Share

BAB 4

last update Last Updated: 2022-09-06 21:13:57

“Mmm... Aku mendengarnya dari perempuan yang pernah datang ke sini,” kataku ragu.

Redy diam. Sepertinya ia tak suka kalau aku mengetahui identitasnya.

“Dan apa kau tahu siapa perempuan itu?” tanyanya penuh selidik.

Aku menggeleng. “Aku nggak lihat orangnya, cuma dengar suara aja,” kataku.

Redy terlihat manggut-manggut.

“Makasih sekali lagi ya Bang.” Kataku lagi.

“Iya. Jaga benar-benar kesehatannya, jangan sampai sakit lagi. Aku nggak mau keluar uang terus.”

“Iya Bang,” kataku pendek dengan senyum mengembang. Aku kembali memeluk Melina. Tak henti kuucapkan syukur karena kali ini aku bisa menyelamatkan anakku.

“Oh iya, dia belum terlalu sembuh. Masih dalam masa pemulihan. Ini obatnya, jangan lupa diminumkan.” Redy memberiku sebuah kantong plastik. Dia bilang isinya adalah obat Melina, tapi kenapa seperti agak besar dan berat? Setelah kubuka, ternyata ada dua pak roti isi. Aku langsung memandang heran padanya.

“Itu aku belikan buat dia makan, biar bisa minum obat.”

“Makasih Bang.” Aku menunjukkan rasa senangku.

“Jangan terlalu senang, hanya sampai dia sembuh. Setelah itu jangan harap aku akan baik seperti ini. Aku cuma nggak mau ada orang mati lagi di rumahku,” katanya.

“Iya nggak apa Bang.”

Redy berbalik hendak keluar dari kamar. Tiba-tiba terlintas sebuah ide dalam kepalaku.

“Bang Redy...” Aku memanggilnya. Ia yang baru saja hendak memutar gagang pintu langsung berhenti, dan berbalik menatapku.

“Ada apa lagi?!” tanyanya agak jutek.

“Kalau Abang perlu orang untuk memasak atau membersihkan rumah, aku mau melakukannya.”

Redy tertawa pendek. “Sekarang apa lagi muslihatmu?”

“Nggak ada. Aku hanya mau berterima kasih karena telah menyelamatkan anakku. Nggak ada maksud lain,” kataku dengan memasang wajah serius.

“Nggak usah repot-repot. Aku nggak berani ambil resiko mengeluarkanmu dari kamar ini. Bisa aja kan kamu kabur?”

“Aku nggak akan mungkin kabur kalau anak-anakku masih ada di dalam sini kan? Biarkan aku saja yang keluar dan bekerja. Anak-anak tetap di sini.”

Redy berjalan mendekat. Aku agak takut, khawatir kalau ternyata aku salah mengambil langkah.

“Sekarang kau bilang saja, apa maksudmu mau membantu memasak dan lainnya? Aku nggak semudah itu percaya.”

“Beneran, aku nggak punya maksud lain. Aku hanya berterima kasih. Kalaupun aku punya maksud lain, aku hanya minta dengan aku bekerja tanpa dibayar, aku dan anak-anakku tak lagi disiksa, dan kami bisa diberi makanan yang layak. Biarkan aku memasak, sekalipun nantinya Abang cuma memberi kami kuah sup, aku akan sangat senang. Aku tahu Abang mengurungku di sini karena suatu tujuan. Biarkan kami bertahan dengan baik sampai tujuan Abang tercapai.”

“Dari mana kau yakin kalau aku nggak akan membunuhmu?”

“Kalau Abang memang mau membunuh kami, seharusnya sudah dilakukan sejak awal kan? Tapi kami sampai sekarang masih hidup, kecuali Andra anak lelakiku. Tapi dia meninggal karena ketidaksengajaan. Betul kan?” tanyaku dengan yakin. Aku menyusun kalimat sebaik mungkin. Jangan sampai ia mengetahui niatku yang sebenarnya.

Redy menatapku lama. Aku jadi salah tingkah ditatap seperti itu. “Akan aku pikirkan. Kau jangan coba merencanakan sesuatu untuk keluar dari sini. Aku memang pemabuk, tapi aku nggak bodoh.”

