공유

9. Palsu

작가: Raisaa
last update 최신 업데이트: 2025-09-24 08:01:00

Begitu pintu kastil menutup di belakang mereka, Selene melepaskan genggamannya dari tangan Viviene. Udara sore terasa berat, langit merona merah keemasan, namun hawa di antara kedua saudara itu dingin membeku. Para pengawal yang tadi mengikuti langkah mereka sudah menjauh, sengaja memberi ruang.

Selene menatap lurus ke depan, suaranya datar tanpa getar.

“Ibu memang seperti itu. Keras, sulit dihadapi… apalagi ditenangkan.”

Viviene hanya menatapnya, matanya berkilat, masih menyimpan luka dari makian Odette barusan.

“Dan jika beliau sudah membenci seseorang,” lanjut Selene lirih, “selamanya takkan ada pengampunan. Beliau tidak pernah lupa.”

Viviene mendengus, senyum getir muncul.

“Apa kau sedang memperingatkanku? Tentang apa yang terjadi sebelumnya?”

“Aku hanya memberitahumu,” jawab Selene, menoleh sebentar lalu kembali menatap ke depan. “Setidaknya, kau bisa bersiap mencari cara merebut hatinya.”

Viviene menyipitkan mata. “Kau bicara seolah kau mampu melakukannya.”

Selene tertawa pendek, getir. “Aku bahkan tak pernah bisa mendapatkan hati putranya. Bagaimana mungkin aku bisa merebut hati ibunya?”

Viviene menegakkan dagunya, senyum meremehkan menghiasi bibirnya.

“Hm. Jadi kau cukup tahu diri rupanya.”

Selene hanya tersenyum miris. Dalam hatinya, ia tahu—dalam kehidupan manapun, hanya dirinyalah yang pernah mencintai Dirian dengan sepenuh jiwa. Lelaki itu, bahkan sekali pun, tak pernah benar-benar menoleh padanya.

“Yah…” suara Viviene merendah, tapi penuh racun. “Kau pasti sudah sadar, bukan? Bagaimana hubungan aku dan Dirian sekarang?”

Selene mengulum senyum, tidak menjawab. Tapi sorot matanya cukup membuat Viviene tahu: Selene sudah lama menyadarinya.

“Tidak ada lagi yang perlu kusembunyikan.” Viviene melangkah setapak lebih dekat. “Karena sampai kapan pun… Dirian akan menjadi milikku.”

Selene tetap diam.

“Kau seharusnya sadar diri,” lanjut Viviene, suaranya meninggi, tajam. “Dirian tidak menginginkanmu. Tapi kau masih saja menempel padanya. Menyedihkan.”

Untuk pertama kalinya, Selene menatap adiknya dengan mata tenang namun menusuk.

“Aku masih istrinya. Aku masih Duchess di kastil ini. Dan di mata semua orang, aku penguasa Leventis. Jadi ya, aku akan terus bersamanya.”

Viviene terbahak, tawa dingin penuh kepalsuan.

“Apa yang sebenarnya bisa kau miliki, Selene? Lihatlah, aku sudah mengambil semuanya darimu. Ayahmu, hartamu, hakmu… bahkan Dirian. Semuanya milikku.”

Selene tidak mundur. Ia tersenyum lembut, nyaris seperti mengasihani.

“Itu bagus. Karena sepertinya, kaulah yang sangat membutuhkannya.”

Tawa Viviene terhenti. Senyumnya memudar, berganti tatapan marah.

“Kau… seharusnya sejak awal berwajah seperti ini. Biar semua orang tahu aslimu yang penuh kebencian!”

“Aku tidak pernah menyembunyikan apapun,” balas Selene, nadanya tetap tenang, tapi setiap kata terasa seperti pisau. “Tidak seperti dirimu.”

Viviene menegang. “Apa maksudmu?”

Selene menunduk sedikit, lalu berbisik lirih, membuat udara seolah membeku.

