Beranda / Romansa / Emergency Couple / Chapter 3: Ayo Kita Menikah!

Share

Chapter 3: Ayo Kita Menikah!

Penulis: Anaa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-31 22:03:11

Menatap beberapa lelaki remaja yang sedang asyik bertanding basket, sesekali gelak tawa juga sorak kemenangan terdengar dari mereka saat salah satu rekan timnya berhasil memasukkan bola basket ke dalam ring.

"Ayo sayang, semangat!" teriak remaja perempuan yang sedang duduk di bangku penonton, mengangkat kepalan tangannya ke udara menyemangati kekasihnya yang sudah pasti lelaki yang baru saja beberapa detik lalu memasukkan bola basket ke dalam ring.

Si lelaki menatap kekasihnya, memberikan flying kiss, seketika sorak ricuh terdengar dari teman-teman mereka.

Bukan pertandingan basket serius sepertinya, hanya beberapa remaja sekitaran perumahan yang sedang bertanding, dan hadiahnya mungkin hanya yang kalah mentraktir yang menang, atau yang lainnya... Naya tidak tahu persis. Perempuan itu kembali melangkahkan kakinya, menunduk menatap sandal yang dipakainya, dan kembali menyusuri jalanan komplek perumahan. Kurang lebih tiga tahun Naya meninggalkan rumahnya, hari ini ia memutuskan untuk berjalan-jalan sendirian melihat sekitaran perumahan. Ada banyak yang berubah, termasuk lapangan basket tadi... Oh! Omong-omong tentang lapangan basket, ada banyak sekali kenangan Naya dan Nathan di sana.

Nathan sangat jago dalam bermain basket, jika lelaki itu sedang berkunjung ke rumahnya, sesekali Naya mengajak Nathan untuk pergi ke lapangan basket yang memang difasilitasi. Nathan mengajari Naya bermain basket, walaupun sampai sekarang Naya tidak kunjung bisa salah satu permainan bola besar itu. Mereka tidak serius belajar, tapi bermain-main, sebenarnya Naya memang tidak tertarik.

Naya membuka pintu mini market, hanya berjalan-jalan juga rasanya tubuhnya sedikit lelah, maka dari itu, ia mengunjungi mini market hanya untuk membeli minuman, dan beberapa makanan ringan untuk di bawa ke rumah. Setelah mendapatkan semua yang ingin Naya beli, perempuan itu langsung menuju kasir untuk membayar belanjaanya.

"Mohon maaf, Mas, tapi ini uangnya kurang—"

"Kurang sedikit 'kan? Ini cuman cokelat, nggak usah diperpanjang!"

"Tapi ini uang—"

"Uang gue cuman segitu!"

"Maaf—"

"Biasanya juga lo suka ngambil duit pembeli kan kalau kelebihan? Dengan alasan didonasiin. Ini gue cuman kurang seribu dua ratus perak doang lo ngomel-ngomel mulu!"

"Tapi, Mas—"

"Kurangnya biar saya bayarin, Mba," kata Naya memotong cepat perkataan si penjaga kasir sambil menampilkan senyum manis. Si Penjaga kasir balas tersenyum, lalu menerima keranjang belanjaan yang dibawa Naya untuk dihitung, lelaki yang tadi berdebat dengan penjaga kasir hanya melirik Naya sekilas, lalu melenggang pergi keluar dari mini market.

Dari lelaki itu menatapnya sekilas, sampai lelaki itu melenggang pergi, pandangan Naya tidak pernah lepas untuk memperhatikannya. Perawakan tinggi, dengan pakaian serba hitam, bahkan mengenakan topi dengan warna senada. Dari penampilannya sedikit menyeramkan memang.

"Ganteng sih, tapi mukanya serem banget. Masa orang dengan tampang seperti preman itu diijinin masuk ke komplek perumahan ini? Memang lolos dari penjagaan security di depan?" Si Penjaga kasir berkomentar, dengan kedua tangan masih sibuk dengan pekerjaannya. "Saya tadi rasanya pengen nangis Mba, malah saya berniat mau nombokin uang dia yang kurang, karena kalau diperpanjang kayanya saya bakal dihajar," lanjutnya.

