Share

Bab 5

Penulis: Hazel
Namun, Tirta segera menggeleng dan tersenyum mengejek diri sendiri. Nabila baru saja berkata, jangan mencarinya kalau tidak ada urusan penting. Wanita ini hanya membantunya karena merasa kasihan, bukan karena menyukainya.

Malam hari, Melati masih menunggu Tirta, tetapi Tirta sudah kehilangan minatnya. Prioritas utama untuk sekarang adalah mendapatkan sertifikat medis dan mempertahankan kliniknya.

Masalahnya, banyak tulisan yang tidak Tirta pahami di buku medis. Meskipun Nabila membantunya membujuk Agus, apakah Tirta bisa mendapatkan sertifikat medis dengan ilmunya itu?

Tirta yang merasa gusar akhirnya kembali ke klinik. Ayu yang mendengar suara pun berjalan ke luar dan bertanya, "Tirta, kamu sudah kembali?"

"Ya, Bi. Ayo, kita pulang untuk makan," sahut Tirta.

Tiba-tiba, seorang pria paruh baya berjanggut dan bergigi kuning menghampiri Tirta dan berucap, "Tirta, jangan buru-buru. Aku ingin mengobrol denganmu."

Pria ini bernama Raden, dia sangat terkenal di Desa Persik. Lima tahun lalu, istrinya meninggal dalam kecelakaan, lalu dia mendapatkan kompensasi besar.

Sejak saat itu, Raden sering kali pergi ke kota untuk minum-minum dan mencari wanita. Tirta jarang sekali melihatnya di desa.

Saat ini, Raden menggosok tangannya sambil berkata dengan penuh semangat, "Ini tentang bibimu dan kamu."

"Memangnya apa hubungan kami denganmu?" tanya Tirta sambil mengernyit.

"Tentu saja ada!" Seakan-akan ada kabar baik, Raden menyeringai lebar sampai terlihat giginya yang kuning dan kotor itu.

"Kudengar, klinik ini sudah mau ditutup. Aku kasihan melihat kalian, jadi kuputuskan untuk menikahi bibimu! Kelak, kita akan menjadi keluarga!" Sambil berbicara, Raden mengamati Ayu dengan tatapan serakah. Kalau tidak ada Tirta di sini, dia pasti sudah menyetubuhi Ayu. Wanita ini terlalu cantik!

Sebagai seorang pria, Tirta tentu memahami tatapan Raden. Dia langsung mengadang di depan Ayu dan membentak, "Kata siapa klinik ini bakal ditutup? Sembarangan saja! Keluar sana!"

"Tirta, kamu anak yatim piatu. Aku bersedia menerimamu karena kasihan pada bibimu. Jangan nggak tahu diri begini dong!" tegur Raden yang ekspresinya menjadi masam.

"Kenapa memangnya? Jangan bicara omong kosong di sini, pergi sana! Kamu ingin menikahi bibiku? Coba becermin dulu!" Tirta menunjuk ke arah pintu untuk mengusir Raden.

"Oke. Kalau begitu, siap-siap untuk makan batu setelah klinikmu ditutup!" Raden yang berang pun berbalik dan pergi sambil bergumam, "Sialan, berani sekali bocah amatiran sepertimu membentakku! Aku akan memberimu pelajaran nanti! Aku akan meniduri bibimu di hadapanmu!"

"Cih! Dasar nggak tahu diuntung!" Selesai melontarkan itu, Raden bahkan meludah dengan kesal.

Tirta tidak mendengar makian Raden karena mengkhawatirkan Ayu. "Bibi, kamu sangat cantik dan lembut. Untuk apa merendahkan diri dan menyetujui tawaran pria seperti Raden?"

Ayu mengelus kepala Tirta, lalu menggeleng sambil menyahut, "Kamu sudah merawatkan bertahun-tahun. Sekarang terjadi masalah pada klinik, aku tentu harus mencari cara untuk membantumu."