“Lebih baik bersikap baiklah padaku… sebelum aku membongkar rahasiamu. Rahasia kita berdua.”

Wajah Viviene pucat seketika. Tubuhnya terpaku.

Selene tersenyum tipis, melangkah lebih dekat hingga wajah mereka hanya terpisah sejengkal.

“Aku sudah memberimu ayahku, hartaku, hakku… bahkan Dirian. Jadi bukankah seharusnya kau berterima kasih padaku?”

Viviene bergidik, bibirnya bergetar. Untuk pertama kalinya, keberaniannya runtuh.

Selene mendekatkan bibir ke telinganya, berbisik lirih namun tajam menusuk jantung.

“Jangan sampai Dirian tahu… kalau yang menyelamatkannya saat kecil itu aku. Bukan kau. Bukan gadis yang berpura-pura menjadi aku.”

Viviene membeku. Jantungnya berdetak liar. Wajahnya kehilangan warna.

“Aku penasaran,” Selene tersenyum, terkekeh kecil, “apa yang akan dia lakukan jika tahu? Apakah dia akan meninggalkanmu?”

Selene melangkah mundur, tegak dengan senyum lebar penuh kemenangan.

“Palsu.” Satu kata ringan, tapi mematikan.

Ia berbalik, melangkah anggun masuk ke dalam kastil, meninggalkan Viviene yang kaku, pucat, dan retak topengnya.

Malam itu, kastil bagai diselimuti kabut dingin. Nenek dan ibunya memilih makan di kamar masing-masing. Dirian pun mengurung diri di ruang kerja. Selene sempat mengira suaminya akan mengantar Viviene pulang—tapi ternyata tidak. Lelaki itu membiarkan adiknya pergi seorang diri, sementara ia menutup diri.

Usai mandi dan berganti gaun tidur, Selene mendengar ketukan pintu. Mona membukanya, menampakkan Ilard.

“Saya akan mengantar Anda ke kamar Tuan,” ucapnya datar, membungkuk. “Tuan akan menyusul setelah pekerjaannya selesai.”

Selene tertegun sejenak, lalu mengangguk. Biasanya, jika sudah menyangkut Viviene, Dirian akan menyingkirkannya begitu saja. Namun malam ini berbeda.

Ia mengenakan jubah tipis di atas gaun tidurnya, lalu mengikuti Ilard.

“Anda masuk saja, tunggu di dalam,” ujar Ilard begitu tiba di depan kamar Dirian.

Selene melangkah masuk. Aroma khas ruangan itu langsung menyergapnya—harum maskulin yang sama dengan tubuh Dirian. Kamar besar bernuansa gelap, didominasi hitam, memberi kesan dingin sekaligus berwibawa.

Tak ada tanda-tanda kehadiran Viviene. Tidak ada selendang, perhiasan, atau benda kecil lain. Selene bahkan sempat memeriksa nakas dan laci, tapi tetap nihil. Mungkin benar—Dirian tidak suka ruang pribadinya disentuh orang lain.

Akhirnya ia menyerah, duduk di tepi ranjang. Ia membiarkan aroma itu memenuhi indranya, seolah merasakan sisi lelaki itu yang sebenarnya—hangat, namun jauh dari jangkauannya.

Kreet—

Pintu terbuka. Dirian masuk. Rambut hitamnya sedikit berantakan, mata merahnya dingin namun mempesona. Lelaki itu tampak nyaris tanpa cela.

“Aku akan mandi sebentar,” ucapnya singkat.

Selene mengangguk.

Dirian berhenti sejenak, menatapnya. “Apakah kau mau menemaniku?” suaranya tenang, tanpa canggung sedikit pun.

Selene tidak kaget. Mereka sudah terlalu sering berbagi malam tanpa batasan. Apa lagi yang perlu ditutupi?

