Home / Romansa / Dua Tuan Tampan / 11. Dua Tuan Tampan

Share

11. Dua Tuan Tampan

Author: bluaeya
last update Last Updated: 2025-05-14 22:32:47

Senja merayap turun, membalut jalanan dengan cahaya temaram setelah kesibukan jam kantor mereda. Karina, dengan seulas senyum puas menghiasi wajahnya, baru saja keluar dari toko bunga "Lavender Dreams". Di tangannya tergenggam buket bunga matahari cerah untuk ulang tahun Risa.

Namun, kedamaian sore itu terusik oleh kedatangan dua sosok pria secara bersamaan dari arah yang berlawanan. Tepat di sisi kanan Karina, sebuah mobil sedan mewah berwarna grafit berhenti. Pintu pengemudi terbuka, dan dari sana keluar Julian Pratama. Ia mengenakan kemeja biru muda yang digulung lengannya hingga siku, namun aura CEO yang berwibawa tetap melekat padanya. Karina terkejut bukan main.

Belum hilang rasa kagetnya, dari sisi kiri Karina, suara deru motor sport yang khas terdengar mendekat. Sebuah motor Ducati berwarna hitam berhenti tepat di sampingnya. Pengendaranya menurunkan visor helm, memperlihatkan wajah tegas namun memikat milik Alex. Jaket kulit hitam yang dikenakannya semakin menambah daya ta
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dua Tuan Tampan   12. Perdebatan

    Malam semakin menghampiri di depan toko bunga "Lavender Dreams", namun ketegangan di antara Julian dan Alex belum juga mereda. Setelah Karina berpamitan dan bergegas menuju halte, keduanya masih berdiri di tempat yang sama, saling menatap dengan sorot mata yang menyimpan berbagai pertanyaan dan kecurigaan. Julian, sebagai pihak yang lebih dulu mengenal Karina (sebagai atasannya), merasa memiliki keunggulan. Ia memandang Alex dengan tatapan dingin, mencoba menunjukkan superioritasnya. "Saya tidak menyangka akan bertemu Anda di sini, Tuan...?" Julian menggantungkan kalimatnya, seolah meremehkan Alex yang belum ia ketahui identitasnya secara pasti. Alex menyeringai tipis, tidak terpengaruh sedikit pun oleh nada bicara Julian yang merendahkan. "Rossi. Alex Rossi. Dan saya juga tidak menyangka akan bertemu dengan seorang CEO yang berkeliaran di sekitar toko bunga pada malam hari. Sedang mencari inspirasi untuk buket ucapan selamat atas keberhasilan proyek?" balas Alex dengan nada san

  • Dua Tuan Tampan   11. Dua Tuan Tampan

    Senja merayap turun, membalut jalanan dengan cahaya temaram setelah kesibukan jam kantor mereda. Karina, dengan seulas senyum puas menghiasi wajahnya, baru saja keluar dari toko bunga "Lavender Dreams". Di tangannya tergenggam buket bunga matahari cerah untuk ulang tahun Risa. Namun, kedamaian sore itu terusik oleh kedatangan dua sosok pria secara bersamaan dari arah yang berlawanan. Tepat di sisi kanan Karina, sebuah mobil sedan mewah berwarna grafit berhenti. Pintu pengemudi terbuka, dan dari sana keluar Julian Pratama. Ia mengenakan kemeja biru muda yang digulung lengannya hingga siku, namun aura CEO yang berwibawa tetap melekat padanya. Karina terkejut bukan main. Belum hilang rasa kagetnya, dari sisi kiri Karina, suara deru motor sport yang khas terdengar mendekat. Sebuah motor Ducati berwarna hitam berhenti tepat di sampingnya. Pengendaranya menurunkan visor helm, memperlihatkan wajah tegas namun memikat milik Alex. Jaket kulit hitam yang dikenakannya semakin menambah daya ta