Tirta menepuk dadanya dan berujar, "Bibi tenang saja, aku sudah meminta bantuan Nabila. Klinik ini bisa dibuka beberapa hari lagi. Aku akan belajar dengan giat untuk mendapatkan sertifikat! Jadi, kita nggak perlu memohon pada siapa pun!"

Meskipun berkata demikian, Tirta sebenarnya tidak memiliki kepercayaan diri sebesar itu. Dia hanya bisa menghibur Ayu untuk sekarang.

"Oke, aku percaya padamu. Aku nggak akan bertindak sembarangan lagi," sahut Ayu yang tersenyum lembut.

Kemudian, Tirta membawa Ayu pulang. Setelah Tirta memasak, keduanya makan dan pergi ke kamar masing-masing.

Rumah ini dibangun saat orang tua Tirta menikah, jadi sekarang sudah terlihat bobrok. Saat ini, Tirta berbaring di ranjang kayu yang keras sambil memandang atap yang berlubang. Dia tidak bisa tidur karena memikirkan Ayu yang sampai rela menikah dengan pria seperti Raden demi dirinya.

"Bibi begitu baik, aku nggak boleh membuatnya hidup menderita bersamaku. Aku harus mendapat sertifikat dan menghasilkan banyak uang untuknya! Aku akan membeli rumah besar di kota, sofa dan ranjang empuk, pakaian bagus, dan mobil mewah!" ucap Tirta.

Saat berikutnya, Tirta melompat dari ranjangnya untuk mengeluarkan catatan peninggalan ayahnya dan buku medis kuno.

"Tulisan apa ini?" Tirta segera merasa kebingungan. Dia hanya menempuh pendidikan sampai SD 3, bagaimana mungkin memahami tulisan-tulisan ini?

Kesalahan dalam dosis obat bukan hal sepele. Itu sebabnya, kadang Tirta bukan tidak mengerti cara mengobati pasien, melainkan tidak berani. Jadi, inilah alasan keterampilan medis Tirta tidak baik.

"Siap-siap untuk makan batu setelah klinikmu ditutup!" Tiba-tiba, penampilan jelek Raden muncul di benak Tirta.

"Sialan, apa aku benar-benar nggak berguna?" Tirta melemparkan catatan di tangan, lalu menggaruk kepalanya.

"Hehe. Tirta, kamu benar-benar mirip monyet kalau seperti ini." Tiba-tiba, terdengar tawa merdu dari jendela.

Tirta sontak menoleh, lalu mendapati Nabila bersandar di jendela sambil tertawa. Dia yang sedang gusar dan malas berbicara pun bertanya, "Malam-malam begini bukannya tidur, malah datang untuk mentertawakanku? Nabila, kamu sudah gila, ya?"

Nabila pun mencebik dan membalas, "Kenapa memangnya? Kalau nggak ada aku, siapa yang datang malam-malam untuk mengajarimu?"

Permintaan Tirta siang tadi membuat Nabila terpikir akan sesuatu, yaitu membantunya. Tirta malah mengejeknya sekarang. Nabila yang kesal pun berbalik dan hendak pergi.

"Eh? Kamu datang untuk mengajariku?" Tirta langsung menyerbu ke luar sembari bertanya dengan tidak percaya.

"Bukan. Aku sudah gila, jadi datang untuk mentertawakanmu!" sahut Nabila tanpa menoleh.

Tirta sedang frustrasi karena banyak tulisan yang tidak dipahaminya, mana mungkin dia membiarkan Nabila pergi?

"Hehehe. Kak Nabila, aku sudah salah. Maafkan aku, ya? Ayo masuk ke rumahku," ucap Tirta. Tanpa memedulikan hal lain, dia langsung merangkul Nabila dan mendorongnya masuk.

"Sikapmu ini nggak seperti orang yang meminta bantuan," ujar Nabila yang masih merasa kesal.

Wanita ini sepertinya baru mandi karena rambutnya masih basah. Tirta bahkan bisa mencium aroma sabun yang wangi dari tubuhnya.