Ia bangkit, sementara Dirian mengambil sebotol wine dan dua gelas di atas meja. Senyum tipis melintas di wajahnya.

“Ayo. Mandi bersama.”      

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Duke Dirian, Nyonya Ingin Bercerai!   14. Hanya satu hari sampai aku bebas

    Dirian benar-benar kembali sebelum makan malam, seperti janjinya. Namun bukan sendirian—ia pulang bersama Viviene, yang menempel erat di sisinya. Dari pembatas lantai dua, Selene berdiri diam. Pandangannya lurus, dingin, tetapi sorot matanya menyembunyikan riak yang tak bisa dikendalikan. Ia menyaksikan keduanya masuk ke aula besar, berjalan beriringan seolah dunia hanya milik mereka.“Dirian…” suara Viviene terdengar manja, namun penuh tekanan. Jari-jarinya mencengkeram lengan lelaki itu erat-erat, tanpa peduli tatapan puluhan pelayan yang memenuhi aula. “Ibu dan nenekmu sudah pergi. Kau masih akan mengusirku juga?”Gema suaranya memantul di dinding tinggi aula, membuat suasana menegang. Biasanya, Viviene dan Dirian cukup berhati-hati menjaga kedekatan mereka di hadapan Selene. Tapi hari ini? Se

  • Duke Dirian, Nyonya Ingin Bercerai!   13. Dirian aneh

    “Mati?” suara Dirian meninggi, tubuhnya bangkit dari pembaringan. Tatapannya tajam, nyaris menusuk.“Jangan bicara omong kosong,” sambungnya, lalu berdiri. Ia harus membersihkan diri—masih banyak hal menantinya.“Aku juga pasti akan mati,” ucap Selene lirih, tapi penuh kesungguhan.Dirian menoleh, matanya menancap pada wajah istrinya.“Kaupun juga akan mati… kalau waktunya tiba,” Selene melanjutkan dengan nada tenang.Keheningan menebal. Dirian diam, sorotnya tak bergeser sedikit pun.“Aku hanya ingin tahu,” suara Selene pelan, namun setiap kata menggetarkan, “bagaimana kau… jika aku mati?”Dirian menghela napas, menepis beban yang tak ingin ia hadapi.“Jangan bicarakan hal yang tidak masuk akal,” sahutnya dingin, lalu melangkah masuk ke ruang mandi.Selene tetap berbaring. Aroma khas suaminya memenuhi ruangan, melekat di udara, menenangkan sekaligus menusuk kalbunya. Mungkin benar kata orang—kita akan selalu merasa lebih nyaman di dekat orang yang kita cintai. Namun bagi Dirian, tent

  • Duke Dirian, Nyonya Ingin Bercerai!   12 Bagaimana jika aku mati ?

    Pagi hari, Selene membuka mata dengan berat. Cahaya lembut dari jendela menembus tirai, menerangi sebagian wajahnya. Ia menoleh sedikit, dan matanya langsung menangkap sosok Dirian yang masih terlelap di sampingnya.Itu adalah pemandangan langka. Biasanya, saat ia bangun, tempat di sampingnya selalu kosong. Dirian jarang—atau hampir tidak pernah—menemaninya tidur hingga pagi. Ada banyak perubahan akhir-akhir ini, dan Selene sendiri tidak tahu harus menafsirkannya bagaimana.mungkin karena mereka melakukannya hingga hampir pagi , sehingga Dirian kelelahan sekarang dan tidak sadar dia masih tidur disamping Selene . atau mungkin karena ini adalah kamarnya sendiri sehingga dia cukup nyaman tertidur hingga pagi seperti sekarang iniIa mencoba menggerakkan tubuhnya, tapi gagal. Lengan Dirian yang berat melingkari perutnya, menahan tubuhnya erat agar tak bisa kabur. Nafas hangat lelaki itu b

