Share

Bab 3

Author: Windyana
Bagaimana mungkin dia mengaku aku adalah istrinya sebelum kami menikah? Paling-paling, aku ini hanya termasuk pacarnya.

Aku tersenyum getir dan menahan rasa sakit hatiku. Tanganku yang ingin menyingkap tirai itu tiba-tiba terhenti. Bagiku, menghadapi kenyataan ini tidaklah mudah.

Setelah Fenny tenang, aku meninggalkan rumah sakit. Begitu tiba di rumah, ada kurir yang mengantarkan sebuket bunga. Itu adalah mawar kesukaanku, tetapi isi kartu di atasnya bukanlah namaku.

"Bu Willa yang tercinta, selamat ulang tahun."

Sungguh kebetulan. Aku dan dia berulang tahun di hari yang sama.

Pada bulan pertama Xavier kuliah, dia membeli kue dan sebuket bunga di hari ulang tahunku. Itu menghabiskan seluruh uang hasil kerja paruh waktunya selama seminggu. Dia bertanya dengan tulus dan serius apakah aku mau menjadi pacarnya. Aku pun memeluknya dengan mata berlinang air mata.

Sampai larut malam, Xavier tidak mengirimiku pesan atau meneleponku. Yang menemaniku hanyalah meja yang penuh hidangan dan kue yang telah dipesan sejak lama.

Saat kami tinggal di kamar bawah tanah, dia tidak pernah melewatkan satu pun ulang tahunku. Suatu kali, demi bisa pulang lebih awal, dia yang menghadiri acara sosial minum begitu banyak hingga mengalami pendarahan lambung.

Aku memeluknya dengan sedih, tetapi dia malah berkata bahwa dirinya berutang padaku. Tidak peduli betapa sulit keadaannya, cintanya padaku tidak akan pernah berubah.

Ponselku berbunyi. Itu pesan dari Randy.

[ Xavier sudah pesankan ruang privat untukmu. Kenapa kamu belum datang juga? ]

Aku agak tercengang. Bukankah Xavier seharusnya merayakan ulang tahun Willa hari ini? Namun, aku tetap merasa lumayan senang.

Aku mengganti pakaianku dengan gaun yang jarang kupakai, lalu merias wajah, dan mengikat rambutku agar terlihat lebih cantik dan muda. Ketika naik taksi ke lokasi itu, aku baru menyadari bahwa bar ini dulunya adalah tempatku berjualan miras. Bar ini juga hanya secara khusus melayani orang kaya.

Sudah bertahun-tahun aku tidak datang ke tempat ini. Kenangan-kenangan menyakitkan saat itu mulai bermunculan lagi dalam benakku. Aku memaksakan diri untuk masuk, lalu pergi ke ruang privat di pojok lantai dua.

Sebelum aku sempat membuka pintu, terdengar sorakan di dalam ruangan itu. Willa yang mengenakan gaun putih polos sedang bersandar dalam pelukan Xavier. Dia menatap Xavier dengan malu-malu.

"Pak Xavier, aku malu."

"Nggak apa-apa. Ini cuma permainan."

Kemudian, Xavier menunduk dan menciumnya. Mereka berdua sama sekali tidak peduli dengan orang-orang yang hadir. Semua orang malah makin bersemangat.

Aku bahkan bisa melihat ekspresi Xavier yang penuh perasaan dan lembut.

"Kalian memang serasi! Xavier beruntung banget!"

Di tengah sorakan semua orang, Xavier dan Willa berpegangan tangan, lalu bersama-sama memotong kue fondant tiga tingkat yang dihiasi dengan bentuk hati dan tulisan "love".

Randy membuka sebotol sampanye dan menyemprotkannya ke udara. Xavier melindungi Willa agar tidak terkena semprotan sampanye dan meletakkan tangannya di pinggang Willa. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta.

Setelah kegaduhannya mereda, Willa duduk di tengah dan teman-teman Xavier memberinya hadiah. Selama ini, aku tidak pernah mendapat pengakuan dari orang-orang di sekitar Xavier. Tidak peduli acara apa pun itu, dia tidak pernah mengajakku.

Aku pernah menanyakan alasannya. Dia bilang dia khawatir aku akan direbut orang lain karena terlalu cantik. Sebenarnya, dia hanya merendahkanku. Sekarang, dia malah membawa Willa menemui teman-temannya secara terang-terangan. Bahkan ada beberapa orang yang memanggil Willa dengan sebutan kakak ipar.

