"Tumben mas Heru nggak bawa dompet," gumam Anya saat melihat sebuah dompet yang terselip rapi di pakaian milik Heru.
Anya pun mengambil dan terkejut saat melihat isi dompet itu, ada uang cash dua juta dan ada tiga kartu ATM. Dompet itu jelas-jelas milik Heru karena KTP-nya juga ada di sana."Dari mana mas Heru dapat uang sebanyak ini? Apa kabar dengan kebutuhan rumah yang selama ini Pas-pasan? Jadi, selama ini mas Heru membohongiku?" Anya mencoba mengatur napasnya.Berbagai pertanyaan muncul dibenak Anya, "Apa mungkin mas Heru ingin memberi kejutan untukku? Tapi tidak, mas Heru tidak mungkin seromantis itu, apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dariku, Mas."Anya menghela napas, mengingat kembali kejadian dua minggu yang lalu."Dek, sepertinya mas tidak bisa lagi kasih jatah bulanan seperti biasanya, mas akui kalau mas menyerah, melihat kondisi yang tidak memungkinkan ini.""Iya Mas, aku akan mencoba untuk lebih berhemat lagi."Heru bilang ia turun gaji, dikarenakan perusahaan tempat ia bekerja mengalami kerugian besar. Gaji Heru tidak akan mencukupi kebutuhan mereka.Saat itu juga mereka datang kerumah orang tua Anya, tapi sayangnya saat itu tidak ada orang di rumah itu.Dua hari kemudian Anya datang lagi, tapi ia bersama Luna sahabatnya, karena suaminya sedang kerja."Oh, jadi sekarang suamimu yang sombong itu telah mengakui kalau ia sudah tidak mampu lagi untuk membiayai kehidupanmu?" tanya Alda ibunya Anya. Saat Anya baru saja menjelaskan maksud kedatangannya."Ma, mama hanya salah paham maksud mas Heru dulu, dia hanya ingin berjuang sendiri untuk kehidupan kami. Seharusnya mama bangga karena mas Heru mau memimpin kehidupan aku." Anya masih membela suaminya, ia tahu kalau ibunya tidak akan sekejam ibu tiri yang ada sinetron."Apakah kamu tidak ingat dia mengatakan kalau dia mampu memberikan nafkah kepadamu tanpa pertolongan kami? Padahal, maksud Papamu dulu baik. Papamu ingin dia mengelola perusahaan yang telah kami siapkan. Tapi, dia menolak dan mengajakmu pergi.""Dan buktinya sekarang dia mengatakan kalau tidak sanggup lagi? Seandainya saja dari dulu dia mau pasti kehidupan kalian sudah lebih layak. Sekarang saat ayahmu sudah meninggal kalian baru datang dan minta maaf.""Ma, maafin aku dan mas Heru, kami sangat membutuhkan perusahaan itu. Karena gaji mas Heru sekarang tidak akan cukup untuk kehidupan kami kedepannya. Mama harus ingat kalau aku ini adalah anak mama juga." Bulir-bulir bening mulai membasahi pipinya.Jujur Alda sangat tidak tega melihat Anya menangis memohon seperti itu."Baiklah, mama serahkan perusahaan itu pada kalian dua bulan lagi, karena kakakmu juga sudah membuka cabang di Surabaya.""Iya ma, terimakasih ma." Anya memeluk erat ibunya.Sebenarnya selama ini, Alda tidak tega melihat kondisi kehidupan anak perempuan satu-satunya, tapi, ia juga tidak mau memaksa dan hidup bersama Heru adalah pilihan Anya sendiri.Mulai saat itu kebutuhan rumah mereka diberikan oleh Angga kakaknya Anya, sedangkan gaji Heru yang cuma 1 juta perbulan mereka tabung untuk membeli rumah sendiri.Heru juga sudah meminta maaf kepada ibu dan kakak Anya.Heru mulai membantu Angga dalam perusahaan itu, karena tinggal menunggu waktu perusahaan itu akan dikelola sendiri oleh Heru. Sejak saat itu Keluarga mereka berjalan seperti biasanya tanpa ada kecurigaan ataupun masalah.Tetapi, hari ini Anya menemukan sebuah dompet yang sangat jelas jika pemiliknya adalah Heru, karena KTP juga ada disana.Sedangkan uang tabungan mereka dari hasil kerja Heru di pegang oleh Anya.