Aku mengangguk. Kupasang senyum agar ia tak melihat kebencian dari sorot mataku. Sebisa mungkin aku akan membuatnya percaya kalau aku tak berniat macam-macam.

Kubuang napas lega saat Redy keluar dan menutup pintu. Sulit sekali bersandiwara. Tapi demi keluar dari sini dan membalas dendam, aku akan melakukan apa saja. Aku akan mencari tahu alasanku disekap dan disiksa seperti ini. Akan kucari siapa dalang dan apa tujuannya. Aku yakin Redy hanyalah orang suruhan. Karena ada suara seorang wanita yang pernah kudengar selama aku berada di sini. Siapa pun dia, jangan harap akan luput dari pembalasanku.

***

Aku memperhatikan Nurul dan Melina yang kini sedang bergurau. Mereka terlihat tertawa sambil cekikikan. Nurul menggelitik perut adiknya dengan gemas, membuat anak bungsuku yang masih berumur 3 tahun itu menjerit kegelian.

Meski keadaan kami sangat menyedihkan karena terkurung dan diperlakukan tak layak, kami tetap berusaha untuk mempertahankan kewarasan dengan sesekali bersenda gurau. Walau terkadang aku dan Nurul menangis setiap kali teringat Andra.

Setelah Melina sembuh total dari sakitnya, Redy kembali memperlakukan kami seperti awal dulu. Meski tak lagi berlaku kasar, namun ia masih memberi kami makanan yang sangat sedikit dan kadang tak layak untuk dimakan. Nasi basi yang ia berikan kadang terasa masih agak mentah. Dan ia bahkan mengurangi jatah biskuit kami, dalam 2 minggu hanya sebungkus biskuit. Katanya karena kami Cuma bertiga, jadi mesti cukup. Padahal beberapa hari yang lalu ia sempat mengambil semua uang di dompetku dengan paksa.

Redy pun kini tak pernah lagi melecehkanku. Mungkin ia trauma atau karena dimarahi perempuan itu, sehingga tak pernah lagi ia masuk ke kamar ini dalam keadaan mabuk.

“Ma, udah boleh makan biskuitnya? Nurul sama Melina udah lapar,” kalimat Nurul mengagetkanku yang sedang melamun.

Aku tersenyum. “Makan aja, Rul. Ambil dua keping masing-masing untukmu dan Melina.”

“Loh kok, banyak banget Ma. Nanti biskuitnya cepat habis.”

“Hari ini Mama nggak makan biskuitnya, untuk kalian aja,” kataku.

“Kenapa emangnya Ma?”

“Masih ada nasi yang semalam,” sahutku pendek.

“Nasi itu kan udah basi Ma. Waktu dikasi kemaren aja udah bau. Nanti Mama sakit perut lagi,” protesnya.

“Nggak apa, Rul. Mama udah terbiasa makannya, jadi nggak akan sakit perut lagi,” kataku berusaha menghiburnya. Entah kenapa aku sekarang tak begitu mau makan biskuit. Setiap kali aku melihat dan memegang biskuit, hatiku kembali merasa pedih dan terkoyak karena langsung teringat pada Andra. Ya, sebelum dihajar dan kemudian meninggal, Andra belum sempat memakan biskuitnya untuk makan malam. Hal itu yang membuatku meneteskan air mata setiap kali memegang biskuit.

“Ma, sampai kapan kita di sini? Nurul takut sama Om itu Ma. Apa kita bisa keluar dari sini?”

Aku mengelus kepala Nurul. “Mama akan berusaha untuk mengeluarkan kita dari sini. Kita akan bebas. Kamu yakin kan, sama Mama?”

Nurul mengangguk. Mendadak aku menyadari keadaan anak sulungku itu, dia terlihat jauh lebih kurus. Pipinya yang dulu tembam sekarang menghilang entah ke mana, digantikan oleh pipi cekung yang membuatnya terlihat seperti orang sakit. Hatiku kembali teriris.

Tiba-tiba kudengar langkah kaki yang mendekat. Saat pintu terbuka, kulihat Redy muncul dengan wajah sembab, seperti habis bangun tidur. Aku menerka-nerka tujuannya datang kemari. Terlihat ia memandang kami agak lama, sepertinya ia ingin bicara namun tampak ragu.

