Beranda / Urban / Dunia yang Sempurna / jarak yang mulai terasa

Share

jarak yang mulai terasa

Penulis: Laskar_pena
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-28 05:58:32

Hari demi hari berlalu, dan Rangga semakin dalam terlibat dalam dunia Singa Emas. Latihannya semakin berat, tugasnya semakin berbahaya, dan kepercayaan Alex terhadapnya semakin besar. Namun, di tengah hiruk-pikuk kehidupan barunya, ada satu hal yang masih ia jaga yaitu keluarganya.

Setiap ada kesempatan, Rangga selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi kedua adiknya, Lia dan Andi. Mereka sekarang tinggal di sebuah apartemen yang cukup nyaman, fasilitasnya jauh lebih baik dibandingkan dengan rumah mereka di desa. Alex telah memenuhi janjinya untuk menyekolahkan mereka di kota, dan Rangga bersyukur untuk itu.

Suatu sore, Rangga datang mengunjungi mereka. Lia, yang sudah duduk di bangku SMP, langsung menyambutnya dengan ceria.

"Kak Rangga!" serunya sambil berlari memeluknya.

Rangga tersenyum dan mengusap kepala adiknya. "Gimana sekolahnya?"

Lia mengangguk semangat. "Bagus! Aku punya banyak teman baru!"

Di sisi lain, Andi—yang masih duduk di bangku SD—juga mendekat, tapi dengan ekspresi lebih tenang. Ia memandang Rangga dengan tatapan yang sedikit berbeda.

"Kakak… sekarang kerja di mana?" tanyanya tiba-tiba.

Rangga terdiam sejenak. Ia tahu cepat atau lambat adik-adiknya akan mulai mempertanyakan pekerjaannya. Selama ini, ia selalu menghindari topik itu dengan alasan bekerja di perusahaan milik teman Alex.

"Kakak kerja di tempat yang aman, yang penting kalian nggak usah khawatir," jawabnya dengan senyum tipis.

Andi menatapnya beberapa detik sebelum mengangguk pelan.

Namun, ada satu orang lagi yang masih penasaran dengan perubahan Rangga.

Beberapa hari kemudian, Rangga bertemu dengan Beno di sebuah kafe kecil dekat kampusnya. Beno sudah menunggunya dengan ekspresi serius.

"Jujur aja, Ga," kata Beno begitu Rangga duduk di depannya. "Lo sekarang kerja di mana?"

Rangga menghela napas. "Gue udah bilang, kerja di tempat yang baik."

Beno mendecakkan lidahnya. "Lo pikir gue sebodoh itu? Lo berubah, Ga. Lo bukan Rangga yang dulu."

Rangga terdiam. Ia tahu Beno adalah orang yang cerdas.

"Dulu lo orangnya lurus. Sekarang? Lo lebih pendiam, lo punya uang banyak tiba-tiba, dan cara lo bicara… beda. Gue nggak bilang lo terlibat hal buruk, tapi lo pasti nyembunyiin sesuatu," kata Beno, tatapannya tajam.

Rangga menatap sahabatnya itu. Dalam hatinya, ia ingin jujur, ingin mengatakan semuanya. Tapi ia juga tahu, semakin sedikit orang yang tahu tentang kehidupannya sekarang, semakin aman semuanya.

"Percaya aja, No," kata Rangga akhirnya. "Gue tetap Rangga yang lo kenal."

Beno menghela napas panjang. "Lo tahu kan, gue bakal selalu ada kalau lo butuh sesuatu?"

Rangga tersenyum tipis. "Gue tahu."

Tapi di dalam hatinya, ia sadar semakin lama, jarak antara dirinya dan Beno, juga antara dirinya dan adik-adiknya, semakin terasa.

Siang itu, Rangga baru saja selesai makan siang di sebuah warung ketika ponselnya bergetar. Nama Alex muncul di layar.

"Halo, Tuan."

"Datang ke rumah sekarang. Kau punya tugas baru."

Tanpa banyak bertanya, Rangga segera bergegas ke kediaman Alex. Sesampainya di sana, ia langsung dibawa ke ruang tamu oleh seorang pelayan. Sari sudah menunggunya dengan anggun di sofa, mengenakan gaun biru muda yang elegan.

"Kau yang akan mengantarku hari ini, Rangga," kata Sari dengan senyum tipis.

Rangga mengangguk. "Ke mana, Bu?"

"Ke pusat perbelanjaan, aku ingin membeli beberapa barang."