Meskipun Nabila masih muda, postur tubuhnya sungguh menakjubkan. Bokongnya yang bulat itu benar-benar mematikan. Tirta hanya menatapnya sesaat, tetapi sudah ketahuan. Nabila membentak, "Dasar pria mesum! Apa yang kamu lihat!"
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (19)
goodnovel comment avatar
Ridho
emang iya kk
goodnovel comment avatar
Suyantini AMK
sangat bagus nabila mau membantu
goodnovel comment avatar
Jufri
Goodgoodgood
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1922

    Anggota sekte lain juga bertanya, "Kenapa kamu melarang kami mencari barang berharga sekte yang hilang?"Gatra hanya mendesah dan tidak ingin menjelaskan, "Hais ...."Dari keempat anggota sekte yang datang, pria tua yang merupakan pesilat tingkat semi abadi bertanya kepada belasan murid dengan ketus, "Kalian yang bilang saja, sebenarnya apa yang terjadi tadi? Siapa yang melukai paman seperguruan kalian?"Pria tua itu bernama Respati. Dia adalah wakil ketua Sekte Abhra. Tentu saja para murid tidak berani menentang Respati. Ditambah lagi, mereka juga ingin balas dendam.Dalam waktu kurang dari 2 menit, para murid menceritakan semua masalah yang terjadi tadi. Setelah mendengar cerita para murid, ekspresi ketiga pria tua dan wanita cantik itu berubah drastis. Mereka berkomentar."Apa?""Semua ini perbuatan bajingan mesum dari dunia fana yang bernama Tirta itu?""Tirta juga yang bekerja sama dengan murid wanita bernama Amaris untuk mencuri barang berharga?""Kalian yakin kalian nggak berboh

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1921

    Tirta tertawa mendengar perkataan Gatra. Dia bertanya, "Kamu mau mengampuniku? Tapi, aku nggak mau mengampunimu. Tadi kamu maki Bi Elisa 'wanita jalang', 'kan?"Gatra menyahut, "Bukan aku ... aku nggak bilang begitu ...."Gatra yang merasa bersalah menunduk. Dia makin takut setelah merasakan energi internal di dalam tubuhnya hanya tersisa sedikit. Gatra sama sekali tidak berani bertatapan dengan Tirta.Tirta yang perhitungan berkata, "Aku kasihan lihat kamu sudah tua, jadi kamu cukup minta maaf pada Bi Elisa. Kalau dia maafkan kamu, aku nggak akan buat perhitungan denganmu lagi. Kalau nggak, aku nggak akan mengampunimu."Selesai bicara, Tirta melepaskan Gatra. Sementara itu, Gatra tidak berani melawan. Dia menahan kekesalannya dan berjalan terhuyung ke depan Elisa.Gatra berucap, "Maaf ... Nona ... aku yang bicara terlalu kasar. Kuharap kamu nggak salahkan aku."Elisa menimpali, "Sudahlah, Tirta. Ayo kita pergi. Amaris, setelah masalah ini terjadi, kamu juga nggak perlu lanjut jadi mur

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1920

    Setelah tahu kondisi mereka, belasan murid ketakutan setengah mati. Mereka langsung menuruti kemauan Tirta sebelumnya dan berbicara sambil bersujud kepada Amaris."Jangan bunuh aku! Aku mau hidup!""Amaris, maaf! Aku salah, seharusnya tadi aku nggak menegurmu! Tolong maafkan aku!"Amaris menimpali dengan gugup, "Kalian ... berdiri dulu. Ini bukan salah kalian, Azlan yang berbohong sehingga kalian percaya. Tapi, Tuan Tirta yang putuskan untuk ampuni kalian atau nggak. Aku nggak berhak buat keputusan, kalian nggak usah memohon padaku lagi."Mendengar ucapan Amaris, belasan murid berbalik dan berlutut di depan Tirta sembari memohon. Tirta pusing mendengar suara mereka. Dia menegur, "Diam! Ribut sekali!"Kemudian, Tirta mengorek telinga seraya berujar kepada Gatra, "Tua bangka, giliran kamu!""Tirta, kamu ... jangan terlalu sombong!" tegur Gatra. Sekarang dia tidak menutupi rasa takutnya lagi.Meskipun Gatra adalah pesilat energi internal tahap puncak dan tetua yang mengurus hukuman, dia j

