Salsa mengembuskan napas panjang.
"Dari mana kamu?"Tiba-tiba, sebuah suara keras dan lantang menegurnya. Membuat Salsa hampir melompat. Dia benar-benar terkejut.
Saat menoleh. Romy sudah berdiri di ambang pintu kamar. Dia melihat Salsa dari ujung rambut hingga kaki.
"M-Mas Romy?"
"Dari mana kamu? Masa ke malll pakai baju kayak ke pesta?"
Sesaat Salsa tersadar dengan pakaiannya. Buru-buru dia mendekap bagian dada.
"Jawab!" bentar Romy.
"A-aku baru dari rumah teman. Ada pesta di rumahnya."
Buru-buru Salsa berjalan menuju kamarnya sendiri.
"Berhenti! Jangan bergerak ke mana-mana!" sentak Romy benar-benar marah.
"Maafkan aku, Mas Romy. Enggak akan aku ulangi lagi."
"Kamu mabuk?"
"Haaahhh? E-enggak kok!"
Romy yang terlihat kesal, menghampiri Salsa. Lalu menarik lengannya dengan kasar. Dan menghempaskan tubuh Salsa di atas kasur.
Kraaakkk!
Membuat gaun pesta itu robek di
Kini keduanya terhempas lunglai. Setelah kenikmatan paling puncak telah mereka raih. Romy membiarkan Salsa tertidur di atas tubuhnya. Dia pun membelai rambut sang istri. Sesekali mengecupnya mesra.Seolah Romy melupakan seseorang yang tengah menunggu janji dirinya. Janji yang baru saja terucap. Untuk saling merangkai ikatan tali percintaan mereka. Benteng pertahanan yang selama ini Romy pertahankan akhirnya runtuh juga. Bersamaan dengan hasrat yang tak terbendung.Hingga pagi menjelang. Romy terbangun dan sangat terkejut mendapati kepala Salsa yang tidur di lengannya. Sontak dia duduk dan memperhatikan sekeliling ruang."Kamar Salsa?" Lalu Romy menoleh pada istrinya yang masih terlelap. Sembari Romy mencoba mengingat kejadian semalam."A-apa kami melakukannya?"Dia menyingkap selimut. Kedua bola matanya terbelalak. Sungguh Romy sangat terperanjat. Melihat tubuhnya tanpa bungkus apa-apa.Saat dia menyingkap selimut Salsa. Romy terperangah. Tu
Salsa sengaja membiarkan Romy di kamar. Dia memang tak ingin mangganggunya. Bergegas Salsa meracik semua bumbu. Dan siap masuk penggorengan.Hanya dalam waktua sekian detik. Aroma sedap sudah mulai tercium. Senyum terus mengembang di wajah Salsa."Pasti Mas Romy suka!" tegas dia pecaraya diri.Kemudian dia mengaduk kopi susu kesukaan Romy. Tak lupa dia menambahkan air dari Tante Molly."Perfecto!"Langkahnya sangat yakin. Salsa meletakkan sepiring nasi goreng dan kopi susu di meja makan. Setelah memandang sekilas. Dia melangkah ke arah kamar Romy.Tok tok tok!"Mas Romy!"Masih belum ada sahutan sama sekali."Mas Romy, aku buatkan sarapan nasi goreng spesial, sama kopi susu. Sukaannya Mas Romy semua."Tetap tak ada jawaban. Membuat Salsa cemberut dan kesal. Sampai akhirnya terdengar suara handle pintu yang bergerak.Perlahan pintu terbuka. Romy sudah terlihat rapi dengan tampilan maskulin. Aroma parfu
Senyum terus mengembang di wajah Salsa. Membuat Linda turut bahagia. Dia meraih telapak tangan Salsa."Kamu harus percaya diri. Kamu bukan seorang wanita yang bisa dianggap remeh.""Terima kasih ya, Lind.""Aku datang ke sini. Karena semua pesan dan telepon aku enggak kamu angkat sih."Sontak Salsa terperangah, terkejut. Dia langsung teringat akan ponselnya. Dia mencari di dalam tas yang ada di sofa."Pantas, ponsel aku mati. Aku lupa charge deh. Sorry ya. Lind.""Ihhh, enggak apa-apa deh. Aku cuman takut aja kamu ini marah sama aku."Pandangan mata Salsa beralih pada Melinda. Lalu membalas tatapannya."Ke-kenapa aku harus marah?""Yah, mungkin karena semalam aku enggak bisa langsung pulang. Terus kamu marah aku ajak ke tempat begituan."Seketika terdengar suara tawa Salsa yang tergelak."Sumpah, Lind. Pertama kali lihat begituan aku sebenarnya syok. Dan lebih syok lagi saat lihat kamu," cetus S
Bruaaakkk!Sella membanting pintu kamar. Dia melempar tas ke lantai. Begitu juga dengan sepatu yang dia lempar begitu saja.Buuughh!Sepatu dengan tinggi tujuh sentimeter terlempar ke dinding kamar. Terdengar teriakan kekesalan dari Sella. Entah kenapa malam ini dia begitu marah."Awas kau Adrian!"Lalu dia terduduk di lantai. Dengan isak tangis yang menderu."Kenapa kamu begitu sulit mencintai aku, Adrian. Kenapa?"Tiba-tiba pintu kamar ada yang mengetuk kencang.Tok tok tok!"Non Sella baik-baik aja?" Suaranya terdengar kencang. Membuat Sella mengalihkan pandangannya pada pintu kamar."Apaaan sih, Bi?""Dicari Tuan, Non. Di tunggu di ruang tengah.""Papa baru pulang?""Barusan kok, Non."Tanpa berganti pakaian. Masih dengan riasan yang cenderung menor. Sella keluar kamar.Dari lantai atas dia mengarahkan pandangannya ke ruang tengah."Ada apa, Pa?"Sontak Handy Santoso me
