Share

Chapter 4

Beberapa hari kemudian seragam sekolah Eline sampai ke rumah Roux.

Esoknya Eline bersekolah di Le Schnieder. Eline seperti boneka kecil hidup yang menggemasakan berdiri di depan kantor guru dengan seragam Senior High School.

Guru yang kemarin bertemu dengannya rupanya adalah wali kelasnya dan membawanya ke kelasnya.

"Dengar-dengar ada murid pindahan baru ke kita."

"Oh ya, laki-laki atau perempuan."

"Semoga aja perempuan."

Guru memasuki kelas.

"Hari ini kita kedatangan murid baru. Eline masuk." kata guru itu.

Eline memasuki ruang kelas dan ruang kelas menjadi diam, terkejut, dan takjub.

"Ini tidak salah, Guru Dave?" tanya Faco.

"Perkenalkan dirimu, Eline."

"Halo semuanya, namaku Elina Vladimira Shaqueela Verischa Evrenera Roux biasa di panggil Eline, senang bertemu kalian dan tolong jaga aku." Eline yang lancar berbicara bahasa prancis dengan suara lembut dan manis.

"Baiklah, Eline. Kamu bisa pilih tempat duduk." kata guru Dave.

Eline tanpa berjalan ke arah Aeryc bertanya, "Bolehkah aku duduk di sini?"

Aeryc yang melihat Eline membiarkannya duduk di sebelahnya. Pasalnya Aeryc tidak membiarkan siapapun duduk disebelahnya.

Dia yang selalu tidur di kelas.

"Namaku Elina Vladimira Shaqueela Verischa Evrenera, siapa namamu?" tanya Eline setelah memperkenalkan namanya.

"Aeryc Andhera Athan Altezza." jawab dingin pria itu.

Kelas di mulai dengan sunyi.

Kelas membosankan, Eline tidak terbiasa di kelas saat guru menerangkan dan Eline tanpa sadar tertidur di kelas layaknya anak kecil.

Ya, walupun guru Dave tahu kalau Eline itu sangat pintar dan hanya geleng-geleng kepala melihatnya tertidur.

Kelas pun selesai Aeryc yang melihatnya tertidur pulas dan tersenyum tipis.

Senyuman yang bisa membuat semua orang berteriak ketika melihatnya dengan wajah tampan bak yunani.

Tidak ada seorangpun yang melihat senyum cantiknya itu.

"Elina, bangun. Elina, bangun." suara lembut terdengar di telinga Eline.

Eline terbangun setelah mendengar suara itu dan melihat kelas sudah kosong, "Oh, kelas sudah selesai."

"Ya." ucap Aeryc dingin.

"Oh, Peter. Kamu datang untuk menjemputku?" tanya Eline kepada Peter dengan senyum manis.

"Dengan siapa kamu berbicara tadi?" tanya Aeryc kepada Eline.

"Aku berbicara dengan Peter di sebelahku." jawab Eline.

"Oh, begitu." kata Aeryc dingin.

"Ya sudah, aku pergi dulu. Peter ayo." Eline menggenggam tangan Peter dan pergi ke pelataran sekolah.

Romeo melihat putrinya yang menuju pelataran sekolah dan langsung masuk ke mobil bersama Peter.

"Dear, bagaimana sekolahnya? Menyenangkan?" tanya Romeo.

"Tidak, Dad. Itu membosankan." jawab Eline.

"Membosankan. Kenapa membosankan?" tanya Romeo heran.

Eline menceritakan semua yang terjadi di sekolah.

"Jadi begitu." setelah Romeo mendengar ucapan Eline hanya bisa geleng-geleng kepala. Dan sementara Eline mengangguk.

Sesampaikan di Rumah tua Roux. Eline turun dari mobil dan berlari masuk seperti anak kecil yang berlari ke kamarnya.

Dekorasi kamarnya putri kecil dengan nuansa merah mudah di campur biru langit dengan langit penuh dengan hiasan bintang yang menggantung.

Tahun demi tahun berlalu Eline sering berbicara sendirian. Romeo dan istrinya khawatir melihat putrinya yang seperti orang gila dari waktu ke waktu dan memutuskan untuk berlibur ke Jepang.

Eline yang berusia sepuluh tahun mengalami perubahan sifat yang drastis banyak orang mengganggap dirinya gila menjadi pendiam, dan tenang.

Perubahan sifat dari yang ceria dan manja menjadi pendiam dan tenang. 

Di Jepang.

Eline melihat kakak perempuan mengenakan kimono indah sendirian duduk di kursi saat musim gugur.

Eline menghampiri kakak perempuan itu.

"Kakak, kakak sedih kenapa?" tanya Eline menggunakan bahasa jepang.

Orang-orang di sana menatap Eline dengan heran seolah-olah dia berbicara dengan seseorang yang tengah duduk di sana.

"Hei, nak. Kamu berbicara dengan siapa?" tanya seorang nenek tua yang menunggu jawabannya.

"Tidak ada, nek." jawab Eline tenang.

"Oh, begitu," jawab nenek itu sambil tersenyum dan mengatakan, "Kamu bisa melihat apa yang tidak bisa di lihat orang-orang."

Setelah nenek itu mengatakan itu Eline tersadar dan mencari nenek itu dengan melihat sekeliling kembali tetapi tidak dapat menemukannya.

Gadis itu menjawab Eline, "Aku tengah menunggu seseorang untuk datang menjemputku untuk pergi dari sini."

"Oh, begitu. Apakah penantianmu sudah selesai atau belum?" tanya Eline kembali.

"Entahlah. Aku sudah menunggu selama bertahun-tahun tetapi tidak ada yang datang ke sini kecuali kamu." jawab gadis itu.

"Kalau aku bilang aku di sini untuk menjemputmu apakah kamu percaya." tanya Eline kepadanya.

"Benarkah." mata gadis itu berbinar ketika aku mengatakan itu.

"Maukah kamu mengikutiku?" tanya Eline kepadanya dan gadis itu mengangguk dengan semangat.

"Apakah kamu punya nama?" tanya Eline kepada gadis itu dan melihatnya menggelengkan kepala.

Eline memikirkan sebuah nama yang cocok untuknya, "Sebut saja Kin."

"Kin, nama yang bagus aku menyukainya." jawab Kin.

"Kamu ikuti aku sekarang, Kak Kin. Untuk menemui orangtuaku soalnya aku sudah pergi terlalu lama." kata Eline.

"Ya, ngomong-ngomong siapa namamu?" tanya Kin sambil berjalan di sampingnya.

"Eline." jawabnya singkat.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status