Naya sedikit meringis ngeri, namun ia mengangguk mengerti.

"Terima kasih ya, Mba."

Setelah selesai dengan transaksi belanjaannya, Naya segera berjalan keluar dari minimarket, mengambil botol minuman yang tadi dibelinya, membuka tutup kemasan botol itu lalu meneguknya.

Tin! Tin!

Naya menjauhkan botol minuman itu dari bibirnya. "Ohok! Ohok! ... uhh!" perempuan itu mengusap dadanya, ia tersedak minuman karena suara mengejutkan dari klakson mobil. Wajahnya menoleh untuk menatap siapa gerangan orang tidak tahu diri yang membunyikan klakson, padahal Naya tidak sedang berjalan di tengah-tengah jalanan.

Kaca mobil dibuka, Naya bisa melihat lelaki yang berada dibalik kemudi. "Masuk!" titahnya sekenanya.

Acuh, Naya kembali hendak berjalan, namun baru beberapa langkah ia berjalan, terdengar suara pintu mobil dibuka, dan lengannya ditarik sehingga mau tidak mau Naya menghentikkan langkahnya. "Lepas!" ucap Naya.

"Saya menyuruh kamu untuk masuk ke dalam mobil!"

"Aku bilang tidak mau!"

Lelaki itu menatap Naya dengan tatapan nyalang. Walaupun sebenarnya takut, dengan sedemikian rupa Naya memasang wajah berani, mencoba melepaskan pergelangan tangannya yang dicengkram kuat oleh lelaki itu. Samudra—lelaki itu menyeret Naya hingga ia masuk ke dalam mobil.

"Mau apa?!"

"Duduk dan diamlah!" Samudra menutup pintu mobil kuat-kuat, lalu dengan cepat berjalan untuk langsung duduk di kursi kemudi. Terdengar helaan napas kasar dari lelaki itu sebelum akhirnya dia menatap Naya.

Perempuan itu masih diam menatap lurus jalanan komplek yang sepi, mencoba bersikap tenang walaupun jantungnya berdetak tidak karuan.

"Ayo kita menikah."

Tubuh Naya rasanya kaku, apa ia tidak salah dengar? Menikah? Katakan jika Naya salah dengar. Dengan refleks Naya mengalihkan wajahnya untuk menatap lelaki di samping yang sedari tadi juga menatap kearahnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Saya serius, ayo kita menikah!"

Kali ini udara di sekitar Naya seakan menjauh membuat jantungnya seketika berhenti berdetak untuk beberapa saat. Ada rasa sakit yang terasa di permukaan dadanya, matanya juga langsung memerah karena air mata yang sedari tadi ditahan agar tidak keluar pada akhirnya terdorong untuk keluar juga karena mendengar perkataan Samudra. "Ti—tidak... terima kasih," ucap Naya terbata

"Saya yang melakukannya, jadi—"

"Menikah? Lalu dengan bebas dokter Sam merusak kehiduapanku, lagi? Apa tidak cukup sudah merenggut semuanya?" Naya menundukkan wajahnya dalam-dalam, meremas kantong belanjaan yang masih dipegangnya dengan kuat. "Kak Nathan sudah menikah, aku memutuskan untuk tidak menikah seumur hidup, dan... apa ... menikah—" Naya memberanikan diri untuk mendongak menatap tepat di manik mata lelaki itu. "Kenapa? Supaya lebih gampang menghancurkan hidupku?" lanjutnya.

Wajah Samudra berubah mengeras setelah mendengar perkataan Naya, menatap Naya dengan kilat marah. "Iya! Jika kamu menikah dengan saya, saya akan lebih gampang untuk membunuhmu dengan perlahan-lahan!"

"Disya dan Mbak Naisya, sudah baikan, keluarga kalian sudah kembali... Bahkan Bang Devan sudah berpisah dengan Disya, menuruti permintaan dokter Sam yang tidak mengijinkan Disya ketemu Bang Devan kalau tidak dengan persetujuan dokter Sam, kan?" Naya terdiam beberapa detik, kembali menundukkan wajahnya. "Dokter Sam, mau apa lagi... balas dendam dokter Sam sudah selesai, apa masih tidak cukup? Aku... harus sampai gimana, biar dokter Sam puas?"