Konon, bagaimana sikap teman-teman pacarmu terhadapmu sebenarnya sama dengan sikap pacarmu terhadapmu secara pribadi.

Xavier mengeluarkan sebuah kalung yang merupakan kalung model terbaru SE Jewelry dengan harga terendah 600 juta.

Sebelumnya, aku sangat menyukai desain merek ini sebelumnya. Namun, meskipun hanya kalung senilai beberapa juta, Xavier juga tidak rela membelikannya untukku. Dia bahkan mengatai aku boros karena menghabiskan begitu banyak uang untuk kalung yang tidak berguna. Sekarang, dia malah rela menghabiskan 600 juta tanpa ragu.

Willa sepertinya sudah menyadari kehadiranku. Dia terlebih dahulu menatapku dengan sepasang mata yang polos dan tersenyum. Kemudian, matanya tiba-tiba memerah.

"Pak Xavier, aku nggak bisa terima hadiah ini. Kamu seharusnya berikan barang seberharga ini kepada istrimu."

Willa terlihat sangat sedih. Sementara itu, Xavier menghentikan gerakannya yang hendak memakaikan kalung itu ke lehernya.

"Jangan ngomong begitu, Xavier dan pacarnya akan segera putus."

"Hah? Kenapa?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dimabukkan Cinta   Bab 10

    "Dulu, aku satu panti asuhan denganmu."Kemudian, Dylan menyuruh seseorang untuk membawa keluar sebuah boneka. Itu adalah boneka kain yang sudah usang, tetapi dia masih menyimpannya sampai sekarang.Ingatanku tiba-tiba menjadi jelas. Cinta pertamaku sebenarnya bukanlah Xavier, melainkan seorang anak laki-laki di panti asuhan yang beberapa tahun lebih tua dariku. Dia selalu takut gelap dan aku ingin melindunginya.Setelahnya, dia meninggalkan panti asuhan dan aku pun melupakannya. Boneka ini adalah pemberiannya."Kamu itu pahlawanku, Vina. Aku sudah menunggumu selama 17 tahun."Setelah mendengar ucapan itu, aku pun menangis.Dylan berjalan ke hadapanku, lalu memelukku dengan posisi setengah berjongkok. Dia adalah seorang pebisnis sukses, tetapi selalu merendah di depanku.Aku tidak membiarkannya mengejarku, melainkan langsung pacaran. Aku kembali bekerja di Breeze Club dan mulai berpartisipasi dalam penelitian dan pengembangan miras.Di tahun kedua kami bersama, aku bertemu dengan kedua

  • Dimabukkan Cinta   Bab 9

    Orang-orang pun berbondong-bondong meninggalkan makian di situs web resmi Nova Teknologi. Beberapa waktu lalu, video lamaran Xavier kepada Willa juga diposting di internet. Sekarang, dia sudah dimaki habis-habisan.Aku lebih peduli dengan isi pernyataan tulisan tangan itu.[ Seperti jarum kompas yang selalu menunjuk ke utara, tuduhan seorang pria selalu mengarah pada wanita. ] Itu adalah kutipan dari novel berjudul Ribuan Matahari.Dylan mengeluarkan selembar tiket pesawat dari laci."Aku akan tanggung uang sekolah dan semua biaya hidupmu selama berkuliah di Aldova. Satu-satunya persyaratanku adalah, kamu harus memenangkan kejuaraan regional di kompetisi bartender selanjutnya dan pulang ke dalam negeri."Aku menatapnya dengan berlinang air mata, tetapi air mataku tetap tidak menetes. Dia adalah mentorku, orang yang berjasa bagiku, dan juga orang yang mengajariku cara membuka lembaran baru hidup. Dia memberitahuku untuk tidak bergantung pada siapa pun, dan aku harus menjadi pahlawan ba

  • Dimabukkan Cinta   Bab 8

    Dalam sebulan ini, aku tidak berhenti belajar. Kemudian, aku membawa undangan dan miras unik dari Breeze Club untuk berpartisipasi dalam kompetisi bartender itu.Ada berbagai macam orang yang berpartisipasi dalam kompetisi ini. Rasio di antara pria dan wanita juga hampir seimbang. Aku mengenakan setelan kerja wanita yang lebih formal. Saat aku masuk, ada banyak orang yang mengalihkan perhatian mereka ke arahku."Siapa ini? Aku belum pernah melihatnya sebelumnya. Dia cantik banget.""Kayaknya dia itu selebritas yang diundang ke kompetisi ini deh?""Bukan. Lihat saja pakaian yang dikenakannya. Dia juga seorang bartender."Ada banyak orang yang berdiskusi tentang aku. Namun, aku langsung berjalan menuju area kompetisi untuk mengambil pelat nomor.Saat kompetisi resmi dimulai, aku melihat Dylan duduk di baris pertama. Dia mengenakan setelan biru tua dan kacamata berbingkai emas. Dia menatapku dengan santai. Aku langsung menjadi lebih tenang.Ada tiga orang dalam satu kelompok. Berdasarkan

