Share

Bab 4. Bertemu Lagi

Author: Saraswati_5
last update Last Updated: 2025-05-07 14:00:12

Bulu kuduk Ayu meremang seketika mendengar ucapan pria di hadapannya itu. Namun, Ayu segera bersikap biasa, walaupun sebenarnya jantungnya tidak baik-baik saja.

"Maaf, apa kita saling mengenal?" tanya Ayu pura-pura tidak kenal.

Sang pria yang ternyata Ashraf itu, menarik ujung bibirnya. Ia menatap Ayu penuh makna. "Kita memang tidak saling mengenal. Tapi ... apa kejadian malam itu tidak berarti di hidup Nona, sampai Nona melupakannya?"

Deg!

Jantung Ayu seakan berhenti berdetak. Tenggorokannya pun mendadak terasa kering, membuatnya kesulitan menelan salivanya. Namun, dengan segera Ayu menetralkan ekspresinya dan menatap pria di hadapannya dengan dingin.

"Maaf, Tuan. Sepertinya, Anda sudah salah orang. Kita sama sekali belum pernah bertemu dan ini kali pertama kita bertemu." Ayu masih berusaha mengelak.

Ashraf menatap Ayu dengan tatapan penuh makna. "Benarkah? Tapi, saya masih ingat betul setiap inci dari wajah dan tubuh Anda, Nona," ucapnya dengan sorot mata nakal, menatap Ayu dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Wajah Ayu sontak berubah merah padam. Tangannya terkepal kuat hingga membuat buku-buku jarinya memutih. "Jangan bicara sembarangan, Tuan. Ucapan Anda bisa menimbulkan fitnah!"

Senyum di bibir Ashraf semakin lebar. Ternyata sangat mudah memancing perempuan di hadapannya itu.

"Saya tidak berbicara sembarangan, Nona. Saya bicara kenyataan. Jika Nona lupa, saya bisa membuat Nona ingat kembali dengan kejadian malam itu," ucapnya dengan senyum nakal.

Ayu mengeraskan rahangnya, menatap Ashraf dengan tatapan penuh emosi. "Sudah saya bilang jangan bicara sembarangan! Anda itu sudah salah orang! Jadi, jangan sok kenal!"

'Ting'

Bersamaan dengan itu, terdengar suara dentingan pintu lift yang terbuka, membuat Ayu menatap ke depan.

Tanpa pikir panjang, Ayu segera melangkah keluar tanpa sedikit pun menoleh ke arah Ashraf. Meninggalkan Ashraf yang tengah menatap Ayu dengan tatapan penuh makna.

"Kita lihat saja Ayu Cempaka, sampai kapan kamu bisa menghindar dariku."

—oOo—

Ayu terus melangkahkan kakinya menuju ruangannya. Ia menaruh tasnya di atas meja. Setelah itu, ia menjatuhkan tubuhnya di kursi kerjanya sambil mendesah kesal.

"Sialan banget tuh orang! Bisa-bisanya dia bilang kek gitu di depan orang lain. Padahal aku 'kan udah bayar dia banyak. Masa iya masih kurang?" ucap Ayu sambil mengingat kembali nominal yang ia tinggalkan malam itu.

Ayu menggelengkan kepalanya, merasa tidak yakin dengan kemungkinan itu. "Lagi pula, apa yang dilakukan seorang gigolo di sini sih? Nggak mungkin 'kan kalau dia mau bertemu seseorang di sini."

Detik selanjutnya, Ayu menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan mengusapnya dengan kasar. "Aakkhh! Masa bodo sama dia! Yang penting jangan sampai dia ketemu Papa dan bilang tentang kejadian malam itu!"

"Kejadian apa emang, Yu?"

Jantung Ayu mendadak seakan berhenti ketika mendengar pertanyaan itu. Ia sontak menatap ke arah pintu di mana seorang perempuan cantik dengan penampilan rapi berdiri di depan pintu ruangannya.

"T-tania ...."

Tania yang baru masuk ke ruangan Ayu menatap Ayu dengan bingung. Ia berjalan mendekat ke arah sahabatnya dan duduk di kursi yang ada di hadapan Ayu.

"Jawab aku, Ayu, kejadian apa? Kenapa kamu keliatan uring-uringan?"

"Bukan apa-apa kok, bukan masalah serius," ucap Ayu berbohong.

Tania menatap Ayu dengan tatapan penuh selidik. Ia lalu mengendikkan bahunya tak acuh, tidak mau memaksa sahabatnya untuk bercerita. "Oh iya, by the way dari kemarin kamu kok nggak bales chat dari aku? Kamu baik-baik aja 'kan?"