  • Dua Tuan Tampan   10. Kafe Eskrim

    Sore hari, Maya mengajak Karina untuk mencari udara segar sepulang kerja. "Kar, kepala gue udah berasap nih gara-gara brainstorming ide iklan yang nggak jelas. Kita cari es krim yuk di kafe Gelato. Siapa tahu ketemu oppa-oppa ganteng yang lagi nyari inspirasi juga," ajak Maya dengan nada penuh harapan. Karina, yang otaknya juga terasa lelah berjam-jam berkutat dengan angka, menyetujui ajakan Maya. Suasana sore yang ramai dengan lalu lalang kendaraan dan pejalan kaki sedikit mengalihkan pikirannya dari rutinitas kantor. Sesampainya di kafe Gelato dengan aroma manis yang melekat di udara, Maya langsung memesan dua scoop rasa mint chocolate dan strawberry cheesecake. Karina sendiri memilih rasa salted caramel yang selalu berhasil menghiburnya. Mereka duduk di salah satu meja di sudut kafe, menikmati es krim sambil sesekali mengamati pengunjung lain. "Tuh kan, Kar! Gue bilang juga apa, kafe ini tuh sarangnya cowok-cowok ganteng!" bisik Maya sambil menyikut lengan Karina, matanya berbin

  • Dua Tuan Tampan   9. Hiruk Pikuk Klub Malam

    Dentuman musik menimbulkan vibrasi di lantai dan riuh rendah percakapan menyelimuti malam itu dengan atmosfer yang memekakkan telinga. Di tengah kerumunan pesta yang berjingkrak-jingkrak mengikuti ritme musik, Karina merasa semakin tidak nyaman. Ia seolah menjadi sosok asing di tengah dunia yang menarik namun sedikit mengintimidasi baginya. Meskipun Maya dan Toni tampak menikmati suasana pesta dengan bersemangat, Karina merindukan ketenangan kamar kosnya. Aroma alkohol dan keringat yang bercampur di udara menimbulkan perasaan tidak nyaman. Dengan langkah hati-hati, Karina mulai menepi dari kerumunan yang semakin padat. Ia mencari sudut yang sedikit lebih sepi di mana ia bisa sedikit bernapas dan menjernihkan pikirannya. Matanya menyelidik sekeliling, mencari keberadaan sofa atau kursi kosong yang bisa ia duduki sejenak. Setelah beberapa saat mencari, Karina akhirnya menemukan sofa tersembunyi di sudut ruangan yang remang-remang. Sofa kulit berwarna gelap itu tampak menawarkan sedik

  • Dua Tuan Tampan   8. Kehebohan teman

    Mentari pagi menyusup malu-malu melalui celah ventilasi kamar Karina, membangunkan gadis itu dari tidur lelap yang menyenangkan. Karina menghela napas panjang dan bangkit dari tempat tidur dengan gerakan lemah. Ia masih merasa sedikit lelah namun rasa penasaran tentang kejadian kemarin lebih mendominasi. Ia perlu menceritakan ini pada kedua teman kosnya, Risa dan Beno, meskipun ia yakin reaksinya pasti akan heboh. Setelah menyelesaikan ritual pagi seadanya, Karina keluar dari kamar dan mendapati Risa sudah berkutat di dapur dengan aroma kopi yang memenuhi udara. Beno, seperti biasa di pagi hari, tampak duduk tenang di meja makan dengan sebuah buku tebal di tangannya. "Pagi, Kar! Muka lo kusut banget kayak cucian belum disetrika," sapa Risa mengalihkan pandangannya dari cangkir kopi merasuk indra penciumannya. "Pagi, Ris. Pagi, Ben," jawab Karina lemah sambil duduk di kursi sebelah Beno. Beno hanya mengangguk singkat tanpa memalingkan wajahnya dari bukunya yang berjudul "Eksistens

  • Dua Tuan Tampan   7. Tumpangan Julian

    Mobil mewah Julian meluncur lembut membelah jalanan Jakarta yang mulai sepi di tengah malam. Lampu-lampu jalan menari di kaca jendela, menciptakan refleksi cahaya di wajah Karina. Karina duduk dengan sedikit kaku di kursi penumpang. Ia melirik Julian yang fokus menyetir dengan ekspresi wajah tenang. Sorot lampu jalan sesekali menerangi garis rahangnya yang tegas. Julian memecah keheningan setelah beberapa saat dengan pertanyaan. "Jadi, kos kamu di daerah mana?" "Di daerah luar kota, Pak," jawab Karina. "Dekat dengan kampus baru." Julian mengangguk pelan, Karina memberanikan diri untuk melirik Julian lagi. Julian tiba-tiba memecah keheningan lagi. "Kamu sudah lama tinggal di sana, Karina?" "Sejak kuliah, Pak," jawab Karina pelan. "Sekitar lima tahunan." Karina memberanikan diri untuk bertanya balik. "Kalau Bapak... sudah lama tinggal di Jakarta?" Julian sekilas tersenyum tipis. "Sejak lahir. Tapi... kadang saya merasa pusat kota Jakarta terlalu ramai dan... melelahkan." "Kamu.

