Aku berhamburan kearah mas Arsen saat melihat tangannya meneteskan darah segar, buku-buku tangannya tertusuk pecahan kaca. Bergegas kuambil kotak P3K kemudian aku seret mas Arsen dan aku suruh duduk di sofa.
Aku mengambil posisi duduk di karpet bawah sofa untuk memudahkan mengobatinya. Sambil mengobati lukanya aku mengomel panjang pendek.
"Apa begini cara meluapkan emosimu mas! melukai diri sendiri. Tidak bisakah kau menahan diri untuk sesaat. Siapa yang akan merawatmu jika kamu terluka?" aku berkata dengan kesal. Kebencian dan rasa cintaku membuat jantungku seakan mau meledak. Bisakah aku membencinya saja tanpa mengkhawatirkannya.
"Maka jangan tinggalkan aku lagi," mas Arsen berkata dengan suara parau.
Aku mendongak menatap wajahnya, posisinya menunduk hingga wajahnya begitu dekat denganku. Aku bisa merasakan hangat nafasnya menerpa wajahku.
Aku hendak memalingkan wajah saat tiba-ti
"Hai Boy, apa uncle boleh duduk disini?" tiba-tiba mas Arsen sudah berada di belakang Dewa yang sedang duduk menikmati makanannya.Saat ini kami bertiga, aku, Yoga dan Dewa sedang istirahat di rest area untuk makan malam. Kami berangkat pulang setelah ashar, berkendara di malam hari seringkali menjadi pilihan karena kondisi yang lebih sejuk dan tidak terlalu macet."Wow uncle, kamu ada disini juga? Tentu, duduklah disitu.” Dewa bertanya dengan antusias kemudian mempersilahkan Mas Arsen duduk di seberang mejanya di sebelah Yoga duduk.Yoga terlihat bertanya-tanya dengan memandangku dan memberi kode dengan kepalanya. Aku menjawab dengan lirikan mata ke arah Dewa, dan sepertinya dia mengerti dan menganggukkan kepalanya."Iya, uncle juga mau pulang ke Jawa Timur kemari itu ke Jakarta karena urusan pekerjaan." Mas Arsen menjawab pertanyaan Dewa."Wah, sama dong dengan Dewa. Dewa juga mau pulang, pengen ketemu sama Daddy. Iya kan mom?" Dewa b
"Mobil siapa yang barusan terdengar pergi meninggalkan halaman ini?" mama bertanya saat aku sudah masuk kedalam rumah."Mobil mas Arsen mah," aku menjawab singkat."Arsen anterin kalian? apa Dewa sudah tahu dia papanya?" mama bertanya lagi.Aku jawab pertanyaan mama dengan gelengan, "Dewa bahkan memanggilnya dengan sebutan Uncle mah, mereka bertemu secara tidak sengaja dan Dewa bercerita banyak hal padahal hingga mas Arsen tahu kalau Dewa putranya," aku menjelaskan apa yang terjadi pada mama."Vira, Dewa pasti akan segera tahu jika Arsen adalah papanya apa lagi sekarang kalian sudah di sini. Sampai kapan kalian akan hidup terpisah?" ucap mama."Entahlah mah, Vira masih belum memikirkan itu semua." aku berkata pelan."Lebih baik kalian segera menyelesaikan masalah kalian, Arsen itu pria baik walaupun dulu dia arogan dan terlihat kasar. Tapi untuk berkhianat itu bukan sifatn
Aku terbangun saat terdengar azan dari smartphone milikku, segera aku bangun setelah mengurai pelukan mas Arsen. Entah jam berapa aku akhirnya tertidur juga dengan posisi seperti itu.Sebelum ke kamar mandi aku berinisiatif untuk mengecek ke kamar Dewa, dia terlihat masih tidur dengan pulas. Aku segera ke kamar mandi dan membersihkan diri, saat aku keluar kamar mandi terlihat mas Arsen sudah siap untuk salat. Sepertinya dia tidak mandi dulu."Ayo berjamaah," ucapnya pelan.Aku menuruti ucapannya dan segera memakai mukena. Setelah selesai sholat dan berdoa mas Arsen berputar menghadapku, aku mencium tangannya dan dia mengecup keningku."Kamu tinggal disini sampai kapan?" mas Arsen bertanya."Entahlah mas , Dewa menunggu daddynya dia tidak akan mau pulang sebelum bertemu dengannya. Bagaimana kamu akan menjelaskan padanya kalau kamu itu daddy nya mas. Kamu yang memulai sandiwara ini kamu haru