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1919

    Amaris sama sekali tidak memegang senjata. Dia yang takut langsung bersembunyi di belakang Tirta dan memelas, "Ah ... Tuan Tir ... eh, salah ... Mr.P, tolong aku!"Bahkan wajah Tirta juga memerah setelah mendengar kata-kata Amaris. Dia menanggapi, "Amaris, kamu panggil aku Tirta saja. Mereka sudah tahu Mr.P-ku perkasa, nggak usah bilang lagi."Namun, tangan Tirta tidak berhenti bergerak. Ting! Ting! Ting! Terdengar suara dentingan beruntun. Tirta menjadikan tangannya sebagai pedang, dia langsung mematahkan pedang belasan murid itu dalam sekejap!Fisik pemurni energi tingkat pembentukan fondasi tahap kelima puncak sangat kuat. Biarpun sama sekali tidak mengerahkan kekuatan spiritual, tenaganya sudah cukup mematahkan besi rongsokan ini dengan mudah.Belasan murid Sekte Abhra memegang pedang patah dengan ekspresi ketakutan. Mereka memandang Gatra dan berbicara dengan suara bergetar."Ini ....""Paman, apa yang harus kita lakukan tanpa senjata?"Salah satu murid pria pernah mengikuti turna

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1918

    Amaris menggigit bibirnya dan menjelaskan dengan ragu, "Tuan Tirta, mereka itu anggota sekteku. Pasti Azlan memutarbalikkan fakta. Usahakan jangan bertindak, biar aku yang jelaskan pada mereka. Nanti kamu cuma perlu bersikeras menyangkal kamu itu bukan Tirta, bilang saja kamu itu Mr.P. Mungkin Paman akan membiarkan kita pergi."Gatra mendekat sambil memegang pedang. Dia mendengus dan memarahi, "Untuk apa kamu jelaskan lagi? Dasar pengkhianat, ternyata kamu bersekongkol dengan orang luar untuk mencuri barang berharga di sekte kita! Kamu pantas mati!"Gatra menegaskan, "Hari ini, jangan harap kalian bisa meninggalkan area Sekte Abhra! Serahkan barang berharga itu dan aku akan membiarkan kalian mati tanpa merasakan penderitaan!"Ngung! Pedang di tangan Gatra bergetar karena dia mengerahkan tenaganya.Amaris makin panik setelah mendengar ucapan Gatra. Dia berusaha menjelaskan, "Paman, bukan aku yang berbuat begitu! Kak Azlan memfitnahku ... aku sama sekali nggak tahu tentang barang berharg

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1917

    Orang-orang ini buru-buru turun dari gunung karena kucing putih mencuri barang berharga di sekte. Kebetulan mereka melewati tempat ini.Mendengar perkataan Gatra, belasan murid pun meninggalkan 2 orang untuk menjaga Azlan yang terluka parah. Yang lain hanya bisa memendam amarah mereka.Mereka hendak mengikuti Gatra untuk mencari kucing putih itu. Namun, mencari seekor kucing putih di daerah pegunungan yang dipenuhi hutan lebat tidak mudah.Saat mereka sedang gundah, Azlan yang tiba-tiba teringat sesuatu berteriak, "Paman, tadi aku lihat ada wanita yang sangat cantik selain bajingan mesum itu. Waktu berjalan kemari, sepertinya dia menggendong seekor kucing putih dan kaki kiri kucing itu terluka."Ekspresi Gatra berubah drastis. Dia segera bertanya, "Benar, memang binatang sialan itu. Mereka pergi ke arah mana?""Paman, mereka melewati jalan untuk turun dari gunung," sahut Azlan sembari menunjuk ke suatu arah.Ditambah lagi, Azlan membenci Tirta dan Amaris. Dia juga memfitnah, "Selain it

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status