhnya tidak bisa berbohong. Keringat dingin mulai muncul di sekujur tubuhnya. "Sebenarnya untuk apa dia di sini? Jangan bilang dia mau bilang kejadian malam itu sama Papa," ucapnya di dalam hati dengan sorot mata tajam ke arah Ashraf. Ashraf yang sedang menatap pantulan dirinya sendiri, tersenyum melihat tatapan yang Ayu berikan padanya.
Beberapa hari kemudian, Ayu sudah mulai menjalani aktivitas seperti biasanya. Ia tidak ingin larut dalam kesedihannya terus menerus. Dan untuk kejadian malam itu Ayu akan lupakan, ia akan menganggap jika itu hanyalah angin lalu. "Pagi, Sayang," sapa Ratna —mama Ayu— dengan senyum lembut terukir di bibirnya. Ia sekarang sedang sarapan bersama suaminya. "Pagi, Ma, Pa," jawab Ayu sembari duduk di kursi, meja makan. "Mau sarapan pakai apa? Nasi goreng atau roti?" tanya Ratna ketika Ayu sedang meminum susu yang sudah ada di atas meja. Ayu mengusap mulutnya, membersihkan sisa susu yang mungkin tertinggal di sana. "Nggak usah, Ma. Aku sarapan nanti di kantor aja," tolak Ayu, "kalau begitu aku berangkat ya, Ma, Pa," lanjut Ayu sembari mencium pipi kedua orang tuanya, lalu pergi. Galih dan Ratna menatap kepergian putri mereka. Ada tatapan sedih di sorot mata Ratna saat melihat putrinya seperti itu. Setelah itu, ia mengalihkan tatapannya pada sang suami. "Pa, apa Papa udah putusin sem
Ayu terdiam. Pikirannya kacau. Ia tidak ingin percaya dengan ucapan Ashraf. Namun, tubuhnya membuktikan semuanya dan membuatnya tidak bisa menyangkal. Ia kemudian mengusap wajahnya dengan kasar. “Dengar,” ucapnya pelan, namun tegas. Matanya menatap lurus ke arah Ashraf. “Aku tidak tahu siapa kamu sebenarnya, dan aku tidak peduli. Yang aku tahu, malam tadi adalah kesalahan. Aku ingin kamu … melupakan semuanya. Seolah-olah tidak pernah terjadi.”Ashraf menatap Ayu dalam, seolah ingin membaca lebih dari sekadar kata-kata yang baru saja keluar dari bibir Ayu. Namun, ia tidak berkata apa-apa.Tanpa menunggu balasan, Ayu menunduk, mengambil pakaian yang berserakan di lantai satu per satu. Gerakannya cepat namun tetap menjaga selimut menempel di tubuhnya. Begitu semua pakaian terkumpul di pelukannya, ia berjalan menuju kamar mandi. Namun, sebelum ia menutup pintu, ia berbalik sejenak, membuka dompet kecil dari dalam tasnya yang tergeletak di meja, lalu menarik beberapa lembar uang.“Ini,” k
Ayu menoleh dan mendongakkan wajahnya menatap pria yang ada di sampingnya. Pria yang sudah dengan seenaknya memeluk pinggangnya. Dengan mata yang menunjukkan keteguhan, Ayu menatap pria di sampingnya yang berbalut jas hitam. Jas itu tampak sempurna melingkupi tubuh kekar pria itu, mempertegas setiap garis dan lekuk ototnya yang terlatih. Pria tersebut membalas tatapan Ayu dengan sorot mata yang tajam dan gelap, seolah-olah ada lautan misteri yang tersembunyi di baliknya.Atmosfer di sekitar mereka menjadi tegang, namun penuh dengan magnetis yang aneh, menarik Ayu semakin dalam ke dalam aura pria tersebut. "Kamu siapa?" tanya Ayu dengan wajahnya yang memerah akibat pengaruh alkohol. Pria tua yang mendengar pertanyaan dari Ayu tertawa sinis. "Anda mengklaim dia wanita Anda, tapi dia tidak mengenal Anda, Tuan," ucap pria tua itu. Pria di samping Ayu menatap pria tua di hadapannya dengan tajam. "Perlu bukti jika dia milik saya, hm? Baik, akan saya buktikan," ucap pria itu yang tanpa ab
Ayu membuka kedua bola matanya saat sinar mentari pagi yang masuk melalui celah gorden mengenai matanya. Namun, belum sampai ia membuka penuh matanya, ia merasakan kepalanya terasa sakit dan sangat berat. Ia lalu memegang kepalanya mencoba mengurangi rasa sakit di kepalanya tetapi sama saja, tindakannya itu tidak mengurangi rasa sakit yang mendera kepalanya. Ayu memaksakan diri untuk terus membuka kedua matanya. Ia mengernyit dan memandang langit-langit kamar yang terlihat sangat asing. Ini bukan kamarnya,lalu ini kamar siapa? Ayu menatap ke sekeliling dan jantungnya seakan berhenti berdetak saat mendapati sesosok pria tampan bertelanjang dada terbaring di sebelahnya. Detik berikutnya, ia menatap ke arah tubuhnya, seketika Ayu melebarkan kedua bola matanya saat menyadari penampilan dirinya yang tidak jauh beda dari pria di sebelahnya bahkan banyak tanda merah di seluruh tubuhnya. Ayu seketika bangkit duduk sambil menutup tubuhnya dengan selimut. Jantungnya berdebar kencan