Keduanya terdiam, hanya isak tangis Naya yang terdengar seperti ditahan, dan suara itu semakin membuat ia terlihat menyedihkan. "Merasa puas kalau sudah... membunuhku?" tanya Naya. Melalui sudut ekor matanya, Naya bisa melihat jika Samudra masih terus menatapnya, bukan kilatan marah kali ini, tapi tatapan yang... sulit diartikan.

"Ayo lakukan!" Naya menatap Samudra sambil tertawa sumbang, lalu kembali berbicara, "Ayo lakukan, lagipula hidupku sudah hancur."

"...."

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Emergency Couple   Chapter 24: Mengarang Cerita

    Keduanya memang merencakan untuk bertemu, besok mereka akan membicarakan tentang hubungan mereka kepada Devan dan Disya. Tentu saja harus ada persiapan sebaik munkin—harus mengarang cerita yang sangat menyakinkan, agar dimengerti Devan maupun Disya. Akan sangat kacau jika Naya dan Samudra tidak bertemu untuk membicarakan tentang ini terlebih dahulu. Pertemuan akan dilakukan sekitar jam tiga sore, menyesuasikan dengan pekerjaan Samudra, semalam sudah disepakati akan bertemu di caffe Angkasa dekat perumahan Naya—tetapi entah kenapa Naya bisa lupa dengan janjinya. Andai saja ia tidak lupa mungkin tidak akan jadi seperti ini—Samudra tidak akan datang ke rumah. Naya sedang berada di kamarnya sekarang, berbaring di kasur menatap langit-langit kamar, berharap rasa kantuknya akan datang. Mamahnya pergi sekitar satu setengah jam yang lalu, secara mendadak ia mendapat kabar jika Ria—salah satu temannya masuk ke rumah sakit. Meninggalkan Naya dan Kai di rumah—Samudra masih ada, sedang berm

  • Emergency Couple   Chapter 23: Kunjungan Samudra

    “Siapa?” “Gue kenal sama dia?” “Atau anak-anak yang lain ada yang kenal sama dia ngga?” “Lo kenal di mana?” “Kerjanya di mana?” “Anak keluarga mana? Kenalan bokap lo? Atau lo di jodohin ya, Nay?” “....” Naya hanya diam, tidak berniat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Stevani. Membuat perempuan itu terlihat kesal ketika Naya hanya diam mengabaikan pertanyaannya. “Ngga usah banyak tanya tentang dia, nanti aku kenalin dia sama kamu, sama kalian semua....” Kalimat yang jelas membuat mulut Stevani terdiam, beberapa kali perempuan itu terus memaksa Naya untuk bercerita, memintanya memberi tahu tentang calon suami yang dimaksud oleh Naya. Naya menggeleng, tetep kekeh dengan pendiriannya tidak akan memberi tahu. Akhirnya Stevani capek sendiri. Walaupun kesal karena Naya tidak memberi tahu, Stevani sangat senang mengetahui Naya sudah kembali membuka hatinya untuk seorang lelaki—Stevani berbicara seperti itu kepada Naya sebelum pergi dari kediaman Nay

  • Emergency Couple   Chapter 22: Calon Suami

    +628xxxxxxxxxx |Disya sedang pergi ke Jogja, pertemuan akan dilakukan setelah Disya pulang dari sana. Naya mengulum bibirnya, hatinya merasa sedikit lega ketika Samudra menggiriminya pesan seperti itu. Setidaknya masih ada beberapa hari lagi untuk mempersiapkan diri sebelum pertemuannya dengan Disya dan kakak lelakinya untuk membahas hubungan mereka. Memejamkan mata, Naya manarik selimut untuk menutupi seluruh tubuh hingga wajahnya. Mencoba tidak memikirkan bagaimana tanggapan Disya dan Devan saat Naya dan Samudra memberi tahu tentang hubungan mereka—apa Disya dan kakak lelakinya akan sangat marah—sudah pasti iya ‘kan? Naya frustasi, tidak bisa menghentikan pikirannya. Suara ketukan pintu terdengar, membuat Naya langsung membuka selimut yang menutupi wajahnya. “Nay?” Mamahnya memanggil. “Iya, Mah,” balas Naya yang langsung menuruni kasur untuk membuka pintu kamar. “Mamah jemput Kai ya, kamu mau ikut atau di rumah saja, Nay?” tanya Maya ketika putri bungsunya baru saja membuka p

