Emergency Couple

Emergency Couple

last updateLast Updated : 2024-12-25
By:  AnaaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
24Chapters
536views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Kesalahan kakak laki-lakinya karena menyakiti dan mempermainkan adik Samudra, membuat Naya harus berada diposisi sulit. Banyak hal yang harus Naya relakan termasuk meninggalkan kekasihnya. "Kakakmu itu tidak hanya merenggut kehormatan adik saya, dia juga sudah menyakiti hati keduanya." Tragedi itu terjadi karena sebuah balas dendam. Nyawa dibalas dengan nyawa, mata dibalas dengan mata—katanya.  "Kak Nathan sudah menikah, aku memutuskan untuk tidak menikah seumur hidup, dan... apa ... menikah—" Naya memberanikan diri untuk mendongak menatap tepat di manik mata lelaki itu. "Kenapa? Supaya dokter Sam lebi mudah menghancurkan hidupku?" lanjutnya. Wajah Samudra berubah mengeras setelah mendengar perkataan Naya, menatap Naya dengan kilat marah. "Iya! Jika kamu menikah dengan saya, saya akan lebih mudah untuk membunuhmu dengan perlahan-lahan!" Tidak! Naya tidak ingin menikah dengan laki-laki yang jelas-jelas sudah menghancurkan hidupnya. Namun, takdir tidak selalu menuruti apa yang kita inginkan. Pernikahan itu terjadi—tanpa cinta, bahkan restu dari beberapa orang. ***

View More

Chapter 1

Chapter 1: Hari Pernikahan

"Aku lebih milih wedding venue indoor, Kak! Coba bayangin kalau kita pilih wedding venue outdoor, tiba-tiba hujan deres gimana? Nggak mungkin kan kita nyari pawang hujan?"

Nathan tidak mampu menahan gelak tawanya mendengar perkataan calon istrinya saat itu. Berbeda dengan Nathan, Naya memasang wajah serius, dengan sengaja perempuan itu memukul lengan berotot calon suaminya. "Aku serius, Kak! Kok malah ketawa sih?!" Naya memanyunkan bibirnya.

"Hahaha... iya-iya kita nikahnya indoor aja," ucap Nathan masih tidak berhenti untuk tertawa, beruntungnya kali ini tawanya tidak sekeras tadi.

Naya mengagguk pelan. Tangan kanan Nathan bergerak untuk mengelus rambut perempuan yang duduk di sampingnya dengan lembut. "Nanti, kamu ngga bakalan berubah pikiran lagi, nih?"

Naya menatap Nathan lalu menggelengkan kepalanya. "Ini keputusan aku yang terakhir, aku.... janji," kata Naya dengan nada suara sangat pelan diakhir kalimatnya, seolah dirinya juga tidak sepenuhnya yakin dengan ucapannya beberapa detik yang lalu.

"Baiklah." Nathan mengangguk lalu mengecup pelipis Naya cepat. Sebenarnya lelaki itu juga tidak terlalu yakin dengan kalimat yang dikatakan oleh Naya. Pasalnya pemikiran Naya kadang masih berubah-ubah. Bisa saja hari ini mengatakan A, besoknya B.

Mereka berdua sedang duduk di salah satu caffe, mengobrol santai membahas rencana pernikahan mereka yang sebenarnya belum ditentukan tanggalnya. Beberapa hari yang lalu keduanya menghadiri pernikahan kerabat Nathan, pesta pernikahannya diadakan outdoor, dan sepulangnya dari sana Naya langsung heboh menginginkan pernikahan outdoor juga. Namun, saat mereka kembali berbincang beberapa hari setelahnya, Naya berubah pikiran. Begitu terus sampai-sampai membuat Nathan pusing sendiri, tapi dia begitu memaklumi sifat Naya yang masih labil, lagipula pernikahan mereka sepertinya masih jauh mengingat Naya yang masih kuliah saat itu.

"Nay."

Naya sedikit terperanjat. Mengalihkan pandangannya dari figura foto prewedding berukuran besar yang berada di dekat pintu masuk gedung. Naya menatap pemilik suara yang memanggilnya, berhasil membuat Naya kembali sadar dari lamunannya mengingat kejadian beberapa tahun silam.

"Kamu mau masuk, atau tunggu di mobil saja?" tanya Maya menyentuh lengan putrinya dengan lembut. Sudah hampir lima kali Maya menanyakan pertanyaan yang sama kepada Naya.

"Aku jauh-jauh ke sini, buat datang di acara pernikahan Kak Nathan, Mah. Ayo masuk!" Naya menampilkan senyum manis. Kedua tangannya merangkul lengan papa dan mama yang mengapitnya di tengah-tengah.