“Heh, kemarin kamu bilang mau masak dan membersihkan rumah kan?”

Aku mengangguk senang. Sepertinya umpanku berhasil.

“Kalau gitu sekarang keluar. Masaklah, aku lapar.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Disekap Wanita Yang Menginginkan Suamiku    BAB 41

    “Ke mana kau saat kami menghilang? Kenapa kau justru menikah lagi, sementara di tempat lain aku dan anak-anakmu sedang mengalami beragam siksaan menyakitkan?”“Kau sendiri yang kabur dari rumah dengan membawa anak-anak! Kau lari dengan laki-laki lain.” Mas Edar menyanggah omonganku, tak mau disalahkan sendiri.“Aku kabur karena sudah tak tahan dengan sifatmu yang pelit. Apalagi kau malah selingkuh di belakangku. Sekarang aku tanya, apakah ada usahamu mencari kami ketika aku lari dari rumah? Adakah niatmu mencari tahu di mana keberadaan kami, meski itu hanya untuk memastikan alasanku pergi darimu? Tidak ada! Kau justru sepertinya sangat senang ketika aku dan ketiga anakmu menghilang! Seolah memang itulah yang kau harapkan, agar bisa melanjutkan hubunganmu dengan Ella dan menikahinya! Iya kan?!” Mas Edar diam, tak menjawab. Sepertinya memang apa yang aku tuduhkan semua benar adanya.“Aku pikir kau pasti akan kembali,” ujarnya lemah.“Bohong! Kalau kau pikir aku akan kembali, tak m

  • Disekap Wanita Yang Menginginkan Suamiku    BAB 40

    PoV Laras“Laras, kau ke sini?” Aku hanya tersenyum menyeringai ketika Redy tampak terkejut melihat kedatanganku. Sekilas kulihat keadaan di balik jeruji tempat ia sekarang meringkuk siang dan malam.Keadaannya begitu kotor. Dengan lantai berdebu dan hanya ada lembaran koran yang mungkin ia gunakan sebagai alas duduk dan tidur. Redy hanya sendiri di dalam ruangan kecil ini, tak ada narapidana lain yang kulihat.“Tentu saja aku harus ke sini. Aku harus memastikan kalau berita gembira dari Bang Yunan kalau kau telah ditangkap polisi itu benar adanya,” ujarku dingin.“Jadi Yunan yang telah membantumu kabur? Sudah kuduga.” Redy tertawa sekilas. “Bagaimana rasanya, Redy? Dikurung di sebuah tempat sempit, dengan ruang gerak yang sangat terbatas? Aku tak tahu apakah kau mendapatkan penyiksaan atau tidak, tapi aku harap kau dikurung di sini, jauh lebih lama dari saat kau mengurung aku dan anak-anakku.”“Aku memang pantas mendapatkannya, Laras. Aku sadar akan hal itu. Hanya saja seben

  • Disekap Wanita Yang Menginginkan Suamiku    BAB 39

    PoV Author “Bagaimana sekarang?” Yunan yang sedang mengelap darah di tangannya dengan menggunakan saputangan bertanya pada Laras. Wanita itu tampak menatap dingin ke arah tubuh Ella yang sudah tak bernyawa. Keadaan mayat wanita yang telah menikah dengan suaminya itu terlihat mengerikan, wajahnya dipenuhi darah. Sepertinya Yunan benar-benar meluapkan emosinya dengan memakai seluruh tenaga untuk menghajar bagian wajah Ella. Lelaki itu seakan tak peduli, bahwa yang dipukulinya adalah seorang wanita. Rasa dendam membuatnya gelap mata. “Kita keluar dulu. Tak lama lagi Mas Edar pasti pulang. Kita tunggu sambil bersiap menelepon polisi. Tapi sebelum itu, pastikan kalau tak ada jejak kita yang tertinggal. Sebisa mungkin semua bukti hanya menjurus pada Mas Edar.” “Kita buang ke mana barang bukti ini?” Yunan menunjukkan sebuah hiasan di kamar terbuat dari besi yang tadi ia gunakan juga untuk memukul Ella. “Tak perlu dibuang. Biarkan saja di sini.” “Tapi bukankah ada sidik jariku? Kita bis