*"Sayang."Anya yang sedang bersantai didepan televisi pun menyambut kedatangan suaminya."Aku tidak boleh gegabah, aku harus mencari kebenaran terlebih dahulu," batin Anya."Mas sudah pulang, kok kelihatan bahagia banget mukanya?" tanya Anya. Lalu mencium punggung tangan suaminya dengan malas."Siapa coba yang tidak bahagia di sambut oleh istri yang sangat cantik ini." Heru mengecup kening dan memeluk Anya erat.Anya memutar bola matanya, mencari alasan agar bisa lepas dari pelukan laki-laki yang sudah ia anggap pembohong itu."Mas, bau acem, cepetan mandi gih.""Masa sih, bukannya selama ini kita selalu begini?""Mandi dulu mas, abis itu kita makan." Anya mendorong Heru ke kamarnya.Saat Heru masuk kedalam kamar mandi, Anya langsung memeriksa ponsel milik Heru, siapa tahu ia menemukan sedikit bukti. Anya tidak terlalu buru-buru, karena jika Heru mandi itu pasti lama."Sejak kapan ponsel mas Heru dikunci?" Anya bingung, memang selama ini ia tidak perna memeriksa ponsel suaminya.Anya sudah mencoba menebak berkali-kali, tetapi tetap saja ia tidak bisa membukanya. Ia terus mencoba memasukkan tangal lahir, tanggal pernikahan, tanggal jadian dan tetap tidak bisa."Argh!" Anya mulai kesal dan meletakkannya kemudian ponsel itu.Ting! Sebuah notifikasi masuk. Anya hanya dapat membaca sedikit.[Terimakasih sayang, rumahnya sangat mem....]"Anya mas mohon, beri mas kesempatan lagi. Mas janji akan nurut sama kamu."Belum sempat Anya menjawab, yang ditunggu pun akhirnya tiba. Sepupu Anya datang membawa orang-orang dari pihak kepolisian. Dengan bukti-bukti yang kuat, Heru dinyatakan bersalah."Sayang, kamu tidak mungkin melakukan itu kan."Anya tak menghiraukan ucapan lelaki yang kini sudah menjadi mantan suaminya itu.Heru pun langsung dibawa, dengan sangat terpaksa ia harus menurut. dia tidak punya tanaga dan kuasa untuk melawan.Heru menyesali semua kebodohannya, demi ambisi dia menghancurkan semuanya. Seharusnya ia bersyukur dan berterima kasih derajatnya telah dinaikkan oleh mertuanya. Juga ada istri yang selalu setia dan menghormatinya. Tetapi kini semuanya hanya menjadi kenangan belaka. Nasi telah menjadi bubur.Anya adalah manusia biasa yang juga memiliki perasaan, ia tidak memasukkan Silvia ke penjara karena Silvia sedang hamil."Apalagi yang kamu tunggu? Cepat tinggalkan rumahku.""Tidak, aku tidak mau pergi dar
"Hey, cepat bangun. Jangan pada lemes gitu. Ini belum selesai, masih ada lagi hadiah spesial untuk kalian. Yuk." Luna menarik paksa tangan Silvia.Semuanya pun ikut keluar dan lagi-lagi Heru di buat bingung oleh Anya. Karena di depan sudah banyak tetangga kompleks yang berdatangan. Tak hanya itu, di depan juga sudah berdiri rapi sebuah kain putih lebar. Lebih tepatnya layar tancap."Ternyata dia pelakor." Tetangga mulai membicarakannya"Pantas aja selama ini hidupnya mewah.""Iya, ngaku-ngaku orang kaya, eh ternyata."Silvia mencoba menahan malu, karena selama ini ia merasa sangat bangga dengan apa yang dia miliki."Wow, sepertinya kita akan nonton nih, serasa di bioskop aja," ujar Rianty."Iya Mbak, bahkan ini lebih seru daripada nonton di bioskop," jawab Anya."Anya, jelaskan apa-apaan ini? Kok ada beginian?" tanya Heru tak mengerti."Diam saja kamu disitu, ini adalah kejutan spesial untuk kalian.""Bisa diputar sekarang Pak," titah Anya pada laki-laki yang telah siap dari tadi.Set