Husein mengelus lembut rambut putrinya sembari tersenyum. Lalu, ketiganya melangkah memasuki gedung.

"Tuan dan Nyonya Ganendra, apa kabar?" Sudah tidak salah lagi, saat ketiganya baru memasuki gedung ada beberapa orang yang langsung menyapa mereka. Sudah hal biasa memang, jika keluarga mereka mendatangi sebuah acara ada saja yang mengenali mereka.

"Baik, Pak Fajar bagaimana kabarnya?" Husein membalas uluran tangan lelaki di depannya.

Obrolan basa-basi mereka berlanjut begitu saja, Naya tidak memperhatikan obrolan, perempuan itu sedang mengontrol dirinya.

Gedung luas dengan atap tinggi itu sudah disulap sedemikian rupa sehingga terlihat sangat cantik, banyak lampu, bunga, dan pernak-pernik lainnya yang menghiasi tempat itu, dengan warna yang didominasi oleh warna gold terkesan mewah dan elegan. Naya menggigit bibir bawahnya kuat, ada rasa sakit yang menjalar di dadanya saat menatap sekeliling, apalagi saat kedua netranya menatap pasangan pengantin yang berdiri di pelaminan dengan senyum terlukis di bibir keduanya, menyalami tamu undangan yang hadir untuk memberikan selamat juga do'a untuk pernikahan mereka.

"Mah, Pah. Aku ketemu temen-temen dulu, ya," ucap Naya dengan suara pelan.

Maya dan Husein yang sedang mengobrol dengan beberapa orang yang ada di meja itu, serempak menatap putri bungsunya. "Mau Mamah temani?" tanya Maya menatap Naya dengan raut khawatir.

Naya menampilkan senyumnya sambil terkekeh pelan. "Nggak usah, Nay bukan anak kecil lagi, Mah," rengeknya manja.

Setelah mendapat ijin dari kedua orang tuanya, Naya langsung beranjak dari meja VVIP yang disediakan. Berjalan, menjauh melewati kerumunan tamu undangan yang hadir, perempuan itu meremas permukaan dadanya dengan kuat. 'Tidak! Jangan menangis sekarang,' Naya bermonolog di dalam hatinya. Pandangannya sudah berkabut karena air mata yang menggenang di pelupuk matanya, langkahnya semakin lebar agar ia cepat-cepat keluar dari gedung itu.

Hembusan napas berat keluar dari hidung Naya setelah ia berhasil keluar dari sana. Naya mencoba menghirup udara banyak-banyak, mencoba menormalkan gejolak sakit dalam dadanya, memejamkan mata, bulir bening itu menetes, dan dengan cepat perempuan itu menghapusnya.

Bugh!

Naya tidak sengaja menabrak seorang lelaki di depannya saat sedang berjalan, mengelus keningnya yang lumayan sakit, wajahnya yang sedari tadi menunduk, semakin menunduk dalan sambil bergumam kata, "Maaf." Kakinya kembali melangkah, namun lengannya tiba-tiba ditarik, hingga membuat Naya kembali berada di tempatnya semula.

"Setidaknya, tatap lawan bicaramu jika berbicara." Naya dengan refleks mendongakkan wajahnya, suara familiar yang tidak lagi ingin Naya dengar kini terdengar oleh indranya. Lelaki yang hampir tiga tahun ini ia hindari sudah berada di depannya, kaki Naya mundur sehingga pegangan lelaki itu terlepas. Jantungnya berdetak tidak karuan, lututnya mendadak lemas, Naya takut.

"Mm—maaf," lirihnya, lagi. Naya menundukkan wajahnya dalam, hendak kembali melangkah. Namun lagi-lagi lelaki itu membuat langkahnya terhenti karena dia sudah merangkul bahu Naya.

"Kamu belum bertemu dengan kedua mempelai, kenapa ingin cepat-cepat pergi? Ayo saya antar!" katanya sedikit berbisik.

Tubuh Naya kembali bergetar, air matanya benar-benar tidak bisa dibendung kali ini. "A—aku ingin pergi," ujar Naya tergagap.

Acuh, lelaki itu tetap membawa Naya kembali berjalan memasuki gedung.

"Do—dokter Sam... a—aku mohon...."

Samudra menghentikan langkahnya. Menunduk, menatap wajah Naya yang memasang ekspresi memohon. Itu tidak mempan, lelaki itu tetap membawa Naya masuk, bahkan melangkah menuju pelaminan. Ingin memberontak, namun tangannya dicengkram kuat oleh Samudra, sakit, dan perih. Untuk berteriak? Naya tidak ingin menjadi pusat perhatian.