  • Emergency Couple   Chapter 21: Losmen

    Naya membuka matanya perlahan ketika merasa lapar, mengerjap pelan supaya penglihatannya jelas untuk melihat ke sekeliling. Menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya, lalu mencoba duduk di tepi kasur sebentar untuk mengumpulkan kesadarannya. Menundukkan wajahnya, matanya terbuka lebar ketika tubuhnya dibalut dengan kemeja berwarna hitam, seingatnya ia tidak punya kemeja sebesar ini. “Pakaianmu basah, tadi.” Suara lelaki yang tentu Naya mengenalnya terdengar di telinga, dengan refleks kepalanya menengok ke arah sumber suara. Lelaki itu berjalan masuk ke dalam kamar dengan membawa dua mangkuk yang terlihat jika makanan itu masih panas, terbukti dari asap yang mengepul bersumber dari makanan itu. Naya memberengut kesal ketika tahu jika pasti Samudra sendiri yang menggantikannya pakaian. Benar-benar mesum! Seingatnya ia menangis di depan Samudra di bawah guyuran hujan, lalu entah apa yang terjadi, kenapa juga ia berada di sini sekarang? “Kamu jatuh pingsan tadi. Tidak ada cara lain se

  • Emergency Couple   Chapter 20: Takdir Jahat

    Naya meremas permukaan dadanya kuat sekali, berharap rasa sakit yang timbul akan berangsur membaik, namun itu benar-benar tidak berpengaruh sama sekali. Naya memilih untuk memberhentikan mobilnya di tepi jalan. Ia menunduk, menangis tergugu, dadanya semakin sesak rasanya. Naya sudah menahan mati-matian rasa sakit itu ketika berbicara dengan Nathan di dalam caffe. Menahan air matanya agar tidak keluar, hanya untuk menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja di hadapan lelaki itu. Kenyataannya tidak! Naya benar-benar hancur ketika mengatakan setiap kalimatnya. Apa yang dikatakan oleh Naya semuanya hanyalah kebohongan! Suara ketukan dari kaca mobil, membuat Naya mendongakkan wajahnya. Samudra ada dibalik pintu mobil, menatap ke arahnya. “Turun! Duduk di sana, saya yang akan mengantar kamu pulang.” Masih mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Samudra, Naya masih diam duduk di kursi kemudi. Namun, detik berikutnya, lelaki itu sudah menarik tangan Naya untuk keluar dari mobil. “Tidak!”

  • Emergency Couple   Chapter 19: Calon Suami?

    Naya menatap bangunan di depannya sambil menghela napas panjang, mengulum bibirnya menatap ke sekeliling gugup, tangannya melepas safety belt, lalu turun dari dalam mobil miliknya yang sudah terparkir rapih di parkiran rumah sakit. Perempuan itu turun dari mobil, dengan berusaha meredakan rasa gugup di dadanya. Terakhir kali ia mengunjungi rumah sakit ini, suasananya jelas sangat buruk. Naya diperhatikan dengan tatapan tidak bersahabat oleh beberapa pekerja di sini. Akankah tetap seperti itu hingga sekarang? "Kamu tahu tempat itu dari mana?" "Dulu, mobilku pernah mogok daerah situ. Laper banget, akhirnya mampir ke warung makan, dan ternyata enak banget." Naya bisa mendengar obrolan dua orang yang baru keluar dari mobil, satu orang perempuan dan satu lelaki. "Naya?" Naya yang merasa dirinya dipanggil langsung menengokkan wajahnya. Menatap perempuan yang memanggilnya, sebuah senyuman kecil namun jelas terkesan canggung itu Naya perlihatkan. "Ada urusan apa datang ke sini? Kamu s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status