Tak lama, mereka pun berangkat menggunakan mobil mewah Alex. Sepanjang perjalanan, Sari hanya diam, sesekali melihat ponselnya. Rangga tetap fokus menyetir, meski ia bisa merasakan aura berbeda dari Sari hari ini.

Setelah sampai di salah satu mal terbesar di kota, mereka langsung menuju butik-butik mahal. Rangga hanya mengikuti dari belakang, memastikan tidak ada yang mengganggu Sari.

Saat mereka duduk di lounge butik setelah Sari memilih beberapa barang, wanita itu tiba-tiba berbicara.

"Kau tahu, Rangga…" katanya sambil menyesap kopi. "Aku punya seorang putri."

Rangga menoleh, sedikit terkejut karena ini pertama kalinya Sari membahas keluarganya.

"Dia sedang kuliah di luar negeri," lanjutnya. "Sudah beberapa tahun dia tidak pulang."

Ada nada sendu di suara Sari.

"Dia jarang menghubungiku… atau ayahnya," katanya sambil menatap jauh. "Aku tidak tahu apakah dia sibuk, atau memang sengaja menjaga jarak."

Rangga diam, tidak tahu harus menjawab apa.

Sari tersenyum kecil, meski matanya menyiratkan kesedihan. "Kadang aku berpikir, apakah dia malu pada kami?"

Rangga menelan ludah. Ia bisa memahami perasaan itu.

"Mungkin dia hanya butuh waktu, Bu," kata Rangga akhirnya. "Terkadang, orang yang pergi jauh bukan karena benci, tapi karena ingin menemukan dirinya sendiri."

Sari menatap Rangga dengan sorot mata yang sulit diartikan. Lalu, ia tersenyum tipis. "Mungkin kau benar."

Setelah itu, percakapan mereka terhenti. Sari kembali fokus berbelanja, dan Rangga tetap mengawalnya dengan diam. Namun, di dalam hatinya, ia mulai bertanya-tanya..

Siapa sebenarnya putri Alex dan Sari? Dan mengapa ia terasa begitu jauh dari keluarga ini?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dunia yang Sempurna    panggilan tugas

    Rangga menutup teleponnya, wajahnya langsung berubah serius. "Ada apa?" tanya Tasya, melihat perubahan ekspresi Rangga. Rangga berdiri dari kursinya, mengencangkan jaketnya dan menatap Tasya dengan dingin. "Aku harus kembali ke kota. Ini perintah langsung dari ayahmu." Tasya terdiam. "Lalu, bagaimana denganku?" "Kau tetap di sini. Aku sudah mengatur pengawalanmu. Tidak akan ada yang bisa menyentuhmu." Tasya mendengus, menatapnya dengan ekspresi tidak senang. "Jadi, kau pergi begitu saja? Tanpa penjelasan?" Rangga menghela napas. Ia tidak bisa menjelaskan lebih jauh, terutama tentang urusan bisnis kotor yang melibatkan ayah Tasya. "Ini urusan penting, Tasya." "Semuanya selalu penting bagimu, kecuali aku." Kata-kata Tasya membuat Rangga terdiam sesaat. Namun, ia tidak bisa terjebak dalam emosi ini. "Aku akan kembali setelah urusanku selesai," kata Rangga akhirnya. "Percayalah, kau tetap aman." Tanpa menunggu jawaban Tasya, Rangga berbalik dan melangkah pergi. Di dalam hati

  • Dunia yang Sempurna    benang merah antara geng

    Di sebuah rumah mewah di pinggiran kota, Beno duduk di sebuah ruangan ber-AC dengan aroma kopi yang masih mengepul. Di hadapannya, seorang pria berjas putih dengan tato burung gagak di lehernya menatap tajam. Pria itu adalah Bayu, pemimpin Geng Gagak Putih. Bayu melemparkan sebuah amplop tebal ke atas meja. "Kerja bagus, Beno. Klien kita puas." Beno mengambil amplop itu dengan tenang, tapi pikirannya masih waspada. Geng Gagak Putih berbeda dari geng lain. Mereka tidak memiliki banyak anggota, tapi uang mereka mengalir deras. Tidak seperti Singa Emas yang fokus pada perdagangan senjata dan bisnis ilegal lainnya, Gagak Putih adalah otak di balik peredaran narkoba kelas atas. Bayu mengisap cerutunya sebelum berkata, "Ada sesuatu yang ingin kubahas denganmu." Beno menaikkan alisnya. "Apa itu?" Bayu bersandar ke kursinya. "Kau masih sering berhubungan dengan Rangga, bukan?" Beno tersentak, tapi ia segera menyembunyikan ekspresi terkejutnya. "Tentu, dia teman lamaku." Bayu menye

