Share

Dompet Rahasia Suamiku
Dompet Rahasia Suamiku
Author: Jeni Sasmita

Menemukan dompet

"Tumben mas Heru nggak bawa dompet," gumam Anya saat melihat sebuah dompet yang terselip rapi di pakaian milik Heru.

Anya pun mengambil dan terkejut saat melihat isi dompet itu, ada uang cash dua juta dan ada tiga kartu ATM. Dompet itu jelas-jelas milik Heru karena KTP-nya juga ada di sana.

"Dari mana mas Heru dapat uang sebanyak ini? Apa kabar dengan kebutuhan rumah yang selama ini Pas-pasan? Jadi, selama ini mas Heru membohongiku?" Anya mencoba mengatur napasnya.

Berbagai pertanyaan muncul dibenak Anya, "Apa mungkin mas Heru ingin memberi kejutan untukku? Tapi tidak, mas Heru tidak mungkin seromantis itu, apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dariku, Mas."

Anya menghela napas, mengingat kembali kejadian dua minggu yang lalu.

"Dek, sepertinya mas tidak bisa lagi kasih jatah bulanan seperti biasanya, mas akui kalau mas menyerah, melihat kondisi yang tidak memungkinkan ini."

"Iya Mas, aku akan mencoba untuk lebih berhemat lagi."

Heru bilang ia turun gaji, dikarenakan perusahaan tempat ia bekerja mengalami kerugian besar. Gaji Heru tidak akan mencukupi kebutuhan mereka.

Saat itu juga mereka datang kerumah orang tua Anya, tapi sayangnya saat itu tidak ada orang di rumah itu.

Dua hari kemudian Anya datang lagi, tapi ia bersama Luna sahabatnya, karena suaminya sedang kerja.

"Oh, jadi sekarang suamimu yang sombong itu telah mengakui kalau ia sudah tidak mampu lagi untuk membiayai kehidupanmu?" tanya Alda ibunya Anya. Saat Anya baru saja menjelaskan maksud kedatangannya.

"Ma, mama hanya salah paham maksud mas Heru dulu, dia hanya ingin berjuang sendiri untuk kehidupan kami. Seharusnya mama bangga karena mas Heru mau memimpin kehidupan aku." Anya masih membela suaminya, ia tahu kalau ibunya tidak akan sekejam ibu tiri yang ada sinetron.

"Apakah kamu tidak ingat dia mengatakan kalau dia mampu memberikan nafkah kepadamu tanpa pertolongan kami? Padahal, maksud Papamu dulu baik. Papamu ingin dia mengelola perusahaan yang telah kami siapkan. Tapi, dia menolak dan mengajakmu pergi."

"Dan buktinya sekarang dia mengatakan kalau tidak sanggup lagi? Seandainya saja dari dulu dia mau pasti kehidupan kalian sudah lebih layak. Sekarang saat ayahmu sudah meninggal kalian baru datang dan minta maaf."

"Ma, maafin aku dan mas Heru, kami sangat membutuhkan perusahaan itu. Karena gaji mas Heru sekarang tidak akan cukup untuk kehidupan kami kedepannya. Mama harus ingat kalau aku ini adalah anak mama juga." Bulir-bulir bening mulai membasahi pipinya.

Jujur Alda sangat tidak tega melihat Anya menangis memohon seperti itu.

"Baiklah, mama serahkan perusahaan itu pada kalian dua bulan lagi, karena kakakmu juga sudah membuka cabang di Surabaya."

"Iya ma, terimakasih ma." Anya memeluk erat ibunya.

Sebenarnya selama ini, Alda tidak tega melihat kondisi kehidupan anak perempuan satu-satunya, tapi, ia juga tidak mau memaksa dan hidup bersama Heru adalah pilihan Anya sendiri.

Mulai saat itu kebutuhan rumah mereka diberikan oleh Angga kakaknya Anya, sedangkan gaji Heru yang cuma 1 juta perbulan mereka tabung untuk membeli rumah sendiri.

Heru juga sudah meminta maaf kepada ibu dan kakak Anya.

Heru mulai membantu Angga dalam perusahaan itu, karena tinggal menunggu waktu perusahaan itu akan dikelola sendiri oleh Heru.

Sejak saat itu Keluarga mereka berjalan seperti biasanya tanpa ada kecurigaan ataupun masalah.

Tetapi, hari ini Anya menemukan sebuah dompet yang sangat jelas jika pemiliknya adalah Heru, karena KTP juga ada disana.

Sedangkan uang tabungan mereka dari hasil kerja Heru di pegang oleh Anya.

*

"Sayang."

Anya yang sedang bersantai didepan televisi pun menyambut kedatangan suaminya.

"Aku tidak boleh gegabah, aku harus mencari kebenaran terlebih dahulu," batin Anya.

"Mas sudah pulang, kok kelihatan bahagia banget mukanya?" tanya Anya. Lalu mencium punggung tangan suaminya dengan malas.

"Siapa coba yang tidak bahagia di sambut oleh istri yang sangat cantik ini." Heru mengecup kening dan memeluk Anya erat.

Anya memutar bola matanya, mencari alasan agar bisa lepas dari pelukan laki-laki yang sudah ia anggap pembohong itu.

"Mas, bau acem, cepetan mandi gih."

"Masa sih, bukannya selama ini kita selalu begini?"

"Mandi dulu mas, abis itu kita makan." Anya mendorong Heru ke kamarnya.

Saat Heru masuk kedalam kamar mandi, Anya langsung memeriksa ponsel milik Heru, siapa tahu ia menemukan sedikit bukti. Anya tidak terlalu buru-buru, karena jika Heru mandi itu pasti lama.

"Sejak kapan ponsel mas Heru dikunci?" Anya bingung, memang selama ini ia tidak perna memeriksa ponsel suaminya.

Anya sudah mencoba menebak berkali-kali, tetapi tetap saja ia tidak bisa membukanya. Ia terus mencoba memasukkan tangal lahir, tanggal pernikahan, tanggal jadian dan tetap tidak bisa.

"Argh!" Anya mulai kesal dan meletakkannya kemudian ponsel itu.

Ting! Sebuah notifikasi masuk. Anya hanya dapat membaca sedikit.

[Terimakasih sayang, rumahnya sangat mem....]

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status