"Anya plis ...." Heru menggeleng kepalanya agar Anya tidak memberitahu kebenarannya pada Silvia."Ternyata benar, wawasanmu hanya selebar selangkangan, Silvia. Seharusnya kamu mencari tahu dulu siapa sebenarnya mangsamu sebelum kau menaklukkannya. Agar kami tidak merasa dirugikan dikemudian hari.""Jelas mas Heru orang kaya, kamunya aja yang sok berkuasa," celetuk Silvia."Mas Heru sama sepertimu. Benalu! Manusia yang bisanya hanya menumpang hidup dirumah mertua. Jika bukan aku yang meminta, dia tidak akan perna merasakan empuknya kursi direktur. Kamu pikir dia siapa tanpa keluarga Wijaya. Hah," jelas Anya lantang.Terlihat jelas raut wajah Silvia berubah."Kenapa kamu? Keget?" tanya Anya. Berusaha untuk menahan tawanya."Jelaslah dia kaget, Heru bukan siapa-siapa tanpa keluargamu." Luna menimpali sambil berkutat terus dengan ponselnya."Nggak kalian bohong. Perusahaan itu milik mas Heru!" Silvia tetap kekeuh."Bodoh, itu adalah perusahaan cabang milik keluarga kami dan aku yang memin
"Bagaimana suamiku dan maduku, sudah percaya?" tanya Anya menatap sekilas Silvia yang masih terpaku."Jadi bagaimana honeymoon kalian, Menyenangkan bukan?" tanya Anya sambil mengulum senyumnya."Jadi selama ini kamu memata-matai kami.""Bukan mematai, lebih tepatnya mengumpulkan bukti untuk menghancurkan kalian berdua dan sedikit bermain-main.'Dengan bersusah payah Heru berusaha berdiri," Sayang. Maafin mas, ini semua salah paham, mas khilaf.""Mas!" Bentak Silvia protes.Anya pun tertawa dibuat-buat, "Khilaf? Aduh Mas, jangan samakan aku dengan wanita bodoh ini yang bisa dikelabui olehmu. Khilaf itu cuma sekali bukan berulang kali dan lihatlah gundikmu protes tidak terima," ujar Anya disambut dengan tatapan tak suka dari Silvia."Aku bukan wanita bodoh," sergah Silvia."Terus? Apa aku harus mengatakan dengan jelas kalau kamu itu wanita murahan?""Aku bukan wanita murahan, brengsek!"Bagai api yang disiram bensin, amarah Anya langsung mengkilat. Dicengkeramnya wajah Silvia dengan kua
"Jika kalian bukan keluarga mas Heru, sebenarnya kalian siapa? Mengapa mengeroyok kami di rumah kami sendiri. Kalian akan ku adukan ke polisi." Ancam Silvia."Wow, silahkan saja namun sebelum itu terjadi maka kalianlah yang lebih dahulu merasakan dinginnya tidur dalam penjara. Atau kamu ingin merasakan bagaimana melahirkan dalam jeruji besi? Hah," ucap Rianty tersenyum sinis.Heru benar-benar kaget, Rianty yang terkenal sangat lemah lembut bisa bersikap seperti monster yang mengerikan."Lepaskan istriku, jangan sakiti dia. Ini semua salahku," ucap Heru lirih. Dia tak berdaya untuk menolong Silvia."Diam lo brengsek!" Angga memberi satu bogem lagi untuk Heru.Keadaan Heru saat ini sangat mengenaskan, wajah tampan yang ia banggakan kini lebam dan penuh luka. Angga tidak ada sedikit pun rasa kasihan nya, malah itu saja belum cukup untuk membalas sakit hati adik tercintanya."Kamu ingin melindungi sampah ini kan, sama seperti kami yang juga akan melindungi permata kami dari manusia biadab
Sedangkan Silvia kebingungan sendiri."Siapa dia?" tanya Silvia heran. Orang asing keluar dari rumahnya.'Honeymoon? Apa mereka tahu, tamatlah riwayatku,' batin Heru ketakutan."Ayo masuk, kalian pasti lelah bukan habis jalan-jalan jauh. Mama sudah masak makanan enak dan banyak untuk menyambut kalian." Matanya yang memandang tajam tadi kini melembut begitu pun tutur katanya.Silvia terpesona melihat sosok Angga, matanya sampai tak berkedip."Dia lebih tampan dari mas Heru, gagah lagi," batinnya. Tanpa sadar dia mengigit bibir bawahnya. Menjijikkan.Heru terpaku dan tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Kakak iparnya menyambutnya? Seharusnya dia marah.Heru dan Silvia mengikuti langkah Angga memasuki kediaman Silvia. Semua telah berkumpul dan menyambut mereka dengan ramah."Wah menantu mama sudah pulang. Bagaimana perasaan kalian Sayang? Apakah menyenangkan.""Menyenangkan Ma." Bukan Heru yang menjawab tetapi Silvia dengan senyuman yang manisnya."Ayo kita langsung keruang makan, mam