  • Disekap Wanita Yang Menginginkan Suamiku    BAB 38

    “Mau ke mana kau, Ella? Bukankah kau sudah hidup enak di sini setelah menikah dengan orang kaya? Kenapa sepertinya kau mau melarikan diri lagi? Sudah dapat mangsa baru?”“Yunan, bagaimana kau bisa berada di sini?” aku benar-benar takut, sampai suaraku bergetar.“Tentu saja bisa, karena aku pernah bersumpah akan menemukanmu bagaimanapun caranya.”Aku meneguk ludah. Apakah kini tamat riwayatku?“Aku--- akan membayar hutangku padamu. Aku punya uangnya meski belum cukup. Tapi akan aku berikan semua padamu, Yunan. Tapi tolong jangan bunuh aku. Berikan aku kesempatan untuk mencari sisanya.” Aku memohon, semoga saja dia mau menurutiku. “Membayar hutang dan membunuhmu itu adalah dua hal yang berbeda Ella. Meski kau membayar lunas hutangmu dan menambahkan bunganya, kau akan tetap kuhabisi.” Yunan menyeringai, aku ngeri melihatnya.“Kenapa seperti itu? Bukankah kau mengejarku karena hutang? Kalau sudah dibayar, seharusnya kau tak perlu memperlakukanku dengan buruk.”“Lalu bagaimana deng

  • Disekap Wanita Yang Menginginkan Suamiku    BAB 37

    “Mereka tak pernah ke sini Redy. Aku yakin, karena tak ada sedikit pun tanda-tanda kalau pernah ada yang datang semalam.” Aku semakin panik saat tahu tak ada siapa-siapa di makam Andra. Bisa dilihat dari rumput tinggi yang berdiri tegak. Kalau memang Laras datang ke sini bersama anak-anaknya, maka sudah pasti semua semak belukar itu akan rebah karena diinjak.“Aku juga tak tahu, Ella.” Redy menggaruk kepala, membuatku geram.“Ini semua gara-gara kamu!” aku memukul tangannya dengan keras.“Kamu kenapa sih?!” Redy mengelus lengannya yang sudah pasti terasa sakit akibat pukulanku tadi.“Lihat apa yang kamu lakukan! Mereka kabur dan kita tak bisa menangkapnya lagi. Mereka tak mungkin datang ke sini malam-malam. Laras tak akan berani membawa dua anaknya melewati semak dan pohon-pohon mengerikan di hutan ini. Sekarang, kita mau cari ke mana lagi?”“Ya mana aku tahu! Jangan hanya menyalahkan aku. Mereka sudah lari sejak semalam. Bisa jadi sekarang sudah ada d

  • Disekap Wanita Yang Menginginkan Suamiku    BAB 36

    “Apa yang terjadi Redy? Ke mana mereka semua?!”Aku berjalan menyusuri rumah Redy dalam keadaan panik sambil membuka satu persatu pintu kamar yang ada. Merasa tak ada tanda-tanda Laras dan kedua anaknya di dalam, aku berlari keluar, melihat sekeliling. Redy yang juga terlihat panik, langsung mengitari rumah. “Mereka nggak ada.” Nafas Redy terengah-engah begitu ia kembali. “Aku rasa mereka kabur dari semalam.” Tebaknya.“Kamu gimana sih, kok malah ninggalin mereka?! Aku kan bayar kamu buat jagain biar nggak lari! Bisa-bisanya kamu malah biarkan mereka sendirian!” Aku benar-benar marah. Padahal hari ini aku sudah siap menghabisi Laras dan kedua anaknya, baru kemudian kabur dengan membawa tabungan hasil dari kerja kerasku selama ini.Tapi saat aku sampai di rumah Redy pagi ini, mereka sudah tak ada. Bahkan, Redy juga baru tiba ketika aku datang. Kami terkejut saat melihat pintu depan dan pintu kamar tempat Laras dikurung sudah rusak, terbuka lebar.“Ibuku datang, Ella! Nggak mung

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status