“Aku baik-baik aja kok. Kemarin nggak balas chat dari kamu karena lagi males aja," jawab Ayu yang enggan mengatakan yang sebenarnya.

"Males? Kamu males balas chat dari aku?" tanya Tania tidak percaya.

Ayu segera menggelengkan kepalanya dengan cepat, “Bukan, bukan gitu maksud aku, Tania."

"Terus?"

Ayu menghela napas pelan. "Aku lagi nggak mood megang HP aja."

Mendengar ucapan Ayu, Tania mengerutkan keningnya, merasa sangat aneh dengan sikap sahabatnya itu. Ayu yang biasanya tidak bisa lepas dari ponsel, tiba-tiba bilang jika ia sedang malas megang ponsel. Sungguh aneh bukan?

"Kamu bercanda 'kan?" tanya Tania dengan raut wajah tidak percaya.

Ayu menggeleng, "Enggak, aku nggak bercanda."

Tania tertawa pelan. "Jangan sembunyiin sesuatu dari aku, Yu. Jujur sama aku kalau sebenarnya kamu lagi ada masalah 'kan karena itu kamu males megang ponsel."

"Aku nggak ada masalah apa-apa, Tan. Aku emang lagi nggak mood aja liat semua hal di ponsel." Ayu masih saja mengelak.

Tania terus menatap Ayu dengan tajam. "Kamu mau cerita atau aku telepon Rio dan nyuruh dia ke sini buat bujuk kamu, biar kamu mau jujur sama aku."

Mendengar nama Rio, Ayu mengepalkan kedua telapak tangannya dengan sangat erat. "Jangan sebut-sebut nama dia di depan aku, Tan," ucap Ayu, nada bicaranya mendadak berubah dingin bak badai salju.

Tania menatap Ayu dengan curiga. "Ada apa kamu sama dia? Kalian lagi ada masalah? Masalah apa?" tanyanya.

"Jangan bilang Rio udah nyakitin hati kamu," tebak Tania yang 99% benar adanya.

Ayu hanya diam dan hal itu membuat Tania seketika terperangah. Ia menggeram kesal. "Jawab aku, Ayu! Apa yang udah Rio lakuin sama kamu sampai kamu kayak gini?" tanya Tania, semakin menekan Ayu.

Ayu menatap Tania lalu menghela napas panjang. "Rio selingkuh." Pada akhirnya Ayu menjawab dengan pelan namun tegas.

Tania melongo. "Apa?! Kamu nggak bercanda 'kan, Yu?" tanya Tania, takut sudah salah dengar.

Ayu menggeleng. "Gimana ceritanya?" tuntut Tania, memaksa Ayu untuk bercerita.

Ayu kembali menghela napas panjang. Sesungguhnya ia sudah sangat tidak ingin mengingat-ingat kembali kejadian itu, tetapi ia tidak bisa. Ia kemudian mulai menceritakan semua kejadian malam itu pada Tania.

Tania yang mendengar cerita Ayu semakin geram. Ia mengepalkan kedua telapak tangannya sangat kuat, ingin sekali memberi pukulan pada Rio yang sudah menyakiti hati sahabatnya itu.

"Emang bajingan tuh cowok. Awas aja kalau aku ketemu sama dia, aku bakal buat dia babak belur!" geram Tania penuh emosi.

"Udahlah, Tan, itu kejadian udah berlalu. Lupain aja."

"Lupain? Nggak bisa gitu, Yu. Kamu harus balas perbuatan dia. Jangan biarin dia seneng-seneng gitu aja sama selingkuhan dia, Yu!" tuturnya penuh menggebu-gebu, ingin memberi Rio hukuman.

Ayu menghela napas malas. "Aku nggak mau punya urusan sama dia lagi, Tan. Lagian Papa udah urus semuanya kok," jawabnya.

Tania menatap Ayu dan mengerjapkan matanya pelan. "Papa kamu?" tanyanya yang langsung diangguki oleh Ayu.

"Oh ya, terus pertunangan kalian gimana? Kamu langsung batalin 'kan?" tanya Tania cemas.

Ayu mengangguk. "Iya, aku langsung batalin. Papa juga langsung mutusin segala hal yang berkaitan dengan keluarga Rio. Papa bilang, dia nggak mau berurusan lagi sama keluarga cowok nggak bener kayak Rio."

"Bagus deh kalo gitu," ucap Tania lega, "Tapi bukan cuma itu aja yang buat kamu seperti ini 'kan? Aku tebak, pasti kamu ada masalah lain? Ayo cerita sama aku, apa yang udah buat sahabat aku ini lesu seperti ini?"

"Aku nggak ada masalah apa-apa kok."

"Jangan bohong, Yu. Lagian percuma kalau kamu bohong sama aku, nanti bakal ketebak juga."