Aku masih terus berusaha menghubungi mama tapi tetap saja tidak tersambung, mungkin ponselnya kehabisan baterai. Belum ada kabar juga dari mas Arsen, aku hanya duduk diam sambil menatap ke arah smartphone milikku yang sedang diisi daya berharap mama segera memberi kabar padaku.Benda pipih itu berdering, ada panggilan masuk dari nomer yang tanpa nama. Bergegas aku meraih benda tersebut dan mengangkat panggilan itu."Halo, Vira?" terdengar suara wanita dari seberang sana."Iya betul, siapa ini?" aku balik bertanya."Ini Alana, apa kamu sudah sampai dirumah mama?""Oh Alana, iya ini Vira sudah di rumah mama. Tapi kok Alana tahu Vira mau kerumah mama?" ucapku."Ini mama dan Dewa ada di rumahku. Tadi mama menelponnya kamu untuk memberitahukan tapi ponsel kamu tidak bisa dihubungi trus sekarang ponsel mama yang mati. Ini mama mau bicara.""Halo Vira, apa mama membuatmu khawatir?" suara yang terdengar di seberang telepon berubah menja
Akhirnya kami bertiga tidur bersama dengan posisi Dewa berada ditengah-tengah kami, entah kenapa tiba-tiba Dewa berjalan dalam keadaan mengantuk dan berpindah ke kamar kami.Mas Arsen tidur dengan memeluk Dewa, dan tangannya yang panjang itu menyebrang hingga ke tubuhku dan mengelus pinggangku. Meskipun aku terus menepisnya tetap saja dia kembali melakukannya."Dewa, kenapa aunty ditinggal sendirian di kamar? kenapa pindah ke kamar mommy, ah Dewa gak sayang sama aunty nih." Alana pura-pura merajuk saat kami sarapan bersama."Dewa kan bilang ingin tidur sama daddy, jadi Dewa pindah aja pas aunty udah bobok." ucapan dewa terdengar lucu. Dia meninggalkan tantenya saat tantenya sudah tertidur."Hari ini daddy tidak boleh kerja, Dewa mau main sepuasnya sama daddy," Dewa berkata pada mas Arsen."Siap boy, daddy akan menemani Dewa sepanjang hari," mas Arsen menjawab dengan antusias.Setelah selesai sarapan mas Arsen dan Dewa pergi entah keman
Setelah membujuk mama, akhirnya kami diperbolehkan juga kembali lagi ke butik. Mas arsen dan Dewa yang paling bersemangat kembali kesana, entah apa yang di rencanakan bapak dan anak itu hingga mereka begitu antusias pergi kesana.Setelah berkemas-kemas akhirnya kami pergi di sore hari, Mas Arsen sengaja tidak ke kantor lagi karena Dewa masih saja melarangnya, jika ada yang harus di tandatangani Tio datang menemui mas Arsen.Tio terlihat sangat bahagia saat melihatku, seolah-olah beban sudah terangkat dari pundaknya. Entah apa yang terjadi pada asisten mas Arsen itu saat aku tidak ada, apa mas Arsen meluapkan emosinya pada laki-laki itu.Mas Arsen mengendari mobil dengan santai menuju butik, tiba-tiba ponselku berdering panggilan dari mamaku. Aku berbicara singkat dengan mama, kemudian mama mematikan sambungan telponnya.“ Mas, kita tidak jadi ke butik. Papa meminta kita menginap disana dulu, mereka bilang kangen sama Dewa.” Aku berkata p
"Mas Arsen harus bertanggung jawab,* ucap Mona lirih.Mendengar kata tanggung jawab aku langsung menarik tanganku dari genggaman mas Arsen, tapi mas Arsen menggenggamnya makin erat dan meremasnya seolah-olah memberi tahu jika samua baik-baik saja. Tiap wanita pasti akan berfikir yang tidak-tidak jika ada wanita lain yang datang ke hadapannya dan meminta pertanggung jawaban dari suaminya. Apa dia hamil, apa dia punya anak itu yang akan ada dalam pikirannya."Tanggung jawab atas apa? berkatalah yang jelas!" mas Arsen berkata dengan nada yang dingin.Sebenarnya apa yang terjadi diantara mereka, kenapa mas Arsen harus bertanggung jawab pada Mona."Mas Arsen mengutukku saat mbak Vira menghilang dari kehidupanmu. Mas bilang jika mas Arsen kehilangan anak dan istrinya maka dia berharap aku akan hidup menderita dan menjalani kesendirian hingga tua. Empat tahun ini Mona selalu berusaha membina hubungan dengan laki-
POV ARSEN_______________"Tio, kamu belum menikah kan? Aku lihat, kamu juga tidak pernah membawa pasangan atau pergi dengan wanita," aku bertanya pada Tio siang itu saat aku mengajak dia makan siang bersama.Sembilan tahun bekerja denganku baru kali ini aku sengaja mengajaknya makan siang bersama dan hanya berdua saja."Bagaimana saya mau punya istri atau pacar pak, waktu saya hampir enam belas jam buat bapak. Saya hanya kebagian waktu delapan jam untuk tidur dan istirahat dirumah," jawab Tio tanpa basa-basi lagi.Sejak Vira pulang dan aku tidak marah-marah lagi padanya, dia makin seenaknya aja bicara denganku. Ditambah lagi aku sengaja mengajaknya makan siang bersama, dulu saat Vira hamil kami bertiga sering makan siang bersama atas permintaan Vira. Sebenarnya aku kesa