"Dokter Sam...."

Samudra menghentikan langkahnya. Menyentuh dagu Naya yang masih senantiasa menangis supaya mendonggak menatap manik matanya. Kedua tangannya menangkup pipi Naya, mengusap jejak air mata di sana. "Kamu tidak boleh terlihat menyedihkan dihadapan mantan tunanganmu!" suara Samudra terdengar sangat pelan, namun terkesan seperti mengejek.

Memejamkan mata, Naya menjauhkan wajahnya agar elusan Samudra di pipinya terlepas. Naya jijik, tidak sudi disentuh oleh lelaki itu.

Rahang Samudra mengeras, kembali menarik paksa lengan Naya untuk berjalan menuju pelaminan. Perempuan itu menggeleng kuat, mencoba melepaskan cekalan Samudra. "Kau kembali ke kota ini untuk menghadiri pernikahan mantan tunanganmu 'kan? Lalu kenapa kau ingin pergi, huh? Mari kita temui mereka terlebih dahulu." Lelaki itu kembali berbisik.

"T—tunggu!"

Melihat Samudra yang sepertinya tidak mau mendengar ucapannya, Naya kembali berbicara, "Biarkan aku memperbaiki riasanku."

Berhenti. Langkah Samudra terhenti, menuruti permintaan Naya kali ini.

Mengusap kedua pipinya kasar, langsung merogoh tas yang dibawanya untuk mengambil barang yang dibutuhkan untuk menutupi jejak air matanya. Naya tidak ingin Nathan melihatnya habis menangis.

Memakai bedak, juga kembali mengoleskan blush-on di pipinya. "Tidak perlu mengantar ke pelaminan, aku bisa sendiri!" kata Naya yang sudah kembali memasukkan barang-barang itu ke dalam tas, setelah selesai menggunakanya. Suaranya kali ini terdengar lebih tegas dari sebelumnya.

"Yakin?" Samudra menampilkan smirk.

Naya mengangguk, tanpa berniat untuk menatap lawan bicaranya sama sekali. Meninggalkan Samudra, tungkai perempuan itu kembali melangkah, menarik kedua sudut bibirnya agar senyumnya terlukis. Menghampiri meja VVIP yang baru beberapa menit lalu ia tinggalkan. Mengajak kedua orang tuanya untuk menyalami kedua mempelai.

Kedua tangannya diapit oleh lengan Mamah dan Papahnya saat berjalan menuju pelaminan, Naya hanya menampilkan senyum lebar yang sebenarnya dipakasakan itu. Kedua orang tuanya seperti mengerti apa yang sedang Naya rasakan, bagiamana pun, Nathan sudah hampir akan menjadi menantu mereka kalau saja tiga tahun silam Naya tidak membatalkannya secara sepihak.

Memakai tuxedo berwarna khaki, dengan gaya rambut andalannya; slicked back. Nathan Adelino selalu terlihat sangat tampan, tapi hari ini berkali-kali lipat lebih tampan.

"Happy wedding," ucap Naya mengulurkan tangan kanannya.

Wajah Nathan seperti terkejut saat kedua nertanya bertubrukan dengan manik Naya , namun dengan cepat lelaki itu menampilkan senyumnya dan membalas uluran tangan Naya.

"Thanks, Nay."

Naya kembali mengangguk. Husein dan Maya mengucapkan selamat juga kepada kedua mempelai, mendo'akan juga agar pernikahan mereka selalu bahagia. Basa-basi yang berujung pada sesi berfoto bersama, setelahnya beranjak pergi dari pelaminan, memberikan kesempatan tamu undangan lain untuk memberikan selamat.

"Are you oke?"

Naya menatap Maya lalu memberengut kesal. "Mah, aku baik-baik aja kok. Lagipula ini pilihanku. Mamah tahu, ini yang terbaik untuk kita berdua," kata Naya.

Maya tersenyum kecil lalu mengusap rambut Naya yang digelung. Menghembuskan napas lega, ketika mendengar jawaban putri bungsunya.

"Tante Hani, dan Om Leo nanyain kamu tadi, Nay. Mau bertemu?"

Naya mengalihkan pandangannya kepada Husein, lalu mengangguk kuat. Sepertinya tidak mungkin jika Naya bisa pergi dari tempat ini sekarang.

'Baiklah! Simpan air matamu, Nay!' Naya membatin.

***

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
24 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status