Ayu kembali menghela napas panjang. Berbicara dengan sahabatnya itu memang susah, karena ia tidak bisa membohongi cewek yang satu itu.

Ayu menatap Tania dengan tatapan ragu, tetapi Tania tetap memaksa agar Ayu mau bercerita. Hingga akhirnya saat Ayu akan membuka mulutnya untuk mulai bercerita ….

Tok Tok Tok

Ayu dan Tania menoleh, menatap ke arah pintu. "Masuk!" ucap Ayu.

Seorang karyawan masuk. "Maaf mengganggu, Bu. Tadi saya bertemu dengan Pak Arjun. Beliau berpesan pada saya jika Anda diminta ke ruangan Pak Galih," ucapnya.

"Ke ruangan Papa? Ada apa?"

Candra menundukkan kepalanya sedikit. "Maaf, Bu, saya juga tidak tahu."

Ayu mengangguk. "Baik, terima kasih. Sekarang kamu boleh kembali bekerja."

Candra mengangguk. Setelah itu, ia keluar dari ruangan Ayu dan kembali ke mejanya.

Setelah Candra pergi, Tania menatap Ayu. "Tumben amat Om Galih manggil kamu, Yu? Ada masalah apa?"

Ayu menggeleng. "Aku juga nggak tau. Semoga bukan masalah besar.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikhianati Tunangan, Dinikahi Sultan   Bab 135

    Langit sore di pinggiran Desa Danu merona lembayung.Nayra duduk di tepi danau, menatap pantulan dirinya di air.Satu matanya biru lembut seperti langit, satu lagi merah seperti bara.Ia sering bertanya-tanya kenapa ia berbeda.“Kenapa semua orang menatapku seolah aku kutukan?” bisiknya.Angin berhembus pelan, membawa suara samar, seolah ada seseorang yang menjawab dari kejauhan:> “Karena kau bukan dari dunia ini, Nayra.”Nayra menoleh cepat. Tapi tak ada siapa pun. Hanya gemericik air.---Sejak kecil, Nayra sering bermimpi.Dalam mimpinya, ia berjalan di dunia hitam putih, dengan dua sosok berdiri di kejauhan: seorang pria berjas hitam dan seorang wanita bergaun putih.Mereka memanggilnya dengan suara lembut namun penuh duka.> “Nayra… jangan biarkan cahaya padam.”Suatu malam, saat hujan deras mengguyur, Nayra terbangun dengan darah di telapak tangannya.Di dinding rumahnya, muncul simbol kuno bercahaya merah, simbol segel yang sama yang dulu digunakan untuk mengurung Bayangan Asa

  • Dikhianati Tunangan, Dinikahi Sultan   Bab 134

    Tiga tahun telah berlalu sejak ledakan cahaya yang menghancurkan Bayangan Asal.Dunia tampak damai, tapi Ashraf tahu — itu hanya di permukaan.Setiap malam, ia bermimpi melihat Rio berdiri di antara bayangan dan cahaya.> “Ayah… jangan berhenti. Belum semuanya berakhir.”Mimpi itu bukan sekadar mimpi.Ashraf mulai mendengar bisikan di dinding markas lamanya — suara Rio yang memanggil dari antara dua dimensi.Suatu malam, sistem keamanan markasnya mendeteksi anomali energi — gelombang yang identik dengan tanda vital Rio.Koordinatnya: Greenvale, kota kecil yang dulu menjadi laboratorium bawah tanah milik Arman.Ashraf tahu ia harus kembali ke sana, meskipun berarti membuka luka lama.---Saat Ashraf tiba di Greenvale, ia menemukan tempat itu terbengkalai.Tapi di ruang paling dalam, dinding penuh coretan simbol dan mantra kuno.Di tengah ruangan, berdiri sosok remaja dengan mata setengah merah, setengah biru.> “Kau siapa?”“Aku… Rio.”Ashraf hampir tak percaya. Ia memeluk anak itu, ta

  • Dikhianati Tunangan, Dinikahi Sultan   Bab 133

    Langit pecah menjadi dua: separuh merah hitam penuh bayangan, separuh lagi retakan cahaya yang rapuh. Seluruh dunia berhenti—waktu seolah membeku, hanya tersisa suara bisikan dari Bayangan Asal yang menggema di setiap hati manusia.> “Bersujudlah. Akhir sudah tiba.”Namun di tengah keheningan itu, hanya Rio dan Ayu yang berdiri di dimensi bayangan. Tubuh mereka menyala oleh cahaya dan bayangan yang bertabrakan.Arman berdiri di sisi Bayangan Asal, wajahnya dipenuhi kegilaan.> “Anakku… lihatlah. Kita adalah pewaris sejati. Dunia ini milik kita. Bergabunglah, atau musnah bersamaku.”Rio menggeleng pelan, memandang ibunya.“Aku tidak ingin dunia milik kita. Aku hanya ingin keluarga yang utuh… bukan kerajaan bayangan.”---Ashraf di dunia nyata menyaksikan tubuh Rio dan Ayu yang tergenggam dalam pusaran bayangan. Tentara internasional, pengikut Maya, bahkan Arya hanya bisa terpaku.Ashraf meraung, berusaha masuk ke dalam pusaran itu, tapi Arya menahannya.“Kalau kau masuk, kau akan hancu