  • Dua Tuan Tampan   6. Pengirim Mawar

    Setelah berjam-jam berkutat dengan angka-angka dan laporan keuangan tanpa akhir, Karina akhirnya menghela napas lega. Pekerjaannya selesai. Rasa lelah menyelimuti tubuhnya, namun kepuasan kecil menangkap hatinya. Ia cepat-cepat merapikan mejanya, mematikan komputer, dan meraih tasnya, tidak sabar untuk segera kembali ke ketenangan kamar kosnya.Suasana kantor di lantai atas benar-benar sepi. Hanya lampu-lampu darurat yang memancarkan cahaya redup, menciptakan bayangan-bayangan panjang yang tidak biasa. Langkah kaki Karina menggema pelan di koridor yang kosong saat ia berjalan menuju lift.Dalam lift yang lambat dan sunyi, pikiran Karina kembali melayang pada buket mawar merah dan sikap tidak biasa Julian malam ini. Pertanyaan-pertanyaan itu masih menanti jawaban di benaknya. Ia menggelengkan kepalanya pelan, mencoba mengusir kebingungan itu dan fokus pada keinginan untuk segera beristirahat.Tiba di lantai dasar, Karina sedikit terkejut melihat lampu lobi masih menyala terang. Biasany

  • Dua Tuan Tampan   5. Mawar

    Keesokan harinya, Karina terbangun dengan perasaan sedikit lelah. Rutinitas pagi di kos berjalan seperti biasa. Risa sudah sibuk dengan ritual dandan sebelum kerja, sementara Beno tampak tenang dengan laptopnya."Muka lo kenapa ditekuk gitu, Kar? Mimpi buruk ketemu Pak Bambang nagih laporan?" celetuk Risa sambil menyisir rambutnya di depan cermin."Nggak kok. Cuma kurang tidur aja," jawab Karina berbohong sambil meraih mug kopinya.Sesampainya di kantor, suasana pagi terasa sedikit lebih ramai dari biasanya. Beberapa karyawan tampak berbisik-bisik dan melihat ke arah pintu masuk. Karina tidak terlalu menghiraukannya dan langsung menuju mejanya."Pagi, Kar! Ada kejutan buat lo!" seru Maya dengan senyum misterius saat Karina baru sampai."Kejutan apaan?" tanya Karina skeptis. Biasanya, "kejutan" ala Maya berkisar antara gosip terbaru yang belum tentu benar atau makanan aneh dari kantin.Maya menunjuk ke arah mejanya dengan gerakan dramatis. Di atas mejanya, Karina melihat sebuket bunga

  • Dua Tuan Tampan   4. Alex Draxler

    Di balik tatapan menyelidik dan aura misterius yang melingkupi Alex Draxler, tersembunyi sebuah dunia yang jauh dari hiruk pikuk kantor biasa dan senyaman kedai kopi. Alex Draxler, nama lengkapnya, bukanlah sekadar pria asing. Ia adalah putra sulung dari keluarga Draxler, sebuah nama yang disegani sekaligus ditakuti dalam lingkaran bisnis yang abu-abu. Apartemen mewah Alex di pusat kota Jakarta menjadi saksi bisu kehidupannya yang diwarnai dengan pertemuan-pertemuan larut malam. Di ruang kerja apartemennya yang mewah dengan pemandangan kota yang gemerlap, ayah Alex, Don Rafael Draxler, sudah menunggunya. Don Rafael, pria paruh baya dengan rambut yang mulai memutih namun tatapan matanya masih setajam elang, duduk di kursi kulit besar di balik meja kerjanya yang dipenuhi dokumen dan telepon antik. Aura kekuasaan dan ketegasan melingkupi figur ayahnya. "Alex, akhirnya kau pulang juga," ujar Don Rafael dengan nada suara berat yang menandakan ketidaksenangan. "Aku menunggumu sejak

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status