Aroma tumis kangkung dan ikan asin memenuhi rumah sederhana Raina malam itu, menciptakan suasana hangat yang familiar. Di meja makan kecil yang sudah usang, Ibunya dan Rian tampak bersemangat menyantap hidangan. Bagi Raina, momen-momen seperti inilah yang paling berharga, sebuah pengingat akan alasan di balik setiap keputusannya, sekecil atau sebesar apa pun itu."Bagaimana wawancaranya tadi, Nak? Lancar?" tanya Ibunya, dengan senyum tipis di bibirnya. Matanya yang sayu berbinar penuh harap. Raina bisa melihat kilatan kebahagiaan di sana, kebahagiaan yang jarang terlihat sejak penyakit ibunya semakin sering kambuh.Raina mengunyah nasi perlahan, menimbang kata-kata. Ia ingin bercerita semuanya, tentang betapa dinginnya Arjuna, tentang kantornya yang megah dan intimidatif, dan terutama, tentang kontrak berhalaman-halaman itu. Namun, ia tidak ingin membebani ibunya dengan kekhawatiran. Lagi pula, senyum ibu adalah prioritas utama."Lancar, Bu," jawab Raina, berusaha terdengar riang. "Rai
Terakhir Diperbarui : 2025-05-12 Baca selengkapnya