  • Dunia yang Sempurna    bayang bayang di balik penelitian

    Setelah beberapa menit berjalan menjauh dari desa, Rangga membawa Tasya ke sebuah warung kecil di pinggir jalan. Ia memastikan tidak ada yang mengikuti mereka sebelum akhirnya berhenti dan menatap Tasya serius. "Apa yang sebenarnya terjadi, Rangga?" Tasya bertanya dengan kesal. Rangga menarik napas dalam. "Ada seseorang yang mengawasi kita. Aku tidak bisa membiarkanmu dalam bahaya." Tasya mengernyit. "Mengawasi kita? Tapi ini hanya penelitian biasa!" Rangga tidak menjawab. Naluri pengawalnya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. Tiba-tiba, suara dering ponsel berbunyi. Nomor tidak dikenal. Rangga segera mengangkatnya. "Rangga," suara berat di seberang terdengar. "Siapa ini?" "Aku Anton. Aku orang kepercayaan Tuan Alex yang ditugaskan mengawasi kalian di Bali." Mata Rangga menyipit. "Kenapa aku tidak diberitahu sebelumnya?" "Karena ini perintah langsung dari Tuan Alex," jawab Anton tenang. "Kau mungkin pengawal pribadi Tasya, tapi aku harus memastikan bahwa kau tidak mel

  • Dunia yang Sempurna    tugas ke Bali

    Pagi itu, Rangga baru saja selesai berolahraga di halaman belakang rumah Alex ketika Tasya tiba-tiba menghampirinya. "Rangga, aku ada sesuatu yang ingin kubicarakan," ujar Tasya sambil menyilangkan tangannya di dada. Rangga menghentikan gerakannya, mengusap keringat di lehernya dengan handuk kecil. "Apa itu, Nona?" Tasya mengerucutkan bibirnya, tampak tidak suka dipanggil begitu. "Jangan panggil aku Nona, itu terdengar kaku. Panggil saja Tasya." Rangga sedikit tersenyum. "Baiklah, Tasya. Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?" Tasya menarik napas dalam. "Tugas studiku." "Tugas studi?" "Ya. Untuk mata kuliahku, aku harus melakukan penelitian budaya langsung. Dan kali ini aku mendapat tugas ke Bali untuk mengamati keberagaman budaya di sana." Rangga mengangkat alis. "Bali?" Tasya mengangguk. "Ya. Dan ayah sudah menunjukmu sebagai pendampingku selama di sana." Rangga terdiam sejenak. Ia tidak menyangka Alex akan mempercayakan tugas sebesar ini kepadanya. "Jadi... aku harus ikut d

  • Dunia yang Sempurna    wajah lain beno

    Di sudut lain kota, Beno duduk santai di sebuah rumah sederhana yang tampak kumuh. Matanya tajam, tak lagi terlihat seperti mahasiswa ceroboh dan periang seperti yang Rangga kenal. Di hadapannya, tiga pria dengan tatapan penuh hormat menunggu instruksi. Salah satu dari mereka menyerahkan sebuah tas hitam kepada Beno. “Semua barangnya sudah siap, Bos.” Beno membuka tas itu, mengecek bungkusan-bungkusan plastik kecil berisi serbuk putih. Ia menyentuhnya sedikit, lalu mengangguk puas. “Bagus.” Ia menutup tas itu dan menyerahkannya kepada pria di sampingnya. “Sebarkan sesuai rencana. Jangan tinggalkan jejak.” Pria itu mengangguk cepat. “Siap, Bos.” Beno menghela napas, lalu bersandar di kursinya. Siapa sangka, mahasiswa yang selama ini dianggap culun itu justru menjadi bagian dari jaringan peredaran narkoba di kota ini? Seorang pria lain, yang tampaknya lebih senior, mendekat dan berbicara dengan suara pelan. “Bagaimana dengan Rangga? Apa dia masih mencurigai sesuatu?” Beno menye