  • Duke Dirian, Nyonya Ingin Bercerai!   11. Maniak mesum dan Gila

    Puas?Selene tidak pernah tidak terpuaskan, bahkan tidak pernah memikirkan lelaki lain karena Dirian yang selalu mendominasinya . Dimana letak ketidakpuasannya ketika dia harus mengimbangi hasrat suaminya?Dirian memiliki libido yang tinggi sehingga tidak pernah puas bahkan dengan tiga kali permainan. Apalagi mereka memiliki jadwal malam intim sehingga tidak melakukanya setiap hari, itu menyebabkan tingkat kemesumannya bisa tinggi jika malam intim seperti ini. Pernah sekali ketika mereka bersama pergi kewilayah utara dimana disana adalah wilayah kekuasaan Dirian yang dipegang oleh nenek dan ibunya serta beberapa orang kepercayaannya. Selama satu bulan disana setiap malam Dirian tidak membiarkan dia tidur dan terus menggagahinya sampai dia hampir keguguran. Itu adalah kehamilan pertamanya dan tentu saja setelah itu dia benar benar keguguran hanya karena suaminya tidak membiarkan dia hamil benihnya. Miris !Mereka kembali ke ruang tidur. Dirian membaringkan Selene di atas ranjang besar

  • Duke Dirian, Nyonya Ingin Bercerai!   10. Bercinta dengan Duke

    Air hangat sudah disiapkan pelayan. Dirian membuka pakaian tanpa ragu, tubuhnya tampak sempurna dalam cahaya redup. Ia masuk ke bak mandi, membuka botol wine, menuang isinya ke dalam gelas. Dia duduk dengan tenang didalam bak.“Aku tidak boleh minum alkohol,” ucap Selene, mengingatkan. Tubuhnya masih rapuh setelah keguguran.“Aku akan minum sendiri. Kemarilah.” Dirian mengulurkan tangan.Selene melepas jubah, lalu menurunkan gaun tidurnya hingga jatuh ke lantai. Tubuh polosnya terekspos sempurna , Dirian menatapnya tanpa berkedip, matanya penuh dengan hasrat yang tak ia sembunyikan. Selene kemudian meraih tangan Dirian dan masuk ke bak, duduk di pangkuannya. Dia duduk membelakangi Dirian walaupun dia dipangku oleh Dirian.Air hangat menyelimuti tubuh mereka. Sentuhan kulit tanpa sehelai kain membuat wajah Selene merona. Aroma wine dan tubuh Dirian bercampur, menjeratnya dalam suasana yang intim. Suasana yang selalu ada ketika mereka melakukan hal ini bahkan sejak malam pertama . Jika

  • Duke Dirian, Nyonya Ingin Bercerai!   9. Palsu

    Begitu pintu kastil menutup di belakang mereka, Selene melepaskan genggamannya dari tangan Viviene. Udara sore terasa berat, langit merona merah keemasan, namun hawa di antara kedua saudara itu dingin membeku. Para pengawal yang tadi mengikuti langkah mereka sudah menjauh, sengaja memberi ruang.Selene menatap lurus ke depan, suaranya datar tanpa getar.“Ibu memang seperti itu. Keras, sulit dihadapi… apalagi ditenangkan.”Viviene hanya menatapnya, matanya berkilat, masih menyimpan luka dari makian Odette barusan.“Dan jika beliau sudah membenci seseorang,” lanjut Selene lirih, “selamanya takkan ada pengampunan. Beliau tidak pernah lupa.”Viviene mendengus, senyum getir muncul.“Apa kau sedang memperingatkanku? Tentang apa yang terjadi sebelumnya?”“Aku hanya memberitahumu,” jawab Selene, menoleh sebentar lalu kembali menatap ke depan. “Setidaknya, kau bisa bersiap mencari cara merebut hatinya.”Viviene menyipitkan mata. “Kau bicara seolah kau mampu melakukannya.”Selene tertawa pendek

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status