Kali ini sorot matanya tajam mengarah pada sang papa. Membuat lelaki tua itu blingsatan. Dia tak menyangka kalau Sella pada akhirnya akan tahu."Sebaiknya Papa terus terang sama Sella, Pa! Jangan buat Sella tak percaya lagi.""Enggak ada, Sella. Papa tak terlalu suka pesta 'kan?"Mendengar ucapan sang papa, Sella hanya tersungging masam. Dia sangat tahu bangaimana Handy Santoso mempermainkan sang ibunya dulu. Semasa masih hidup.Bahkan di depan mata Sella sendiri. Dia mendapati papanya membawa gadis muda ke hotel. Tak hanya sekali dua kali. Tapi, berkali-kali, yang membuat hatinya sakit.Hanya saja keadaan sekarang jauh membaik dari sebelumnya. Saat mama Sella masih hidup. Gadis ini begitu membenci Handy Santoso. Dia sangat marah dengan perlakuan kasar dan ketidaksetiaan seorang suami pada istrinya.Terdengar gadis itu menghela napas panjang dan beranjak pergi meninggalkan ruang tengah. Tanpa menoleh lagi pada lelaki yang dia sebut papa. Yan
Entah kenapa Sella jadi teringat siang itu Dia sangat yakin kalau di antara mereka ada hubungan yang lebih. Terlihat bagaimana cara Romy dalam memperlakukan Amelia. Cara pandang dan sikapnya. Sangat tampak kalau dia mencintai Amelia."Apa Adrian tahu hal ini? Apa mereka--"Seketika Sella terhenyak. Dalam pikirannya saat ini, menyangka kalau Amelia jalan dengan dua lelaki. Buru-buru Sella mencari ponsel yang tadi dia lempar di kasur."Adrian harus tau soal ini!"Sella yang sudah menemukan ponselnya. Segera menelepon Adrian. Dia melihat jam ponsel yang menunjukkan pukul sepuluh malam.Terdengar nada sambung. Namun masih saja belum diangkat Adrian. Raut wajah Sella berubah semakin kesal bercampur geram."Kau ini selalu bikin kesal Adrian. Hanya terima telepon aku saja enggak mau!"Namun bukanlah Sella bila langsung menyerah. Dia masih mencoba menelepon Adrian."Aku enggak akan berhenti sampai kamu terlima telepon aku, Adrian."
Apartemen Romy ....Terlihat Salsa yang gelisah menunggu kepulangan Romy. Pikirannya semakin tidak tenang. Ponsel Romy tiba-tiba tidak aktif. Tak seperti biasanya."Kamu ke mana, Mas?" bisik Salsa kebingungan.Dia semakin cemas dan resah."A-pa dia bersama Amelia? A-pa--"Salsa tak sanggup menyelesaikan kalimatnya yang terputus. Berulang kali dia menggeleng. Seakan ingin mengingkari apa yang dia pikirkan saat ini."Jangan! Enggak mungkin. Ini pasti enggak mungkin terjadi. Aku enggak yakin kalau Mas Romy saat ini bersama Amelia."Dia terus berjalan mondar mandir mengelilingi seluruh ruangan. Suara hentakan kaki Salsa sampai terdengar."Huuuuhhh! Mas Romy kamu di mana? Masa aku tanyakan Tante sih? Yang ada Mas Romy akan marah dan menjauhi aku lagi."Saat dalam keresahan hati yang tak menentu. Terdengar bunyi bel berbunyi. Membuat hati Salsa berdetak tak karuan. Langkahnya terburu-buru menuju pintu
Pesan WA itu membuat dada Salsa bergemuruh. Jantungnya berdebar-debar. Dengan dagu yang berkerut-kerut menahan gejolak di dada."Kamuuu ...."Suara Salsa tertahan. Dia mengulang lagi membaca pesan itu. Menatap cukup lama layar ponsel Romy."Ada apa di hari jumat?"Salsa semakin gelisah. Dia tak menyangka kalau antara Amelia dan Romy masih berlanjut. Bukannya dulu dia pernah mendapatkan pesan dari Salsa?Dadanya semakin bergemuruh oleh api cemburu. Kali ini Salsa benar-benar kesal dan gedrma pada Amelia. Hanya dua kali tekan di layar. Pesan itu sudah terhapus dari ponsel Romy."Maafkan aku, Mas. Aku tak ingin kau ada hubungan lagi dengan wanita itu. Apa pun alasannya."Kembali dia menuju kamar Romy. Dia sudah berdiri di depan pintu dengan tersenyum lembut."Apa Mas Romy ingin sesuatu?"Dia hanya menggeleng. Lalu membereskan piring dan gelas kotor dari kamar Romy."Salsa!"Panggilan itu membuat langkah Raisa