  • Dimabukkan Cinta   Bab 7

    Ketika teman-temannya mendekat dan mengamati kami dengan bingung, Xavier kembali bersikap lembut. "Vina, aku yang sudah abaikan perasaanmu. Jangan abaikan panggilanku. Kita bisa bicarakan semuanya. Kamu jangan merusak dirimu."Aku ingin muntah, tetapi berusaha menahannya.Aku dengan cekatan membuka sebotol miras, menuangkannya ke dalam gelas, lalu menaruh es batu dan lemon di dalamnya sebelum menyerahkannya kepada seorang pelanggan individu di sebelah.Xavier menarik pergelangan tanganku. Namun, sebelum dia sempat marah, Dylan telah turun.Semua orang menoleh secara refleks. Dia memiliki aura yang kuat, juga terlihat sedikit mirip dengan anak blasteran. Ketika memasang tampang dingin, dia bisa membuat orang ketakutan.Xavier segera mengubah sikapnya begitu melihat Dylan dan berniat untuk menyanjungnya."Halo, Pak Dylan. Aku Xavier dari Nova Teknologi. Sebelumnya, aku pernah memberimu kartu namaku. Aku nggak nyangka akan bertemu denganmu di sini."Dylan menjawab, "Aku pernah bertemu den

  • Dimabukkan Cinta   Bab 6

    Setelah dipikir-pikir sekarang, sebenarnya tanda-tandanya sudah terlihat. Hanya saja, dulu aku benar-benar bodoh.Aku menyewa sebuah apartemen murah dan buru-buru mencari pekerjaan di internet. Aku hanya tamat SMA dan mulai berjualan miras ketika kuliah tahun ketiga. Setelah mengetahuinya, pihak kampus pun membujukku untuk berhenti berkuliah. Selain berjualan miras, aku tidak punya pengalaman kerja lain.Mantan kolegaku yang bernama Henny tahu bahwa aku sudah putus dan sedang mencari pekerjaan. Dia pun merekomendasikan sebuah tempat untukku. Klub kelas atas itu kekurangan bartender, tetapi aku sangat ragu.Pengalamanku selama berjualan miras tidaklah bagus. Meskipun aku tidak melakukan hal yang memalukan, pekerjaan itu masih meninggalkan sedikit trauma dalam hatiku."Vina, jangan berprasangka buruk terhadap dirimu di masa lalu. Baik kamu maupun Fenny nggak salah."Setelah mendengar ucapan itu, aku pun memutuskan untuk pergi melamar.Breeze Club adalah sebuah bar pribadi yang hanya seca

  • Dimabukkan Cinta   Bab 5

    "Kalau aku nggak datang, bukannya aku harus dengar orang lain memfitnahku? Kapan kamu melihatku naik ke lantai atas bersama pria lain? Kapan, di mana, dan seperti apa rupa orang itu?"Xavier pun terdiam. Ketika aku menemani orang lain minum-minum dan ditindas dulu, dia hanya memintaku untuk bersabar. Setiap dini hari, aku pulang dalam keadaan mabuk, sedangkan dia sudah tertidur lelap.Aku sudah menanggung segala hinaan demi melunasi utangnya, tetapi dia malah mengucapkan kata-kata seperti itu untuk mencampakkan aku."Xavier, kamu benar-benar nggak tahu malu! Demi lunasi utangmu dulu, aku minum-minum sampai muntah darah. Sampai sekarang, lambungku masih sakit setiap hari.""Kalian juga sama saja! Kalian bilang aku jual diri, apa kalian menyaksikan dan mendengarnya dari bawah tempat tidur dengan mata kepala kalian sendiri? Apa kalian tahu ucapan seperti itu bisa menghancurkan hidup seseorang?" bentakku dengan lantang.Willa berdiri dan bersikap sok adil. "Bu Delvina, ini salahku. Aku ngg

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status