  • Dikhianati Tunangan, Dinikahi Sultan   Bab 132

    Retakan di langit semakin meluas, memancarkan cahaya merah kehitaman. Dari celah itu, muncul lengan raksasa yang terbuat dari bayangan murni, menjulur ke bumi.Orang-orang di seluruh dunia panik. Gempa bumi, badai, dan kegilaan massal merebak. Semua orang tahu: ini bukan perang biasa, ini adalah akhir zaman.Ayu menggenggam Rio erat. “Apa itu…?”Arya terisak, wajahnya pucat. “Itulah… Bayangan Asal. Entitas yang bahkan Arman sendiri ingin bangkitkan.”Ashraf mengepalkan tinjunya. “Kalau begitu kita harus menghentikannya sebelum keluar sepenuhnya.”Rio menatap langit dengan sorot mata kosong. Ia tahu, entitas itu memanggilnya.---Arya akhirnya mengungkap rahasia terakhir: leluhur mereka dulu pernah menyegel Bayangan Asal menggunakan darah keluarga. Namun, Arman menemukan cara membalikkan segel itu—dengan mengorbankan pewaris darah, yaitu Rio sendiri.“Kalau segel terbuka penuh, dunia akan habis. Tapi…” Arya terdiam.“Tapi apa?” Ayu menuntut.Arya menunduk. “Hanya darah Rio juga yang bi

  • Dikhianati Tunangan, Dinikahi Sultan   Bab 131

    Sejak kebangkitan Rio, dunia mulai merasakan sesuatu yang aneh. Kota-kota besar dilanda kekacauan, orang-orang mengalami mimpi buruk massal, dan bayangan hitam muncul di tempat-tempat suci.Pemerintah rahasia internasional mulai memburu Rio, menandainya sebagai “Anomali Kelas Omega”. Bagi mereka, Rio bukan lagi manusia biasa—ia adalah ancaman global.Ashraf menyadari bahaya itu. “Kalau mereka berhasil menangkap Rio, mereka akan menjadikannya senjata. Dunia akan hancur.”Ayu hanya bisa menggenggam tangan anaknya erat-erat. “Tidak ada yang akan menyentuhmu, Nak. Kita akan melawan semua orang jika perlu.”---Rio mulai kehilangan kendali. Di malam hari, ia bangun dengan tangan berlumuran darah—meski ia tak ingat melakukan apa-apa. Bayangan Arman sering muncul di cermin, menertawakan setiap kegagalannya.“Aku bilang padamu,” suara itu bergema. “Semakin kau menolak, semakin aku tumbuh.”Rio meremukkan kaca cermin dengan tinjunya. “Diam! Aku bukan kau!”Namun jauh di lubuk hatinya, ia tahu—

  • Dikhianati Tunangan, Dinikahi Sultan   Bab 130

    Rio terbaring di ranjang darurat. Tubuhnya penuh lebam, darah kering menempel di wajahnya. Di sampingnya, Ayu terus menggenggam tangannya, sementara Ashraf berdiri dengan ekspresi keras, meski hatinya dilanda kekhawatiran.“Dia sudah tidak sama lagi,” kata Ashraf lirih. “Aku bisa merasakannya. Setiap kali dia bernapas… ada sesuatu yang bergetar di udara.”Ayu menoleh, matanya merah karena menangis. “Dia anak kita. Kita tidak boleh menyerah padanya.”Rio membuka mata. Pandangannya kosong, tapi suaranya berat. “Aku… aku masih aku. Tapi aku juga… sesuatu yang lain.”---Malam itu, Rio bermimpi. Ia berdiri di padang pasir hitam, langit merah darah. Dari kejauhan, Arman muncul, tubuhnya diselimuti bayangan.“Aku selalu bersamamu,” suara Arman bergema. “Kau tidak bisa menyingkirkan aku. Kau bisa melawanku, tapi kau hanya melawan dirimu sendiri.”Rio menjerit, mencoba meninju Arman, tapi tangannya menembus udara kosong. Bayangan itu hanya tertawa.Ketika Rio terbangun, matanya memerah. Di di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status