  • Dunia yang Sempurna    kedatangan tuan putri

    Sebuah mobil mewah meluncur memasuki halaman luas rumah Tuan Alex. Malam itu, suasana terasa lebih hidup dari biasanya. Para penjaga berdiri lebih waspada, sementara Sari tampak sibuk mengatur sesuatu di dalam rumah. Di teras, Alex berdiri dengan kedua tangan di belakang punggungnya, menunggu dengan ekspresi datar seperti biasa. Namun, jika diperhatikan lebih saksama, ada sedikit perubahan dalam sorot matanya. Rangga, yang baru saja kembali dari tugas bersama Rio, berdiri tak jauh dari sana. Ia melihat bagaimana pria itu, yang biasanya dingin dan tanpa ekspresi, kini tampak sedikit lebih… manusiawi. Pintu mobil terbuka, dan seorang wanita muda melangkah keluar dengan anggun. Tasya, putri semata wayang Alex dan Sari, akhirnya pulang setelah sekian lama berkuliah di luar negeri. Rambut panjangnya tergerai, matanya tajam seperti ayahnya, tetapi ada kelembutan di sana, warisan dari ibunya. Ia mengenakan setelan kasual yang tetap terlihat berkelas, dengan tas selempang kecil menggantun

  • Dunia yang Sempurna    wajah yang sebenarnya

    Di sudut sebuah kampung di tengah kota, suasana malam terasa tenang. Lampu-lampu jalanan redup, hanya menyisakan remang-remang di gang sempit yang dipenuhi tembok dengan coretan liar. Seorang pria berjaket hitam, dengan topi menutupi sebagian wajahnya, berdiri di sudut gang. Tangannya bermain-main dengan sebuah bungkus kecil berisi bubuk putih. Dari kejauhan, seorang pemuda berkacamata dengan jaket hoodie mendekat dengan langkah santai. "Kau tepat waktu," suara pria berjaket hitam terdengar dalam nada rendah. Pemuda berkacamata itu menyeringai. "Kau pikir aku mahasiswa yang suka telat?" Pria itu terdiam, lalu menyerahkan bungkusan kecil. "Barangnya murni, tidak ada campuran. Seperti biasa, bayar di muka." Pemuda berkacamata itu mengeluarkan sejumlah uang tunai dari sakunya dan menyerahkannya. Setelah memastikan uangnya sesuai, pria berjaket hitam mengangguk. "Bagus. Kau selalu jadi pelanggan yang rapi." Pemuda berkacamata itu tersenyum kecil, lalu menyimpan bungkusan kecil itu

  • Dunia yang Sempurna    kekuatan dan pengkhianatan

    Empat bulan telah berlalu sejak Rangga pertama kali menginjakkan kaki di dunia kejahatan ini. Kini, ia bukan lagi anak desa yang kebingungan di kota besar—ia telah menjadi ketua kelompok di bawah komando Tuan Alex, berdampingan dengan Rio.Semua tugas yang diberikan kepadanya selalu diselesaikan dengan sempurna. Entah itu pengiriman senjata, transaksi narkoba, atau menyingkirkan musuh, Rangga selalu memastikan bahwa tidak ada kesalahan yang dibuat.Namun, semakin tinggi posisinya, semakin besar pula ancaman yang datang.MISI DI PERBATASAN KOTAMalam itu, Rangga dan Rio memimpin kelompoknya untuk mengamankan pengiriman senjata ke luar kota. Mereka bertemu dengan pemasok di sebuah gudang tua di pinggiran kota.Semua berjalan lancar—koper berisi uang telah diserahkan, dan peti-peti senjata mulai dipindahkan ke truk.Namun, sesuatu terasa janggal.Rio, yang berdiri di sampingnya, berbisik, "Ada yang tidak beres. Aku merasa kita diawasi."Rangga mengamati sekeliling dengan tatapan tajam. S

  • Dunia yang Sempurna    langkah semakin dalam

    Pagi itu, Rangga bangun lebih awal dari biasanya. Meski tubuhnya masih terasa nyeri akibat pertarungan semalam, ia memaksakan diri untuk bangkit dan bersiap.Saat ia turun ke ruang makan, suasana rumah terasa lebih sunyi dari biasanya. Hanya ada beberapa pelayan yang berlalu lalang, sementara Alex belum terlihat.Namun, Sari sudah duduk di meja makan dengan secangkir kopi di tangannya. Saat melihat Rangga, ia tersenyum tipis."Bagaimana lukamu?" tanyanya."Sudah lebih baik, Bu.. maksud saya, Sari," jawab Rangga dengan sedikit canggung.Sari mengangguk dan mendorong satu piring roti panggang ke arahnya. "Makanlah. Kau akan butuh energi untuk hari ini."Rangga tak menolak. Ia duduk dan mulai makan dalam diam, merasa bahwa Sari ingin mengatakan sesuatu.Benar saja, setelah beberapa saat, wanita itu membuka suara. "Aku tidak tahu apakah aku seharusnya mengatakan ini… tapi kau mengingatkanku pada anakku."Rangga terkejut. "Anakmu?"Sari mengangguk, matanya menerawang. "Ya. Dia seumuran den

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status